3. Gheos

395 124 38
                                    


🌼Happy reading 🌼


"Ibu! Aku berangkat ya?!"

"Iya! Jangan lupa jaketmu!"

Pagi ini hari ke tujuh Lintang. Dia berjalan ke halte bis seperti biasanya karena Alea selalu diantarkan oleh sang bunda. Lintang keluar dari gerbang rumah dan memakai jaketnya. Ia memiliki alergi dengan udara dingin, apalagi saat ini cuacanya mendung. Terdengar aneh kan? Tapi itu kenyataannya.

Tampak ada seorang siswi berseragam yang sama dengan Lintang lewat di depannya. Dengan terus menunduk, tidak pernah mendongak.

"Dia itu?" Lintang lalu menyusulnya.

"Hai, Sarah!" sapa Lintang riang. Namun Sarah hanya membalas dengan senyuman kecil.

Namanya adalah Sarah, siswi kelas X IPA 2 yang dirumorkan menjadi gila setelah kakaknya meninggal. Sebab ia sering tertawa dan berbicara sendiri, banyak murid yang suka membully sekaligus menjauhinya. Banyak rumor desas-desus yang beredar, membuat semua orang takut padanya. Tapi hal itu tidak berlaku bagi Lintang. Dia malah semakin penasaran dan gencar mendekati Sarah. Lintang yakin, semua rumor itu tidak benar.

Tiba-tiba Sarah memegang pundak Lintang, membuat gadis itu mengernyit. "Lintang, kamu terlalu baik, kamu tidak harus berakhir seperti kakakku, aku harus memberitahumu sesuatu." Mendengar hal itu Lintang lalu terhenti. Begitu juga dengan Sarah. Gadis dengan rambut yang menutupi matanya itu berkata lagi, "Ingat ini baik-baik, kamu mungkin bisa mendengar sesuatu dengan telingamu, tapi apa yang kamu dengar bisa saja dapat berbohong. Orang terdekatmu memakai topeng untuk mengelabuhimu, jadi lebih baik percaya saja pada apapun yang kamu lihat, daripada yang kamu dengar," jelasnya lalu pergi begitu saja.

Meninggalkan Lintang dengan seribu pertanyaan. Dia termenung sejenak. Apa maksud dari kalimat 'berakhir seperti kakakku?'

Kakak Sarah, bunuh diri karena apa? Atau mungkin, ia tidak bunuh diri melainkan dibunuh?

"Kak, ayo main!"

Lintang tau, anak kecil yang berada di depannya ini bukan manusia. Sangat disayangkan, padahal anak itu imut sekali tapi sudah jadi arwah. Jadi Lintang hanya tersenyum. "Maaf, ya kakak harus pergi sekolah...,"

"Lintang!"

Ia menoleh ke belakang, mendengar suara sayup-sayup. Ternyata itu Awan yang sedang berlari menuju ke arahnya.

"Eh, Awan?"

Awan berhenti di depan Lintang dengan napas naik-turun. "Bentar-bentar, biar gue ngatur nafas dulu," ucapnya sambil terus memegang dada.

"Rumah kamu juga ada disini?" tanya Lintang.

Awan hanya menggeleng. "Kita cuman beda kompleks, oh iya Lu tadi ngomong sama siapa?" Awan bertanya balik.

Lintang jelas terkejut, pasalnya ia sebenarnya ingin merahasiakan ini. Dan dengan bodohnya ia lupa menahan diri untuk tidak berinteraksi dengan mereka. "Nanti aku ceritakan di bis, ayo! bisnya udah sampai." Tiba-tiba Lintang menarik tangan Awan masuk ke dalam bis.

Saat di dalam bis, Lintang duduk di sebelah Awan. Lintang awalnya ragu-ragu, tapi Awan terus mendesaknya agar bercerita apa yang gadis itu sembunyikan darinya. Lintang terpaksa, ia mengambil napas panjang, lalu menceritakan semuanya tentang dirinya.

"Sebenarnya, aku bisa melihat mereka yang tak kasat mata," Awan tercengang mendengarnya. "Aku tau ini mungkin terdengar konyol, tapi itu terserah kamu mau percaya atau tidak."

"Apa kamu nggak takut sama aku?" tanya Lintang dengan ragu.

Awan menggeleng. "Ngapain harus takut, orang gue sendiri pernah ngalamin."

No Soul ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang