14. Why me?

468 61 0
                                    

Felix melangkah dengan cepatnya menuju kelasnya. Kepalanya tertunduk. Ia takut untuk menatap orang orang di sekitarnya.

Tiba tiba sebuah tepukan terasa di pundak kirinya. Dengan segera, Felix menoleh ke arah samping kirinya. Ternyata ada Changbin di sana.

"Ada masalah apa?" tanya Changbin kepada Felix.

Felix menghela napas sejenak, dan menggeleng. "Just nothing."

"Kamu tidak bisa berbohong kepadaku, Lixie. Aku sudah tahu permasalahannya sebelum kamu memberitahuku," sahut Changbin, membuat Felix bungkam.

"Memangnya, kakak tahu apa?" tanya Felix, menantang Changbin.

Changbin terkekeh pelan, dan mengacak rambut Felix sejenak. "Aku tahu segalanya, Lix. Masalah basket, kan?"

Felix sempat membulatkan matanya selama beberapa detik, namun ia berlagak seolah tidak ada yang terjadi.

"Oh... Terus?"

Kini giliran Changbin yang menghela napas terlebih dahulu. "Hwang Hyunjin."

Langkah Felix langsung terhenti di tempat.

"Hyunjin yang melapor kepadaku. Dia bilang, aku harus menghapus namamu dari daftar pemain."

"Lalu?"

"Tentu aku tidak melakukannya, karena aku tahu kamu pasti bisa."

Felix berdecih pelan. "Aku? Bisa? Sepertinya tidak. Apa yang mereka katakan memang benar, kak. Aku itu tidak bisa bermain basket dan memang tidak ditakdirkan untuk bermain basket."

Changbin diam. Ia tahu Felix sedang mengeluarkan unek-uneknya yang selama ini ia pendam.

"Tapi... Kenapa kamu tidak coba buktikan kepada mereka, kalau kamu bisa?" tanya Changbin lagi.

"Untuk apa? Mereka juga tidak akan percaya."

"Mereka pasti percaya."

"Bukan masalah percaya atau tidak percayanya, Kak. Tapi masalah tentang penyakitku. Aku tidak mungkin bermain basket dengan penyakit jantung yang bisa saja kambuh di saat aku sedang kelelahan."

Changbin lagi lagi hanya diam. Dia memang sudah tahu masalah Felix sejak dulu. Tapi, entahlah... Dia rasa, Felix memang diperlukan di dalam tim, tapi diperlukan karena apa?

Selama ini, Changbin selalu mendapat firasat bahwa Felix akan sang membantu dalam tim, tapi dia sendiri tidak tahu alasan yang jelas, mengapa Felix harus berada di dalam tim itu.

"Aku tahu kamu pasti bisa, Lix. Penyakitmu bukanlah hambatan bagimu," ucap Changbin memberi semangat kepada Felix.

Felix mengulas senyum tipis, dan kembali bersuara. "Aku memang yakin akan hal itu, tapi bagaimana dengan kakakku? Dia, kan terlalu over-protective."

"Ah... Iya juga, ya. Kakaknya Felix, kan terlalu protective. Apakah Felix bisa bermain basket, tanpa terkena semprot oleh sang kakak?" batin Changbin.

"Ya sudahlah, Kak. Aku duluan, ya. Terima kasih sudah mendengarkan curhatanku," pamit Felix.

Changbin hanya mengangguk pelan, dan membiarkan Felix menghilang dari hadapannya.

Setelah kepergian Felix, Changbin kembali melamun. Melamun, memikirkan bagaimana caranya agar Minho--kakak Felix yang terlalu protective itu--mau mengizinkan sang adik untuk ikut bertanding di turnamen basket nanti.

Di tengah tengah pikirannya yang kusut nan amburadul, muncullah satu nama yang mungkin bisa membantu Felix.

"Jisung... Jisung pasti bisa membantu hal ini," gumamnya.

Changbin langsung melesat ke arah taman belakang sekolah. Taman yang sering digunakan oleh tim basket Jisung.

Kenapa Changbin merasa yakin Jisung berada di sana? Karena Changbin baru saja lewat di depan taman itu beberapa menit yang lalu, dan Changbin masih melihat tim Jisung berunding di sana.

"Dimana Jisung?" tanya Changbin kepada teman teman satu tim Jisung.

"Dia sudah pergi setelah Felix," jawab salah satu di antara semuanya. Ya, dia Yang Jeongin.

"Thanks, Jeong."

Jeongin hanya mengangguk pelan.

"Aish... Anak itu. Ketika aku membutuhkannya, dia selalu tidak ada, tapi ketika aku sedang tidak membutuhkannya, dia selalu muncul dimana saja aku berada, layaknya tuyul," gerutu Changbin.

Tak lama kemudian, Changbin melihat siluet Jisung yang sedang mencengkram dinding sekolah dengan kuat kuat dari kejauhan. Changbin langsung berlari dengan secepat kilat menuju Jisung.

Tapi sepertinya, semesta sedang tidak berpihak kepada Changbin, karena ketika Changbin ingin berbicara dengan Jisung, Jisung malah pingsan.

~Dream~

"Kak Changbin, Jisung kenapa?" tanya Felix panik.

Changbin yang sedang duduk memandangi Jisung, langsung menoleh ke arah Felix yang terlihat kalut.

"Aku juga tidak tahu, Lix. Tiba tiba saja dia pingsan," jawab Changbin.

Felix langsung menyeruak masuk ke dalam UKS, dan mendekati Jisung yang masih belum sadar.

"Kemarin dia ngapain saja, Lix?" tanya Changbin.

"Hanya latihan basket bersama yang lainnya. Sisanya tidak ngapa ngapain selain makan dan tidur."

"Selain itu?"

"Eung... Apakah hujan hujanan termasuk kegiatan?"

"Termasu-- Sebentar... Jisung hujan hujanan?" tanya Changbin ikut panik.

"Iya, kak. Kemarin dia hujan hujanan."

Changbin langsung menepuk keningnya, dan menatap Felix. "Dia tidak boleh terkena air hujan secara berlebihan. Dia sering terkena hipotermia."

Felix pun ikut ikutan panik.

~Dream~

"Lix...," panggil Jisung.

Felix yang sedang tertidur dengan posisi duduk di samping Jisung, langsung menoleh.

"Jisung, ada apa? Ada yang sakit?" tanya Felix.

Jisung menggeleng pelan. "Nanti gantikan aku saat latihan."

"A-apa? Kamu bercanda, kan, Ji?" tanya Felix tak percaya.

"Untuk apa aku bercanda?" Jisung mah berbalik tanya.

"Tapi... Mereka pasti akan menertawakanku."

"Tidak akan. Mereka pasti akan terpukau dengan keahlianmu bermain basket."

"Entahlah, Ji...."

Dream [Jilix ft. Minbin] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang