"Felix, Ji-"
Ucapan Minho terpotong ketika ia tidak melihat Jisung di samping Felix.
"Dimana Jisung?" tanya Minho kepada Felix yang sedang meminum teh manis yang disediakan oleh sang kakak.
"Itu...," jawab Felix sambil menunjuk Jisung yang sudah tepar di karpet rumah dengan posisi tengkurap.
Minho menggeleng gelengkan kepalanya. Memang adiknya yang satu ini terlalu mudah untuk tidur. Bahkan, kalau sudah terpaksa, adiknya itu bisa saja tidur di samping tong sampah di pinggir jalan.
"Ji, bangun!"
Jisung tak kunjung bangun. Padahal, kakaknya sudah berteriak teriak layaknya orang gila. Belum lagi ditambah dengan suara Felix yang mirip suara bisikan setan.
"Lix, ini Jisung kenapa?" tanya Minho cemas. Pasalnya, posisi Jisung sejak tadi tak berubah sama sekali. Minho takut Jisung sudah mati.
"Gak tahu, kak. Tanya saja ke Jisung," jawab Felix.
Minho tak begitu menggubris perkataan Felix tersebut. Ia masih memandangi Jisung yang tertidur layaknya mayat yang sudah terkapar, namun belum dikubur.
"Lix, bawa ke kamar," perintah Minho.
"Gak kuat, kak. Jisung itu berat. Mirip karung beras. Kakak aja."
Minho menghela napas sejenak. Sudah lelah dengan tingkah adiknya yang sering berbalik menyuruhnya.
Remaja yang lebih tua menatap ke arah adiknya dengan minta tolong. Felix hanya mengedikkan bahunya, tak peduli.
Tak lama kemudian, Jisung berguling ke arah sofa yang sedang diduduki Felix. Sontak hal itu membuat saudara saudaranya terkejut. Masalahnya, muka Jisung pucat sekali.
"Jisung! Jisung! Kamu kenapa?" tanya Felix panik. Minho pun tak kalah paniknya dengan Felix.
"E-enggak. Aku gak apa apa," jawab Jisung masih dengan mata terpejam.
"Gak apa apa, gimana?! Mukamu pucat!" omel Minho.
"Haduuh... Aku tidak apa apa. Hanya kedinginan saja." Jisung pun bangkit dari karpet yang ia ditiduri tadi, dan berjalan ke arah lantai dua, tempat kamarnya berada.
Kedua saudara Lee saling melempar pandangan bingung. Dan serempak mengejar Jisung yang sudah menjauh dari mereka.
Sesampainya di kamar, Jisung langsung masuk dan mengunci pintu kamar. Remaja itu ingin tidur tanpa diganggu oleh ocehan saudara kembarnya. Masa bodo dengan Felix yang menggedor gedor, minta dibukakan pintu tersebut.
"Ji, buka pintunya!" seru Minho, turun tangan.
"Ya, tinggal dibuka saja, apa susahnya?"
Minho pun memutar kenop pintu tersebut, dan benar. Pintunya tak dikunci. Entah bagaimana bisa pintu yang dikunci itu bisa dibuka.
Jisung tak peduli dengan kedua saudaranya yang berputar putar di dalam kamarnya. Yang ia inginkan hanya satu. Tidur dengan tenang.
Terdengar suara teriakan bersahutan dari dalam kamar itu. Namun, Jisung enggan untuk membuka matanya. Bukan enggan, namun tidak bisa. Matanya terkunci rapat.
~Dream~
"Ji, bangun....," panggil Felix sambil terus menerus menepuk pipi saudara kembarnya.
Jisung masih tak terbangun, padahal pipinya sudah merah, akibat dari tepukan Felix yang terlalu keras. Kini pipinya tak lain adalah sebuah samsak tinju bagi Felix.
"Ji... Bangun.." Terdengar suara bisikan Felix tepat di telinga Jisung.
"Eung.... Ada apa sih, Lix?"
Jisung memandangi saudara kembarnya yang tersenyum senang ke arahnya.
Jisung hendak bangun dari tempat tidurnya, namun dicegah oleh Felix.
"Jangan, kamu masih demam," cegah Felix.
"Demam apaan? Hanya kedinginan saja," bantah Jisung.
"Shh... Sudah. Tidur saja lagi."
Jisung hanya bisa menurut. Felix kalau sudah marah pasti akan menyeramkan. Dan dia tidak mau melihat wajah menyeramkan Felix.
Felix mengambil handuk yang bertengger di kepala Jisung, dan mencelupkannya ke baskom berisi air. Dan kembali meletakkannya di kepala Jisung.
Semalaman Jisung tak kunjung bangun akibat dari demam tingginya. Dan tentu saja, hal itu membuat Felix dan Minho panik. Mereka berdua bahkan tak tidur semalaman untuk menunggui Jisung yang tiba tiba saja pingsan begitu saja.
"Jam berapa?" tanya Jisung tiba tiba.
"Jam 7."
Jisung membulatkan matanya, dan melompat dari tempat tidur.
"Eh... Mau kemana, Ji? Kamu masih sakit."
"Mau ke sekolah. Hari ini ada rapat. Aku tidak mungkin tidak masuk."
Felix hanya bisa menghela napas panjang. Kalau sudah begitu, ia tidak mungkin melarang kakaknya untuk pergi ke sekolah.
Felix tahu pasti tentang cerita dimana Jisung yang selalu dimarahi teman teman setim-nya, akibat tak ikut rapat. Dan tentu setelah itu Jisung selalu pulang dengan keadaan babak belur. Teman temannya itu memang ganas.
Remaja bermarga Lee itu melirik ke arah jam digital yang diletakkan di atas nakas. Ia juga harus bersiap. Felix tidak boleh sampai telat datang ke sekolah.
~Dream~
"Lah, Jisung mau sekolah?" tanya Minho bingung.
"Hm. Tadi aku suruh istirahat, tidak mau. Katanya ada rapat penting di sekolah, dan dia tidak boleh tidak datang." Yang menjawab bukanlah Jisung, melainkan Felix yang berjalan di belakang Jisung.
Minho tak langsung mempercayai perkataan Felix. Bisa saja adiknya itu bersekongkol dengan Jisung dan berbohong kepadanya dengan imbalan berupa sebuah bakwan jagung.
"Benar?" tanya Minho masih tak percaya.
"Benar lah. Untuk apa aku berbohong?" balas Felix.
Minho hanya mengangguk anggukkan kepalanya. Tak begitu memusingkan masalah kedua saudaranya itu. Toh, kalau Jisung sakit, dia bisa beristirahat di UKS.
"Ini bekalnya. Jangan lupa dimakan sampai habis. Jangan terlalu banyak main, makan dulu, baru main," nasihat Minho kepada kedua adik kembarnya.
Jisung dan Felix mengangguk serempak sambil menerima kotak bekal dari Minho.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream [Jilix ft. Minbin] ✔
Fanfiction"Kak, aku boleh gak main basket?" "Lix, udah berapa kali kakak bilang, jangan bertanya tentang hal itu. Kakak gak mau kamu kenapa napa." Hanya secuil kisah Lee Felix yang ingin bermain basket, tetapi selalu dilarang sama kakaknya, Lee Minho. Di sa...