Happy reading!"Ma-maksud Kakak?"
Nisa termangu kaget mendengarnya. Sumpah demi apapun. Nisa tidak tahu harus bereaksi bagaimana.
"Seperti yang kamu dengar tadi." Revan sendiri malah nampak santai. Berkebalikan dengan Nisa yang syok dengan ucapan Revan tadi.
Tolong..
Nisa tidak mengerti. Otaknya tiba-tiba terhenti dan tak bisa berpikir cepat lagi. Yang terputar di otaknya hanya kata sayang aku, sayang aku, sayang aku.
Nisa merasa jika dirinya tiba-tiba menjadi bodoh. Karena jujur, Nisa baru merasakan kejadian seperti ini untuk pertama kali dalam hidupnya.
"Kakak pasti bercanda kan?"
Iya.. Revan pasti sedang bercanda. Ia meyakini dalam dirinya jika pria tampan itu hanya sedang bergurau saja.
"Apa Kakak terlihat sedang bercanda?"
Kali ini Revan menatapnya. Menatap Nisa dengan onyx gelap yang menyorotkan keseriusan.
Nisa menelan ludahnya gugup. Jantungnya mulai berdetak tak karuan. Ayah, Ibu.. Tolong Nisa..
"Kakak beneran sayang aku?" Sekali lagi Nisa bertanya untuk memastikan.
Pria itu diam. Masih menatap Nisa dalam. Sebelum dua menit kemudian tawa geli pecah dari bibir pria tampan itu.
"Pfft.. Ekspresimu lucu sekali sih, By.."
Revan tertawa terpingkal. Sampai-sampai harus memegangi perutnya yang keram karena tertawa berlebihan.
Nisa cemberut. Dahinya mengerut. Kini Nisa merasa dipermainkan oleh Revan. Padahal kan.. Padahal..
"Jadi Kakak beneran sayang aku nggak sih?!" Nisa bertanya dengan nada ketus. Jujur saja ia kesal dengan Revan. Dan sedikit kecewa mungkin. Entahlah.. Intinya ia kesal mendengar Revan yang tertawa di depannya.
"Kenapa sih, By? Kamu ngarep banget mau Kakak sayang, ya?" Revan mengusap sudut matanya yang berair karena tertawa. Kemudian setelahnya, senyum jahil muncul di sudut bibirnya. "Atau malah kamu yang sudah sayang sama Kakak?"
Bug
Sebuah bantal langsung mendarat mulus di kepala Revan. Revan meringis. Mengambil bantal yang dilempar oleh Nisa kemudian menatap sang empu yang menjadi tersangka pelemparan tengah memasang wajah datar.
"Nisa ngantuk. Mau tidur."
Wanita itu langsung merubah posisinya dan menarik selimut hingga menutupi sekujur tubuhnya.
Nisa tidak tahu apa yang terjadi dengannya. Tapi ia jelas merasakan kesal saat tahu ternyata Revan hanya mempermainkannya. Seperti dirinya mengharapkan sesuatu tapi langsung tertolak saat itu juga. Kan sakit..
"Hey, By.. Kamu marah?"
Revan mendekat. Sepertinya ia sudah keterlaluan tadi. Sebenarnya bukan keinginan Revan untuk bermain-main. Tapi saat melihat ekspresi Nisa, Revan refleks saja tertawa. Bukan maksudnya untuk membuat Nisa kesal.
Nisa tak menjawab. Posisi badannya yang membelakangi Revan menyulitkan pria itu untuk menarik turun selimut yang menutupi wajah Nisa.
"By, maaf kalo Kakak keterlaluan. Kakak tidak bermaksud membuatmu marah." Revan menatapi tubuh terbalut selimut Nisa yang masih saja diam.
"Oke, Kakak ngaku. Kakak memang sayang kamu. Kakak tidak mungkin membiarkan orang yang tidak Kakak sayang untuk tidur di kamar Kakak. Terlebih di ranjang Kakak sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Husband
RomanceHidup sang adik berada di tangannya. Tawaran itu menjadi satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Nisa dari belenggu rasa ketakutannya. Tapi apakah ia bisa menerima jika tawaran itu mempertaruhkan takdir Sang Pencipta? Karena nyatanya, sebuah pernikah...