Part 2

8.5K 382 27
                                    


Happy reading!

Untuk Nisa, keselamatan adiknya adalah yang terpenting. Menjadi seorang yatim piatu dengan seorang adik yang harus kau urus sendiri bukanlah hal yang mudah. Banyak sekali kesulitan yang harus Nisa lalui demi adik satu-satunya sekaligus keluarga tersisa yang ia punya. Maka, ia bersedia jika harus melakukan apapun demi tetap mempertahankan nyawa sang adik. Ia juga telah bersumpah di hadapan foto mendiang kedua orangtuanya, jika ia akan selalu menjaga dan berusaha untuk membahagiakan Alea di tengah kesulitan yang menderanya.

"Nisa!"

Nisa sontak berjengit dari acara melamunnya ketika suara lantang yang diiringi pukulan pelan mendarat di bahu kanannya. Ia menoleh, mendapati Ella yang tengah menatapnya dengan kening berkerut.

"Elo dari tadi gue liatin nggak pernah fokus deh, Nis. Ada apaan sih? Cerita dong sama gue. Siapa tahu aja gue bisa bantu elo." Ella menarik kursinya yang berseberangan dengan meja Nisa dan mendudukan dirinya disana dengan pandangan yang tak lepas dari sahabatnya itu.

Nisa menghela napas pelan. Menyandarkan punggungnya yang sedikit kaku pada sandaran kursinya.

"Cara dapet duit yang banyak dalam waktu singkat gimana ya, La?" Tanyanya sembari memainkan pulpen di atas meja. Pandangannya yang tak fokus kini beralih pada Ella yang semakin mengerutkan dahinya bingung.

"Setahu gue, cara dapet duit banyak terus dalam waktu singkat ya cuman ngepet, Nis." Ujar Ella santai.

"Ngepet?" Nisa nampak berpikir. "Elo mau jadi babinya?" lanjutnya diiringi wajah tanpa dosa miliknya.

Sontak saja Nisa mendapat geplakan keras di lengan kanannya. "Eh anjirr! Elo mau nyamain gue sama babi gitu?!" Ella melotot ganas yang dibalas kekehan geli dari Nisa.

Nisa mengusap lengannya yang terasa panas akibat pukulan biadab dari sahabat sehatinya ini.

"Lah, abisnya elo ngajakin gue ngepet. Gue kan nggak mungkin jadi babinya. Dari tampang pun masih miripan elo daripada gue." Lagi. Nisa berucap dengan wajah tanpa bersalahnya.

"Eh, Anying! Itu mulut kalo ngomong sembarangan. Muka mirip Emma Watson gini dibilang mirip babi." Sentak Ella dengan percaya dirinya. Mengabaikan Boby, teman kerja mereka yang duduk di samping Nisa tengah mengernyit jijik mendengar ucapan Ella barusan.

"Lagian siapa juga yang ngajakin elo ngepet, kunyuk?! Gue cuma ngasih jawaban pertanyaan lo doang tadi." Lanjut Ella lagi.

Nisa terdiam. Apakah benar jika ia memilih ngepet saja?. Lagipula yang diucapkan Ella itu benar. Cuma ngepet yang bisa mendapatkan uang banyak dalam waktu singkat. Tapi siapa yang mau jadi babinya? Pertanyaan tak jelas itu kini memenuhi pikirannya.

Sampai dimana telepon yang ada di mejanya berbunyi. Nisa refleks meraih gagang telfon dan mendekatkan pada telinganya.

"Halo."

"Nisa, saya minta laporan keuangan dari penjualan minggu lalu. Antarkan ke ruangan saya segera."

"Baik, Bu."

Nisa meletakkan kembali gagang telepon. Kemudian beranjak berdiri dari kursinya.

"Siapa?" Ella bertanya saat melihat sahabatnya itu berdiri dari duduknya.

"Bu Rima."

Ella ber'oh'ria dan ikut berdiri untuk kembali ke meja kerjanya. Sementara Nisa, ia meraih berkas yang diminta oleh atasannya tersebut dan membawanya ke ruang kerja milik manajer keuangan yang berada tepat di depan ruangan staff keuangan tempatnya bekerja. Untung saja berkas itu telah ia kerjakan kemarin. Jadi, ia tidak terburu-buru lagi untuk mengerjakannya.

My Perfect HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang