Part 10

5.5K 242 20
                                    


Happy reading!

"Hai, Nisa.. Melupakanku?"

Nisa langsung saja mendongak. Melihat siapa gerangan yang tiba-tiba saja mengajaknya bicara.

Bimo?

Dahi Nisa jelas mengerut bingung. Menatap heran meski otaknya berputar keras untuk mengingat sosok si gerangan yang mengaku mengenalnya itu.

Tapi nihil. Nisa tidak pernah kenal dengan pria itu. Bahkan melihatnya saja baru tadi. Saat perkenalan pria itu dengan karyawan staff keuangan yang lain.

"Maaf. Apa kita pernah kenal?" Nisa segera saja bertanya. Tak ingin ambil pusing perihal sosok di depannya ini.

"Sepertinya kamu benar-benar lupa denganku." Pria itu masih saja memasang senyumnya seperti tadi. Tapi ada sorot berbeda yang dipancarkan dari manik hazel milik Bimo.

Tak ayal, Nisa jadi merasa aneh. Wanita itu kemudian berdehem dan menatap kembali Bimo sambil menampilkan senyum simpul.

"Maaf. Tapi saya benar-benar tidak kenal dengan Anda."

Pria itu terkekeh pelan. "Tidak apa-apa. Aku pasti akan mengembalikan ingatanmu lagi, Nisa."

Setelahnya, Bimo segera meninggalkan Nisa yang saat itu baru saja ingin menanyakan maksud dari perkataan pria itu.

Pria aneh

Nisa lantas menggelengkan kepalanya. Memilih kembali fokus dengan pekerjaannya yang telah menunggu. Deadline sudah di depan mata dan Nisa tak ingin melewatkannya.

-----------

Jam makan siang telah tiba. Nisa dengan cepat segera beranjak dari ruangan kerjanya. Tak ingin membuat pria tampan yang sudah memporak-porandakan hati Nisa untuk menunggu lama.

Uh, lagaknya kali ini sudah persis macam ABG kasmaran. Harap maklumi saja karena ini pertama kalinya Nisa memiliki sebuah hubungan dengan seseorang.

Langkah Nisa terlihat ringan sambil sesekali ia menyenandungkan salah satu lagu yang terlintas di kepalanya. Hari ini moodnya benar-benar baik. Sebaik sinar matahari yang bersinar terang di langit siang.

Pintu ruangan Revan sudah di depan mata. Terlihat pula Jefri, sekertaris Revan yang sudah berbenah untuk istiharat.

"Hai, Kak Jef." Sapa Nisa pada pria berusia 24 tahun itu.

"Oh, Nisa. Mau makan siang bareng Boss?"

Nisa mengangguk. "Kakak mau makan siang juga?" ganti Nisa yang bertanya.

"Iya nih. Kebetulan si Boss lagi baik hati ngasih ijin buat makan siang di luar." Balas Jefri dengan suara pelan. Takut terdengar oleh Revan dari dalam ruangannya.

Nisa terkekeh. Revan memang terkenal kejam dengan sekertarisnya. Pria itu terlalu perfeksionis. Terutama pada pekerja yang berada langsung di bawahnya. Beruntunglah Jefri bisa bertahan lebih dari satu tahun dengan Revan sebagai bossnya.

"Kakak nggak mau gabung makan siang bareng Nisa?"

Mendengar tawaran yang dilontarkan istri bossnya, Jefri lantas menggeleng cepat dengan tatapan mata horror miliknya. "Nggak lah, Nis. Kakak bisa-bisa dibunuh sama boss kalo sampai berani mengganggu makan siang kalian."

Nisa mengerutkan keningnya. Menatap penuh tanya kepada Jefri. "Kenapa harus sampai dibunuh, Kak? Kan Kak Jef nggak salah apa-apa."

"Jelas salah karena Kakak jadi orang ketiga."

"Orang ketiga? Emang Kak Jef naksir Nisa?" Wanita itu terkekeh geli. Niatnya hanya bercanda. Tapi siapa sangka pria di depannya itu malah terdiam sambil tiba-tiba tatapannya berubah serius.

My Perfect HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang