Happy reading!Nisa masih bertahan di posisinya. Tak bergerak dari dalam rengkuhan hangat suaminya. Ia masih terpaku. Gelanyar geli terasa di setiap aliran darahnya. Bulu kuduknya meremang entah kenapa.
Tapi yang sangat jelas terasa adalah denyut jantungnya yang berdetak menggila. Nisa tidak tahu jika efek Revan mengatakan cinta akan sebegini hebatnya. Padahal saat Revan mengatakan sayang, Nisa tak sampai segininya.
Mungkin saja karena ini adalah pernyataan cinta pertama yang didapat oleh Nisa dalam kurun waktu dua puluh tiga tahun hidupnya. Apalagi Revan mengucapkannya disaat hati Nisa sudah senyaman ini dengannya.
Nisa sendiri belum dapat memastikan perasaannya. Tapi jika berdekatan dengan Revan, Nisa tak bisa mengelak atas detakan cepat dari jantungnya.
Nisa tak ingin terlalu cepat menyimpulkan jika yang ia rasakan pada Revan adalah sebuah cinta. Biarkan dulu hatinya mencari kebenaran dan menyakinkan diri jika perasaan Nisa sepenuhnya adalah untuk pria tampan itu.
"Jangan terkejut begitu, By.." Nisa bisa melihat senyum tipis di sudut bibir Revan. "Hanya rasakan saja. Kakak tidak memaksamu untuk menjawab pernyataan Kakak. Keinginan Kakak saat ini hanya agar kamu tahu jika seluruh hati Kakak hanya untuk kamu."
Revan mengusak lembut puncak kepala Nisa pelan. Tangan yang semula merengkuh pinggang dilepaskan.
"Kembalilah bekerja." Ucap Revan setelahnya.
"Tapi luka Kakak?"
"Tak apa. Ini hanya lebam saja. Mungkin dengan kecupan darimu akan langsung sembuh." Ujar Revan seraya menyunggingkan senyum menggoda.
Nisa memutar bola matanya malas. "Kang modus." cibir Nisa sebelum akhirnya beranjak pergi dari ruangan suaminya.
Revan hanya bisa tersenyum senang. Moodnya yang tadi pagi memburuk karena masalah Bimo langsung berubah drastis hanya karena Nisa.
Tsk! Sepertinya aroma-aroma budak cinta mulai menguar dari diri Revan. Mau mengelak pun tak bisa karena nyatanya Nisa memang orang yang ia cinta. Wanita yang sepenuhnya menggenggam hatinya.
Seringai licik tiba-tiba menghiasi wajah tampan itu. Ia tidak lupa jika bendera perang baru saja ia kibarkan. Semuanya mungkin tak akan semudah sekarang. Tapi Revan yakin, kehancuran akan benar-benar datang pada siapapun yang sudah menghancurkan keluarganya. Merenggut seluruh kebahagiaannya.
•••-•-•••--•
"Kakak mau Nisa masakin apa hari ini?" Nisa yang sedang memilih-milih sayuran bertanya pada Revan. Di masing-masing tangannya sudah ada satu ikat kangkung segar dengan mata yang senantiasa menatap jeli keduanya. Nisa memang cukup selektif jika menyangkut pemilihan sesuatu yang akan ia beli.
Revan diam sejenak. Pria yang kini bertugas mendorong troli belanjaan nampak berpikir sejenak.
"Apa aja deh, By." Balas Revan akhirnya. "Asalkan kamu yang masak pasti bakal Kakak makan."
"Meskipun itu kepiting?" Nisa balas dengan kalimat menantang. Wanita itu tahu sekali jika Revan alergi dengan seafood bercangkang itu.
"Of course. Why not?" Jawab Revan santai. Ia memasukkan dua buah kotak berisi strawberri segar yang letaknya tak jauh dari jangkauan tangannya ke dalam troli. Alea senang sekali dengan buah itu. Tapi tidak dengan Nisa. Jadi sebagai kakak ipar yang baik, Revan memutuskan untuk membelinya karena ia yakin Nisa tidak akan pernah memasukkan buah itu ke dalam belanjaan mereka. Hitung-hitung membalas budi pada remaja itu karena telah menjadi sekutu yang baik untuk Revan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Husband
RomanceHidup sang adik berada di tangannya. Tawaran itu menjadi satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Nisa dari belenggu rasa ketakutannya. Tapi apakah ia bisa menerima jika tawaran itu mempertaruhkan takdir Sang Pencipta? Karena nyatanya, sebuah pernikah...