Happy Reading!
Seorang gadis kecil tengah menahan sakit yang teramat sangat di bagian dadanya. Nisa, Kakak dari gadis kecil itu berusaha menenangkan adiknya dengan memeluk erat sang adik, walau Nisa tahu hal itu tidak akan bisa mengurangi rasa sakit yang sedang dialami oleh adiknya.
"Kak, sakit," gadis kecil itu terus merintih, memegangi dadanya tepat di bagian jantung.
"Alea, tahan ya, sebentar lagi kita sampai di rumah sakit," Nisa semakin gelisah mendengar suara sang adik yang mengeluh akan rasa sakit pada jantungnya.
"Ayo Pak lebih cepat!" Nisa berteriak pada sopir taksi yang sibuk mengendarai taksi yang kini membawa Nisa dan sang adik ke rumah sakit. Nisa sudah tidak perduli jika sang sopir mengumpat kesal padanya karena ia terus menerus berteriak menyuruh si sopir untuk cepat. Karena prioritasnya adalah Alea yang harus segera ditangani oleh dokter.
Sampai di rumah sakit, Nisa langsung bergegas masuk ke dalam rumah sakit dengan Alea yang berada dalam gendongannya. Ia memanggil dokter yang kebetulan sedang berada tak jauh dari pintu masuk rumah sakit.
Dokter yang melihat Nisa, berlari tergopoh-gopoh menuju ke arahnya, diikuti oleh beberapa perawat yang membawa bangkar untuk tempat meletakkan Alea.
"Dok, tolong selamatkan Adik saya," ujar Nisa memohon setelah meletakkan adiknya di atas brangkar. Dokter itu pun hanya mengangguk dan langsung memerintahkan perawat tersebut untuk membawa Alea ke ruang gawat darurat.
---~---
Menangis,
Hanya itu yang dapat Nisa lakukan saat ini. Ia terlalu takut, takut untuk kembali ditinggalkan. Ia tidak mau jika adik sekaligus satu- satunya keluarga yang ia punya sekarang kembali meninggalkannya, seperti Ibu dan Ayahnya dulu yang meninggal karena kecelakaan mobil sekitar tujuh tahun silam. Mobil yang mereka kendarai menabrak pembatas jalan dan jatuh ke dalam jurang. Dan mayat mereka pun tak bisa ditemukan karena kondisi medan yang sulit dan terlalu berisiko.
Dengan cepat Nisa menghapus air matanya saat melihat dokter yang menangani adiknya keluar dari ruang gawat darurat. Dengan langkah goyah dan sedikit gemetar, Nisa menghampiri dokter tersebut.
"Bagaimana keadaan adik saya, Dok?" Tanya Nisa dengan suara seraknya. Guratan kekhawatiran masih terlihat jelas di wajahnya yang masih basah akibat menangis.
"Tenang, Nisa. Kondisi Alea sudah stabil. Tapi, ada beberapa hal yang harus saya sampaikan padamu." ujar dokter Frans tenang. Dokter Frans adalah dokter yang selalu menangani adiknya selama ini. Jadi sudah sewajarnya jika Dokter Frans sudah mengenal Nisa dan Alea.
"Apa itu, Dok?" Tanya Nisa kembali. Dokter Frans tampak menghembuskan nafasnya sejenak sebelum kembali berbicara.
"Pengobatan dan terapi yang selama ini dilakukan Alea, tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Ini terjadi karena lemah jantung yang Alea derita tergolong berat. Maka dari itu, Alea masih mengalami sesak napas dan nyeri di dadanya. Jadi, satu- satunya cara untuk menyembuhkan Alea adalah dengan transplantasi jantung."
"Transplantasi jantung?" Tanya Nisa meyakinkan.
"Iya, karena hanya itu cara untuk menyembuhkan Alea. Pengobatan yang saya berikan tidak memberikan pengaruh apapun. Jika saya hanya tetap memberikan pengobatan saja, itu pun sia-sia. Dan jika saya tidak cepat memberi tindakan, maka keselamatan Alea pun bisa terancam" lanjut Dokter Frans kembali.
'Transplantasi jantung? Bukankah itu sangat mahal? Uang dari mana aku?' Batin Nisa frustasi. Ia bingung. Darimana lagi ia harus mendapatkan uang. Ia tidak mungkin selalu mengandalkan asuransi perusahaan tempatnya bekerja. Bisa-bisa malah dirinya yang di keluarkan dari perusahaan itu karena terlalu sering menggunakan asuransi yang dapat menjadi beban bagi perusahaan.
Nisa menghembuskan nafasnya kasar. Kemudian, perasaan itu kembali muncul. Perasaan dimana ia merasa menjadi kakak yang sangat tidak berguna.
'Tuhan, bagaimana ini?'
Hai, saya balik lagi nih bawa cerita baru. Tetapi maaf, untuk cerita ini mungkin bakalan slow update banget karena saya nulis cerita ini tergantung dengan mood saya.
Sekian.
SyindiTW_22
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Husband
RomanceHidup sang adik berada di tangannya. Tawaran itu menjadi satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Nisa dari belenggu rasa ketakutannya. Tapi apakah ia bisa menerima jika tawaran itu mempertaruhkan takdir Sang Pencipta? Karena nyatanya, sebuah pernikah...