Happy reading 🦋
Lintang pergi menuju ke sekolahnya dengan wajah kusut. Biasanya ia akan selalu menebarkan senyumnya mulai dari saat menginjakkan kaki di depan gerbang. Namun hari ini tidak. Ia terlihat tidak memiliki energi sama sekali. Hanya melambaikan tangan kepada ayahnya yang meneriaki dari dalam mobil. Bahkan saat berjalan, tidak menjawab beberapa sapaan yang ia terima.
"Lintang!" sapa Awan saat melihat Lintang berjalan ke arahnya, ia menghampiri gadis itu bersama Dewa. "Gua kira Lo gak bakalan datang." Awan jelas berpikir seperti itu, bahkan sebelumnya Lintang terus merengek agar Bu Lina membatalkan rencana pengajuan dirinya sebagai perwakilan kelas bahasa untuk menjadi anggota OSIS. Kemarin Awan sempat mendengar Lintang bergumam saat di kelas, kalau gadis itu berencana untuk kabur hari ini.
Mengabaikan ucapan Awan, Lintang malah menoleh ke arah seseorang yang berdiri tegak di samping cowok itu. "Kak Dewa ngapain disini?"
"Oh, ini nih yang dari tadi maksa buat ikut nungguin Lo disini." Awan mendengus, Lintang lebih memperhatikan Dewa dibandingkan dirinya.
"Makasih udah nungguin," ujar Lintang.
"Yok, semua udah nungguin kamu di aula," ajak Dewa sembari menggenggam tangan mungil Lintang. Seketika pergerakan cowok itu terhenti, saat merasakan betapa dinginnya tangan mungil yang ia genggam. Seperti orang yang baru saja memegang es.
Sangat dingin.
"Lin, kamu gak apa-apa?" tanya Dewa khawatir. Ia memandangi wajah Lintang, baru Dewa sadari wajah cantik itu tampak sedikit pucat hari ini.
Lintang hanya menggeleng pelan sambil tersenyum kecil. "Aku gak apa-apa Kak, ayok!"
Dewa semakin mengeratkan genggamannya, berjalan bersama Lintang menuju ke aula sekolah. Dengan genggaman tangan yang terlepas, karena Lintang menghempaskan tautannya begitu saja. Ia merasa ada yang aneh dari gadis itu. Lintang cenderung lebih pendiam pagi ini. Karena kebiasaan Lintang yang ceria dan tebar senyuman meskipun dia jarang bicara. Kali ini berbeda, dia hanya diam dengan pandangan lurus ke depan dengan raut datar.
"Lin, kamu sakit?"
Lintang lantas menoleh ke arah cowok di sebelahnya, "Gak kok, emang wajah aku kelihatan pucat?" Dewa mengangguk pelan, membuat Lintang menghela napas panjang, "Aku cuma kelelahan dikit Kak," ujarnya dengan intonasi lebih riang. "Ndak perlu khawatir."
"Beneran nih? Apa dianter ke UKS aja?"
Lintang menggeleng dengan cepat. "Gak perlu! aku masih sehat," kata Lintang, lalu ia berdiri di depan Dewa dan merentangkan kedua tangannya. Ia sedikit memiringkan kepalanya, "Liat? Aku baik-baik aja, kan?"
Dewa melihatnya.
Dewa melihat apa yang barusan Lintang lakukan. Ia berusaha untuk tidak gemas. Karena Lintang berdiri di depan dengan tatapan polos nyatanya berhasil membuat jantung Dewa berdebar tidak karuan. "Iya, baik banget," gumamnya lirih, memalingkan wajah untuk menutupi rasa malu.
"Kenapa noleh ke sana Kak? Yang ngomong disini loh," tanya gadis itu heran.
Dewa menggeleng pelan. "Udah, semua orang sudah nungguin kita."
"Eh, Kak tungguin!" Lintang harus sedikit berlari untuk menyusul Dewa. Mereka berdua tiba di aula. Ada banyak sekali orang yang berkumpul disana, untuk melihat siapakah yang akan menjadi calon pemenang. Dan itu membuat Lintang semakin gugup. Dia terus meremas rok, sampai-sampai tidak sadar roknya sudah kusut karena cengkraman maut.
"Lintang udah datang!"
Lintang hanya bisa tersenyum canggung saat teman-teman sekelasnya menyapa. Juga terlihat Mega dan Alea berlari menghampiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Soul ✓
Horror"Lo nggak akan pernah bisa nyelamatin temen-temen yang nggak berguna itu." "Mungkin, tapi setidaknya mereka bisa pergi dengan tenang ke alam mereka." ___________________________ "Lu beneran bisa liat?" "Jelaslah! Orang aku punya mata, ya buat liat!"...