2. Genderuwo?

516 132 70
                                        

Author POV.

Matahari semakin turun ke bawah. Bahkan kalian bisa melihat bayang-bayang diri sendiri jika menghadap ke timur. Jarum jam sudah menapak ke angka empat lebih tiga puluh menit. Itu berarti waktunya untuk siswa-siswi di SMA Lokatara untuk pulang.

"Wan, aku pulang dulu, ya?"

"Barengan aja, gue juga pulang sekarang."

Awan dan Lintang berjalan keluar dari kelasnya. Dilihatnya beberapa kelas sudah tidak berpenghuni, karena semua sudah pulang sepuluh menit yang lalu, sementara Lintang dan Awan harus piket pada hari ini. Mereka berdua saling melambai saat Awan pergi ke arah lain untuk menyusul kakaknya. Lintang berjalan di koridor IPA sendirian. Awalnya tidak ada yang terjadi dan lintang merasa baik-baik saja, namun saat diujung koridor dia merasakan ada seseorang yang mengawasinya di balik loker.

Tapi, saat ia menoleh ke belakang tidak ada siapa-siapa di sana. Malah yang terlihat Pak Agus sedang berdiri di depan gudang sekolah dengan tatapan lurus, tangannya membawa sebuah kantong plastik berwarna hitam dan sebilah pisau.

Pak Agus itu ngapain, ya? -Lintang membatin. Bukannya aneh sore-sore begini guru bahasa malah membawa pisau dengan berjalan-jalan di koridor sekolah? Memang sejak dua hari yang lalu berada di kelas bahasa, Lintang tidak pernah sedikitpun menyukai pria berkulit pucat itu. Sudah irit ngomong, judes pula. Kulkas paket lengkap pokok!

Tiba-tiba pria berkulit pucat itu menoleh ke arahnya, sepertinya ia sadar akan Lintang yang terus mengawasinya. Lintang panik, ia bersembunyi di belakang loker. Lintang melihat itu, tatapan mata pak Agus terasa mengerikan. Lintang merasakan ada aura yang merah disekeliling pria itu. Seketika bulu kuduknya berdiri. Aneh, padahal tidak ada keberadaan makhluk disini. Hanya dengan ditatap pak Agus saja rasanya sudah panik sendiri. Setelah dirasa pak Agus sudah pergi, Lintang muncul dari tempat persembunyiannya. Alih-alih menghela napas lega karena tidak ketahuan, mungkin.

"Lu ngapain ngintip pak Agus?"

"Astagfirullah, setan!" Lintang langsung menutup mulutnya. Menyadari betapa keras suaranya, yang mungkin terdengar orang lain.

"Gue, kan emang setan."

"Sialan kamu! Bikin aku kaget aja," Lintang mengelus dadanya. "Kenapa nggak nunjukin wujud asli kamu?" tanya gadis itu melihat yang di depannya ini hanyalah noir dengan cahaya merah di sekitarnya.

"Kalau nunjukin wujud asli gue, Lo pasti bakal tambah teriak." Arwah itu berucap.

Lintang terdiam sejenak, "Ouh, yaudah nggak jadi deh." Lintang mengurungkan niatnya. Kalau-kalau ternyata wujudnya benar mengerikan seperti yang arwah itu bilang, kan Lintang jadi trauma nanti.

"Lu kenapa nggak pulang-pulang? Ini udah sore tau," ujar arwah itu. Terdengar dari suaranya, arwah itu adalah perempuan. Gaya bicaranya yang mengomel seperti cewek-cewek pada umumnya.

"Ya terserah aku lah."

Arwah tersebut tiba-tiba mengumpat, "Bangsat, Lo harus cepetan pergi dari sini! Sekarang!"

Lintang mengernyit, "Lah-lah-lah kok tiba-tiba ngegas? Ngapain emang? Ada apaan?"

"Pokoknya Lo harus cepet-cepet balik ke rumah, sekarang! Cepetan gih!" Setelah meneriakkan kata itu, arwah tersebut tiba-tiba menghilang menjadi asap yang terbang bersama udara.

"Ya ampun, aneh banget--,"

"Lintang!"

Lintang segera menoleh kembali, ternyata Alea sudah menunggunya di depan gerbang sekolah. Namun Alea tidak sendiri, ada seseorang bersamanya. Sebelum pergi, Lintang masih menyempatkan melihat ke arah gudang, sesosok berbadan besar melihatnya dengan mata merah dan rambut menjuntainya. Lintang hanya mengabaikannya, tapi saat membelakangi makhluk itu dia melotot kaget, subhanallah! Anjir, makhluk apaan tuh? Kayak genderuwo tapi serem banget!

No Soul ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang