5. Beberapa Teror

279 66 15
                                    

🌼 Happy reading 🌼

"Meg, berhenti godain aku!"

"Hem, aduh ternyata lu nyimpen rasa sama Lintang ya Dit?" Alea menaik-turunkan alisnya.

Radit hanya menggaruk tengkuknya. Tersenyum kikuk ketika dia baru saja mengungkapkan perasaannya pada Lintang lima menit yang lalu. Tapi masalahnya, ini Radit confess di kantin loh bukan pribadi. Jelas Lintang sangat malu karena jadi bahan perbincangan publik. Padahal kenyataanya, di kantin cuma ada mereka berempat dan ibu-ibu kantin saja.

"Udahlah ah! Kalian ini, kasian Radit malu tuh!" Lintang menghempaskan tisunya, "Dit, mendingan kamu balik aja ke kelas. Kamu kan ada jam tambahan kan?"

"Oh iya gue lupa!" Radit menepuk jidatnya.

"Yaudah pergi sana gih!"

"Kalau gitu gue duluan ya!" Radit melambai riang ke arah ketiga gadis itu, lalu berlari ke dalam kelas.

"Cie yang perhatian sama Radit nih!" Alea bersorak gembira.

"Terima aja Lin, gapapa kok!" Mega malah ikut menambahi.

"Terima apaan, orang Radit cuma confess, ngaco kalian berdua!" ketus Lintang.

"Yah, gak seru lu!" Alea dan Mega mendengus kecewa.

Namun Lintang tak memperdulikan hal itu. Toh Radit sudah mengatakannya di chat kemarin malam, kenapa harus dibahas lagi di sekolah? Tiba-tiba ada Gheos geng disana. Apalagi Harun yang terus menatap Lintang seolah memiliki dendam kesumat terhadap gadis itu. "Masa cuman gara-gara kepala benjol aja, kak Harun jadi punya dendam abadi sama aku?" Lintang mengernyitkan dahi heran.

"Ya bisa aja sih Lin, lu tau kan dia itu sok keren, otomatis kalau kepalanya benjolan kan bisa menghilangkan esensinya." Alea menjelaskan sambil memakan pisang cokelatnya, ini sudah yang ke sepuluh kali.

"Ya, kamu ada benarnya sih." Lintang mengangguk-angguk setuju.

"Lu sih, aneh-aneh juga!"

"Lah, kok jadi nyalahin aku? Orang dia sendiri yang gak lihat-lihat pas jalan." Gadis itu melanjutkan makan siangnya, walaupun si kulkas berjalan itu tetap mengawasi, tidak akan menghalanginya untuk menikmati makan siang. Namun, hal itu terus terjadi selama lima belas menit. Bahkan bisa saja lebih. Lintang yang sudah dibatas kejengkelan hanya bisa membanting garpu dengan kasar. "Hadeh, risih aku lama-lama!" ujarnya mengeluh kemudian bangkit dari kursi dan pergi meninggalkan Mega dan Alea yang bingung.

"Lu mau kemana Lin?!" Alea berteriak, tetapi ia masih pada posisinya. Duduk.

"Cari angin, bosen tau gak dipantau terus kayak cctv!" sindir Lintang tanpa menoleh ke belakang.

Mega dan Alea hanya geleng-geleng menanggapi.

Lintang berjalan menuju ke kamar mandi putri yang ada di dekat kantin satu, yang jarang sekali dipakai oleh siswi-siswi di SMA Lokatara. Rumor mengatakan disana selalu terdengar orang yang menangis, katanya desas-desus yang beredar dulu pernah ada seorang siswi yang diduga bunuh diri di dalam sana.

Tapi ini Lintang, jelas dia tidak peduli.

Lintang melihat dirinya sendiri dalam pantulan cermin. Tidak ada yang aneh, selain wajahnya yang rupawan. Terkadang Lintang lelah. Semua orang selalu saja mengatakan bahwa Lintang anak yang sempurna. Tapi Lintang juga seorang manusia, yang pasti memiliki cacat dalam hidupnya. Malahan dia ingin menjadi seperti anak normal biasa, yang hidup tanpa tekanan. Memiliki kemampuan itu tidak selalu menyenangkan.

"Untung aja aku nggak bisa tafsir mimpi kayak Mega, kalau bisa ngeliat mimpi buruk terus kan jadi ngeri!" Lintang menggeleng cepat, gadis itu lalu membasuh tangannya. Keluar dari toilet perempuan dengan santai, bahkan dia tidak menghiraukan cewek yang terus saja mengeluarkan suara tangisan dari bilik sebelah. Itulah dalang yang membuat para siswi menjadi ketakutan, cewek itu sebenarnya meninggal karena ingin menggugurkan kandungannya sendiri.

No Soul ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang