1. Jakarta

840 176 145
                                        


Happy reading all 🌼

Hai, namaku Lintang Alaqsha.

Aku akan menceritakan sedikit dari kisahku saat awal terdampar di kota metropolitan, Jakarta.

Bukan benar-benar terdampar maksudku.

Aku hanya tidak tahu bahwa kisahku akan sampai ke Jakarta juga. Aku masih tidak menyangka. Sebenarnya tidak ada yang menarik dari kisahku, yang terlampau biasa saja. Tapi, ada beberapa hal yang mungkin jarang terjadi di kehidupan orang lain.

Aku selalu cinta kota lamaku, Jogja. Karena di sanalah terdapat banyak sekali kenangan yang tersimpan di setiap detik. Jogja selalu mengingatkanku pada ayahku, sewaktu keluargaku masih lengkap. Namun, ayah harus pergi ke tempat yang jauh sekali. Meninggalkan aku, dan ibu harus mengurusi butiknya yang sudah bercabang di berbagai kota, bahkan sampai ke Jakarta.

Sayangnya, aku tidak bisa menikmati masa SMAku di Jogja karena aku harus pindah ke Jakarta. Guruku memberikan beasiswa untuk Sekolah di Jakarta. Dan tentunya orang tuaku tidak mau melewatkan kesempatan itu. Karena mereka selalu menginginkan yang terbaik untuk pendidikanku. Disana aku meminta agar aku berada di kelas 10, sebenarnya aku bisa melompati tiga kelas, tapi karena aku sendiri sedikit merasa tidak nyaman bergaul dengan orang yang lebih tua dariku.

Terasa canggung.

Untukku yang anti-sosial.

Hari ini, Jakarta pukul 13.00 wib.

Berbeda dengan kampung halamanku yang sangat sepi dan senyap, hanya ada ketenangan. Kota metropolitan memang selalu ramai dikunjungi. Bahkan tetangga sebelah pun saling berkerumun, menggosip di siang bolong. Tapi itu sudah wajar, kan bagi kaum ibu-ibu?

"Lintang!"

Aku menoleh, mendapati Alea yang tengah berlari ke arahku dengan senyum terlebarnya. Bersama di belakangnya, ada bunda Kia. Ibu dari Alea.

Alea, aku ingat saat pertama kami berkenalan, dia dijauhi oleh teman-temannya karena dianggap aneh. Sama sepertiku, Alea memiliki kemampuan khusus, yaitu bisa melihat masa lalu hanya dengan menyentuh targetnya saja. Kami berdua tidak mempunyai teman, hanya saja perbedaannya adalah Alea terus berjuang agar diakui oleh mereka, sedangkan aku? Malah semakin menutup diri.

Aku merentangkan tangan. Bermaksud agar memberikan ruang untuk Alea yang akan memelukku. Dan benar saja, bahkan saking semangatnya, hantaman pelukan Alea sampai membuatku oleng ke belakang.

"Ya ampun, akhirnya lo datang juga!"

"Kok bahasamu jadi kaya orang Jakarta gini?" Dua tahun tidak berjumpa, ternyata membawa banyak perubahan besar bagi Alea. Tapi kulihat ia masih tersenyum lebar, senyum Alea memang tidak pernah berubah. Ia lalu mengangguk semangat.

"Lintang, bisa tolong belikan beberapa barang ini sama Alea?"

Oh, tidak. Baru saja datang ibu sudah menyuruhku untuk berkeliling. Bagaimana jika aku bertemu tetangga yang..., yah bagaimana aku menjelaskannya, ya?

"Oke Tante, yok Lin!"

"Lah? Belom juga aku njawab," Padahal aku belum menjawab apapun, Alea sudah menarik tanganku.

"Nggak apa-apa lah, sekalian jalan-jalan!"

Okelah, Alea ada benarnya juga. Ada yang bilang jalan-jalan bisa merefresh pikiran agar bisa bekerja lebih maksimal lagi. Kukira hal itu masuk akal.

"Alea, lu mau kemana?"

Sebuah suara mengalihkan perhatian kami berdua. Terlihat beberapa cowok sedang nongkrong di warung kopi, memanggil dan menyapa Alea.

No Soul ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang