Jisung tak langsung menjawab, dia hanya menunduk sambil menendangi batu batu kerikil di sekitarnya. Dia bimbang.
"Kenapa? Kamu tidak mau?" tanya Felix dengan wajah kecewanya, membuat Jisung tidak tega untuk menolak permintaan kembarannya itu.
Jisung menggeleng ribut, dan meletakkan kedua tangannya di pundak Felix. Felix menatapnya penuh harap, dan Jisung pun juga sama. Felix berharap Jisung mau menerima tawarannya, sedangkan Jisung berharap Felix tidak kecewa dengan jawabannya.
"Maaf..," ucap Jisung lirih, membuat bahu Felix merosot begitu saja.
Kecewa? Mungkin bisa dibilang seperti itu.
"Kenapa? Kamu tidak ingin bertemu dengan aku lagi? Kamu membenciku?" tanya Felix beruntun, membuat Jisung kembali menggeleng dengan segera.
"Tidak, tidak. Jangan nethink dulu. Aku menolak bukan karena itu, Lixie. Aku sudah menganggapmu sebagai adik kembaranku, jadi aku tidak mungkin membencimu," ucap Jisung.
"Lalu, kenapa?" Felix menatap Jisung dengan mata berkaca kaca.
"Aku.... Bingung...," jawab Jisung dengan jeda panjang, membuat Felix mengernyitkan keningnya samar.
"Maksudnya?" tanya Felix dengan segera. Dia bingung sekali.
"Biar aku jelaskan," ucap Jisung sambil menunjuk bangku panjang kosong di tengah taman.
Felix mengangguk, sedangkan Minho dan Changbin hanya mengekori keduanya. Dua sesepuh itu memang kepo.
Jisung duduk di bangku itu, dan disusul Felix yang duduk tepat di sampingnya. Minho dan Changbin duduk di bangku panjang yang satunya lagi, yang berada tepat di sebelah bangku yang diduduki Felix dan Jisung.
Setelah menghela napas berulang kali, Jisung akhirnya memantapkan dirinya untuk menjelaskan secara rinci kepada kembarannya, beserta kedua sesepuh kepo.
"Sebelumnya.... Seperti yang aku bilang, aku tidak pernah membencimu. Aku bukannya tidak mau menerima tawaranmu... Tapi..." Jeda sedikit karena Jisung masih bingung.
Felix masih menunggu dengan sabar.
"Aku di sini untuk membalas budi kepada kakakku, Kak Brian," lanjut Jisung.
Felix hendak bertanya, namun Jisung sudah terlebih dahulu menjawab pertanyaan yang hendak ditanyakan Felix.
"Kak Brian... Dialah satu satunya alasan mengapa aku dan kamu ada di sini sekarang ini."
Felix masih senantiasa mendengarkan, walaupun dia masih bingung.
"Dia yang membantu dokter dokter di sana untuk menemukan pendonor untuk kita berdua. Dia juga yang membayari biaya operasimu."
Felix terlihat tak percaya, namun masih mendengarkan.
Jisung memandangi Felix sejenak, memastikan apakah remaja Lee itu mendengarkan.
"Maka dari itu, aku tinggal di Incheon bersamanya. Aku membantunya untuk mencari uang," lanjut Jisung, membuat Changbin dan Minho menoleh serempak.
"Dia dan bandnya mengalami krisis. Mereka terpaksa dihiatuskan untuk sementara. Dan parahnya lagi, Mama dan Papa tahu kalau Brian membantu biaya operasiku. Mereka marah besar, dan menelantarkannya."
"Untung saja, Kak Brian mempunyai satu apartemen di sekitar sini. Jadi aku dan dia bisa tinggal di sana untuk sementara waktu."
"Dan berhubung Papa dan Mama tidak mau membiayai kehidupan kita berdua, maka aku berinisiatif untuk bekerja secara sembunyi sembunyi darinya. Sekedar balas budi."
"Aku busking di sini, tujuannya untuk mencari uang. Uang untuk kehidupan Kakak dan aku," tandas Jisung sambil memandangi ketiganya yang memasang wajah kaget.
Jisung tersenyum manis, seolah mengatakan dirinya baik baik saja.
Well, memang benar. Dia baik baik saja. Tapi tidak dengan kakaknya. Kakaknya yang memang notabenenya orang yang sering dimanjakan oleh kedua orangtuanya, tiba tiba saja diterlantarkan, tentu dia kaget bukan main.
Sampai sekarang, Brian masih terpuruk dengan keadaan yang ada, membuat semua kewajibannya untuk mencari nafkah otomatis berpindah ke tangan Jisung. Memang berat bagi Jisung, tapi dirinya menganggap bahwa itu adalah bagian dari balas budinya kepada sang kakak.
Felix langsung memeluk Jisung dengan erat. Jisung tersentak kecil, karena tak menyangka Felix akan memeluknya sekali lagi.
"Tidak usah sedih, Lix. Aku akan izin kepada Kak Brian, supaya aku bisa tinggal bersama kalian. Mudah mudahan dia mau memaklumi," hibur Jisung, membuat Felix memandanginya dengan mata berbinar.
"Boleh memangnya?" tanya Felix lagi.
"Aku usahakan!" jawab Jisung dengan semangat.
Kini giliran Minho dan Changbin yang memeluknya sangat erat. Kedua ssepuh itu ingin menguatkan Jisung, karena bagaimanapun, apa yang dialami Jisung itu bukanlah masalah mudah.
"Kau berhutang cerita tentang kejadian di rumah sakit!" seru Minho setelah selesai memeluk Jisung.
Jisung hanya tertawa pelan. "Aku tidak janji lho, kak."
Minho langsung cemberut.
(A/N):
Habis ini langsung masuk ke chapter flashback, ya. Terus, habis itu langsung masuk ke epilog, karena aku udah gatel pengin namatin nih work.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream [Jilix ft. Minbin] ✔
Fanfiction"Kak, aku boleh gak main basket?" "Lix, udah berapa kali kakak bilang, jangan bertanya tentang hal itu. Kakak gak mau kamu kenapa napa." Hanya secuil kisah Lee Felix yang ingin bermain basket, tetapi selalu dilarang sama kakaknya, Lee Minho. Di sa...