Part 6

7.2K 267 18
                                    


Happy reading!

Wajah Nisa menekuk. Bibirnya cemberut dan matanya menatap kesal pada satu objek yang sedari tadi juga ikut menatapnya.

Nisa baru tiba di Jakarta. Tubuhnya terasa lelah dan kini Revan nampak sedang ingin membuat dirinya kesal. Bagaimana tidak, begitu Nisa tiba di bandara, Revan tanpa basa-basi langsung membawanya menuju sebuah perumahan di kawasan elite dan mengatakan jika mereka akan tinggal disana.

What the fucekk!

Boss nya itu benar-benar seenaknya.

Nisa menggerutu dalam hati. Wajahnya seperti siap memakan Revan hidup-hidup. Hatinya dongkol. Ingin rasanya Nisa mengacak-ngacak wajah yang saat ini tak menampilkan ekspresi bersalahnya sedikit pun dan itu yang membuat Nisa semakin jengkel.

"Itu muka nggak usah dijelek-jelekin. Makin jelek yang ada." Revan berkata dengan santai tanpa tau jika ia bisa saja memancing kemarahan singa betina.

"Nggak usah mengumpati suami juga dalam hati. Ntar kualat lagi kamu." Tambah pria itu sebelum melenggang pergi untuk masuk ke dalam rumah. Meninggalkan Nisa yang hanya bisa mencak-mencak sambil mengumpati sang boss.

"Aku masih denger loh, Sa.." Sahut Revan dari dalam rumah.

Nisa menggeram. Jengkel. Rasa-rasanya Nisa ingin sekali menyalurkan rasa yang menumpuk dalam hatinya ini pada sang boss. Sesekali ia ingin memukul sang boss untuk meringankan sedikit saja rasa yang mendiami hatinya akibat kelakuan sang boss padanya.

"Untung kamu boss, ya.. Kalo tidak, habis kamu sama aku." Gumam Nisa sebelum ikut masuk ke dalam rumah mewah bergaya klasik ini.

Nisa boleh saja menolak mentah-mentah ajakan boss nya untuk tinggal bersama, namun matanya tak bisa membohongi jika ia tertarik dengan rumah ini. Nisa memandangi setiap sudut rumah. Dan hanya gumaman takjub yang keluar dari bibirnya. Nisa dulu membayangkan jika ia hanya akan bisa memandangi rumah sebagus ini dalam sebuah acara televisi saja. Namun tak disangka, ia bisa masuk sekaligus dapat tinggal di rumah mewah tanpa memerlukan sedikit pun biaya untuk mendapatkannya.

Nisa tiba-tiba merasa jika ia mirip seperti istri simpanan om-om berduit.

"Kak Nisa." Panggilan itu mengalihkan atensi perempuan itu. Nisa menoleh dan terkejut saat mendapati Alea yang berdiri di ujung tangga dengan senyum cerah secerah matahari.

Nisa ikut tersenyum melihatnya. Gadis remaja itu lantas berlari dan memeluk kakaknya. Mengirim kata rindu lewat pelukan hangatnya.

"Ale kok disini?" Tanya Nisa sedikit bingung begitu melihat kehadiran adik semata wayangnya itu. Ia kira adiknya masih di rumah sakit seperti yang dikatakan oleh Revan tempo hari.

"Iya, Kak. Ale sudah dua hari tinggal disini. Bilang Kak Revan, Ale disuruh tinggal disini bareng kalian." Jelas Alea sambil diakhiri dengan kekeh senang.

"Tapi udah nggak kenapa-napa kan? Udah nggak sakit lagi kan dadanya?" Tanya Nisa untuk memastikan kondisi adiknya. Pasalnya sebelum ia tinggal pergi ke labuan bajo, sehari sebelumnya Alea sempat mengatakan jika dadanya sakit. Nyeri gitu. Nisa waktu itu tidak bisa melakukan apa-apa. Dan saat ia bertanya kepada dokter, ia hanya mendapat jawaban jika itu adalah reaksi normal dari penerima donor jantung. Lega sih, tapi masih saja rasa khawatir itu ada.

"Kak.." panggil Alea lagi. Kali ini gadis itu merubah senyumnya menjadi senyum menggoda. Lihat saja alisnya yang ia buat naik turun itu. Nisa saja sampai dibuat mengernyit bingung melihat tingkah adiknya.

"Kakak ketemu laki-laki macam Kak Revan dimana? Kok ganteng sih, Kak? Mana kaya lagi. Baik pula." Alea menatap sang Kakak, "Kakak pasti melet Kak Revan, kan.." Tuduh Ale yang langsung mendapat geplakan panas pada lengannya.

My Perfect HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang