Happy reading!Nisa tidak tahu permasalahan apa yang sebenarnya terjadi antara Revan dengan Bimo. Tapi jika Nisa tebak, ini bukanlah sebuah permasalahan sepele karena sampai menyangkut dengan pekerjaan seseorang.
Pagi ini Nisa baru saja mendapat kabar dari Ella jika Bimo telah dipecat. Seluruh karyawan dari manajemen keuangan pun kaget dibuatnya. Pasalnya, Bimo baru bekerja beberapa hari dan langsung dinyatakan dipecat tanpa ada alasan yang jelas.
Nisa ingin bertanya pada Revan. Tapi ia tak ingin dikatai ikut campur dengan urusan pria itu. Ia juga belum tahu pasti apakah benar jika Revan lah yang memecat Bimo. Siapa tahu saja memang ada permasalahan yang ditimbulkan oleh Bimo sendiri. Namun feelingnya mengatakan jika ini adalah kerjaan dari Revan.
"Nis, dipanggil bu Rima." Nisa mendongak untuk menatap Boby yang berdiri di sebelah mejanya. Pria berkaca mata itu akan duduk kembali di meja kerjanya.
"Oh, iya." Nisa buru-buru berdiri dari duduknya dan berjalan menuju ruangan terpisah di depan ruangan karyawan keuangan.
Nisa mengetuk pintu kaca di depannya sebelum membuka. "Permisi, Bu. Ibu memanggil saya?" Bu Rima mengangguk dan mempersilahkan Nisa untuk masuk.
"Tolong berikan berkas ini pada Presdir." Bu Rima menyodorkan satu map kepada Nisa yang diterima langsung oleh wanita itu.
"Baik, Bu."
"Dan Nisa, saya minta data laporan minggu kemarin. Nanti letakkan saja di meja saya. Saya harus bertemu Pak Rahmat dulu."
Nisa mengangguk dan berucap undur diri. Setelahnya ia langsung bergegas pergi menuju lantai dua puluh lima dimana ruangan presdir berada.
Sebenarnya untuk urusan mengantarkan berkas ini bukanlah tugas Nisa. Nisa hanyalah karyawan biasa. Bu Rima sendiri juga bisa saja meminta Putri, sekertaris beliau untuk mengantarkan berkas ini. Tapi semenjak insiden dimana Revan yang meminta Bu Rima agar Nisa lah yang mengantarkan berkas, wanita paruh baya itu seperti terbiasa menjadikan dirinya seperti tukang pos pengantar. Apalagi semenjak terbongkarnya rahasia pernikahannya dengan Revan.
Tapi Nisa tak masalah dengan hal itu. Toh tugasnya hanya sekadar mengantar. Bukan menghitung rentetan nominal uang yang terkadang membuat kepalanya berputar.
"Pagi, Kak Jef." Sapa Nisa pada pria muda yang sedang sibuk dengan komputer di hadapannya. Pria yang telah memecahkan rekor sebagai sekertaris terlama dari seorang Revano itu menengadah dan langsung memasang senyum tampannya saat melihat kehadiran Nisa.
"Oh, Nisa. Pagi juga." Jefri sedikit memundurkan kursinya untuk memudahkannya memandang istri dari boss nya. "Mau ngantar berkas?"
Nisa mengangguk sekali. "Iya. Seperti biasa, Kak."
Jefri terkekeh. Sudah terbiasa melihat Nisa yang memiliki tugas sampingan menjadi kurir antar.
"Kak Revan ada kan?"
"Ada. Masuk aja gih. Pasti langsung sumringah tuh boss liat kamu datang."
Nisa hanya menggeleng sambil tersenyum. Kemudian meninggalkan Jefri dengan pekerjaan menumpuknya yang telah menunggu.
"Permisi, Pak." Sapa pertama Nisa setelah mengetuk dan membuka pintu dari bahan jati itu.
Revan yang sedang membaca sebuah berkas sontak mengalihkan atensinya pada sosok Nisa yang sudah melangkah mendekati meja kerjanya.
"By.."
Seperti yang dikatakan Jefri tadi. Senyum lebar terpatri begitu saja di bibir Revan. Pria tampan itu meletakkan berkas yang ada di tangannya kembali ke atas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Husband
RomanceHidup sang adik berada di tangannya. Tawaran itu menjadi satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Nisa dari belenggu rasa ketakutannya. Tapi apakah ia bisa menerima jika tawaran itu mempertaruhkan takdir Sang Pencipta? Karena nyatanya, sebuah pernikah...