Happy reading!Entah bagaimana ceritanya, di sepagi ini Nisa bisa terjebak di dalam sebuah minimarket 24 jam bersama dengan Revan di sampingnya. Padahal jika dilihat dari jam dinding yang bertengger di depan pintu minimarket, waktu masih menunjukkan pukul 3 pagi.
Nisa bahkan masih bisa merasakan matanya yang terasa sepat karena dipaksa bangun.
"Kita mau ngapain sih, Kak?!" Tanya Nisa kesal pada suaminya itu. Sumpah demi apapun Nisa masih sangat mengantuk. Ia baru tidur pukul setengah 1 dini hari karena harus menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri dan kini Revan bertingkah menyebalkan dengan membangunkannya tiba-tiba dan merengek ingin ke minimarket.
WTF!
Nisa mengumpat dalam hati. Tingkah Revan sangat diluar nalar pikiran Nisa.
"Kakak ingin makan ramen, By.."
What?
Ramen? Di jam 3 pagi? Astaga.. tolong bantu Nisa untuk tidak menggeplak kepala suaminya ini.
"Seriously, Kak? Di jam 3 pagi?"
Pria tampan yang menyandang predikat sebagai Boss tampan pemilik perusahaan bidang transportasi itu hanya mengangguk dengan disertai cengiran tak bersalahnya.
Oh, Astaga. Nisa benar-benar tak habis pikir.
"Kan bisa besok pagi makan ramennya, suamiku sayang.." Geram Nisa jengkel. Gemas Nisa tuh. Pengen Nisa gigit aja rasanya.
"Kan pengennya sekarang atuh, By.."
"Ya terus kenapa harus ngajak Nisa? Kan Kakak bisa makan sendiri."
"Kakak maunya disuapin kamu."
ASTAGA DRAGON!! Kubur aja Nisa hidup-hidup! Nggak habis ting-ting dia sama suaminya ini! Pengen Nisa geplak beneran rasanya.
Sabar Nisa.. Sabar.. Orang sabar duitnya lancar.
"Yaudah gih Kakak ambil ramennya sana. Sekalian diseduh." Ujar Nisa masih setengah jengkel pada Revan.
"Okey."
Dan pada akhirnya Nisa menyuapi Revan ramen instan ditemani oleh dua penjaga kasir yang menatapi mereka dengan raut aneh. Bagaimana tidak aneh saat Nisa dan Revan bahkan masih mengenakan baju piyama tidur mereka.
~~>>°^°<<~~
"Hoek.. hoek.."
Nisa menatap cemas Revan yang kini tengah memuntahkan ramen yang baru dimakannya beberapa jam yang lalu di wastafel kamar mandi. Tangan Nisa tak berhenti memijat tengkuk Revan dan tangan yang satunya lagi mengusap-usap perut suaminya.
"Udah enakkan?" Tanya Nisa begitu Revan telah berhenti muntah dan membersihkan mulutnya dengan air yang mengalir.
"Kepala Kakak pusing, By.." Rengek Revan sembari memeluk Nisa dan membenamkan kepalanya di ceruk leher istrinya.
Jujur saja tubuh Revan sekarang terasa lemas dan kepalanya serasa berputar-putar. Perutnya juga masih terasa teraduk-aduk.
"Kita ke rumah sakit aja ya, Kak.."
Revan langsung menggeleng kencang. "Nggak mau, By.. Kakak mau peluk kamu aja.."
"Kalau cuma meluk Nisa gimana Nisa tau keadaan Kakak sebenarnya? Kakak kemarin baru aja sembuh dari demam lho. Masa sekarang muntah-muntah lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Husband
RomanceHidup sang adik berada di tangannya. Tawaran itu menjadi satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Nisa dari belenggu rasa ketakutannya. Tapi apakah ia bisa menerima jika tawaran itu mempertaruhkan takdir Sang Pencipta? Karena nyatanya, sebuah pernikah...