Chapter 57

457 61 50
                                    

Matahari menyongsong pagi dan bersinar dengan cerah. Udara mulai menghangat, tanda musim semi telah tiba. Bunga-bunga mulai tak segan untuk menampakkan keindahan, memberikan aroma segar pada manusia di sekitarnya. Seoul selalu ramai. Tidak pernah kota itu kehilangan kesibukannya. Bahkan saat siang menjelang, kesibukannya malah semakin terlihat.

Seorang pria baru saja memarkirkan dengan rapi Tesla-nya di depan sebuah pagar rumah. Rumah yang penuh kenangan, jika ia menginginkan sebuah label dengan nuansa berlebihan. Untuk kesekian kali ia memeriksa refleksi dirinya dari spion. Hal itu ia lakukan sekali lagi ketika ia turun melalui jendela mobilnya. Ia merasa tidak percaya diri. Meski penampilan kelas atasnya sangat mendukung, ia seperti menghilangkan wajahnya untuk datang ke tempat itu lagi.

Ia bertaruh dengan dirinya sendiri, mencoba membuka kunci pagar dengan passcode yang ia ingat. Ketika bunyi denting terdengar, ia tertawa. Ia menertawakan dirinya yang bodoh, mengira seseorang akan menggunakan passcode yang sama selama bertahun-tahun. Tawa itu berakhir pedih, karena itu berarti ia harus menekan bel dan berbicara langsung dengan seseorang yang menjawabnya.

Butuh beberapa detik baginya untuk menstabilkan degupan jantung sebelum mengarahkan jemarinya menekan bel. Ia bahkan tidak tenang, mengulang-ulang kalimat yang ia latih sejak malam tadi. Ia khawatir sekali dengan kemungkinan orang yang akan menyambutnya di rumah itu.

Bunyi kresek dari pengeras suara terdengar, ia langsung panik.

"Nuguseyo?"

Namun kepanikannya berakhir ketika ia mendengar suara orang yang bertanya itu. Suara yang tidak ia kenali. Mungkinkah pemilik rumah ini sudah pindah dan orang yang saat ini menerima tamu adalah pemilik baru?

"Permisi, apa Choi Areum tinggal di sini?"

Kalimat keluar dengan lancar dari mulutnya karena ia memikirkan kemungkinan barusan.

"Benar. Ini siapa?"

Tebakannya tidak tepat. Ia kembali gugup. "Bisa aku bicara pada Areum?"

"Tidak ada orang dewasa di rumah. Ibu melarangku membuka pintu sebelum dia pulang."

Pria itu tentu langsung menggambar kesimpulan-kesimpulan berdasarkan dugaannya. Ia sedikit terkejut karena tidak mengantisipasi situasi ini. Lebih tepatnya ia tidak memikirkannya.

"Kau ... apa ibumu Areum?"

"Ye. Nuguseyo?"

Tebakannya tepat, entah mengapa ia bereaksi berlebihan dengan menjentikkan jari. "Apa nama ayahmu Jeon Wonwoo?"

"Apa paman teman orang tuaku?"

"Benar. Aku teman mereka. Bisa kau biarkan aku masuk?"

"Tidak ada orang dewasa di rumah. Ibu melarangku membuka pintu sebelum dia pulang."

"Ah, benar. Kau sudah mengatakannya tadi. Baiklah, kapan mereka kembali?"

Alis pria itu naik setelah mendengar suara tangisan bayi dari speaker. Ia tidak bisa berkata-kata. Bayi?

"Aku tidak tau paman. Jika ada yang dibutuhkan paman bisa langsung menelpon mereka. Atau paman boleh menunggu sampai ibu pulang. Mohon maaf, adikku menangis. Aku harus pergi."

"Hei, nak kau--kau banyak bicara seperti ayahmu, ya?"

Pria itu mengumpat untuk meluapkan kekesalannya. Ia dengan cepat kembali ke dalam mobil karena tiba-tiba ia merasa gerah. Ia menyalakan pendingin hingga yang paling sejuk, itu pun dirasa belum cukup. Turtle-neck yang dikenakannya mulai tidak nyaman karena panas. Ia langsung menyesal dengan pilihan pakaiannya sendiri. Sekarang ia punya banyak hal yang bisa ia keluhkan.

[2] SISTER'S PROBLEMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang