24. Buncil Hebat!

2.1K 392 131
                                    


✨✨✨

19.30 pm kst.

     Sesuatu yang disembunyikan, lama-lama akan ketahuan juga pada akhirnya. Persis seperti bangkai. Mau disembunyikan dimanapun, pada akhirnya akan tercium juga. Ya, begitulah cara alam bekerja. Tidak akan membiarkan sesuatu yang tidak baik berjalan mulus untuk selamanya.

"Hann, kamu tahu kan apa yang bakalan terjadi setelah ini?"

"Y-ya."

"Kamu siap jelasin semua dengan jujur, kan?"

"I-iya, Pak."

"Kalau gitu, jangan banyak bertingkah lagi. Saya bener-bener pusing mikirin ini. Gara-gara paketmu itu, semua kacau. Saya nggak bisa kalau nggak sama istri saya. Kamu tahu juga hal itu, kan? Saya nggak sedikitpun mau duain dia."

Wanita itu— ya, Hanna, hanya terdiam dengan jemari yang sudah meremas ujung rok pendeknya dengan kuat. Menahan agar tak menangis. Apalagi komplain atas apa yang ia dengar barusan. Emosinya tertahan. Tak bisa melawan atau bahkan berdalih karena memang semua yang sudah terjadi, hanya dia yang mengharapkan lebih.

"M-maaf, Pak Yoongi." hanya itu yang sanggup Hanna ucapkan.

Yoongi kemudian menghela nafas panjangnya, mengendorkan dasi kerjanya karena sejujurnya ia ikut gugup dengan apa yang akan terjadi malam ini, "saya memang suka sama kamu—" Yoongi lalu terdiam.

Membuat Hanna yang mendengarkan ucapan itu cukup terkejut dan gugup juga.

"—suka dalam artian berbeda. Kerja kamu saya akuin memang bagus. Cekatan dan paham apa yang saya mau. Tapi, saya juga nggak nyangka kalau kamu menganggap sebaliknya atas semua kebaikan yang saya berikan selama kamu kerja sama saya" lanjut Yoongi yang tentu saja langsung membuat Hanna kecewa pada akhirnya. Ya tentu saja realita terkadang memang menyakitkan.

"Rasa suka itu nggak ada yang tahu, Pak Yoongi. Saya juga nggak tahu kalau akan jadi seperti ini. Kebaikan yang Pak Yoongi kasih itu terkadang sedikit berlebihan— membuat saya memang menganggap sebaliknya. Jujur, dari awal kerja sampai saya berani bilang kalau saya suka sama Pak Yoongi sampai saya berani kirim paket, saya nggak tahu kalau bapak udah berkeluarga!" keluh kesah Hanna akhirnya terluapkan juga, kali ini langsung pada si pembuat keresahan di hatinya.

Yoongi tersenyum tipis, baru kemudian meminum kopi panas yang baru saja ia buat, "ya, itu memang salah saya karena foto keluarga saya nggak ada di meja kerja saya. Dari dulu, saya memang nggak suka kehidupan privasi saya dibawa ke kantor. Tapi, setelah kejadian ini, saya jadi mikir kalau seharusnya daridulu saya pajang saja foto super besar keluarga saya di ruangan saya agar nggak ada lagi yang salah paham."

"Tentu, tentu saja sangat salah paham. Pak Yoongi ini bikin saya bingung. Terkadang saya diberi harapan kalau bapak juga suka saya. Makan malam kita waktu itu, kedai kopi favorit saya, sepatu hak tinggi yang saya pakai, bahkan selimut yang bapak berikan waktu saya sakit tapi tetap memaksa untuk masuk ke kantor itu semua dari Pak Yoongi. Sikap bapak yang terlalu baik itu yang terkadang membuat saya bingung, Pak!"

"Hah—" Yoongi menarik nafasnya dalam-dalam, lalu dibuangnya pelan, "jadi orang baik ternyata salah ya, Hann— padahal kamu udah saya anggap adik sendiri karena umur kita yang jauh berbeda. Tapi kamunya malah baper. Ngiranya saya cinta kamu. Saya udah tua loh, Hann. Kenapa nggak cari yang muda aja sih? Ini uban saya udah mulai tumbuh, kamu masih muda, harusnya sama yang muda juga. Semua yang saya kasih ke kamu itu nggak ada artinya, Hanna. Semua sekertaris saya sebelumnya juga saya perlakukan dengan sama."

✔️ Simple, i love you.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang