Chapter 45

551 74 47
                                    

"Aku memutuskanmu karena aku sudah lelah berbohong. Aku menemui pria lain di belakangmu. Dan aku akan segera menikah dengannya."

Mingyu otomatis menjauh dari posisinya. Dia kembali duduk di sofa tempatnya semula. Wajahnya ditutup dengan kesepuluh jarinya sendiri, ia berakhir menahan diri dengan meremas rambutnya sendiri.

Areum diam-diam tertawa sendiri. Ia menertawakan dirinya yang akhirnya mengucapkan kejujuran juga. Meski hanya sebagian, kalimat itu cukup menjadi bumerang baginya. Percaya atau tidak, selama itu berarti Mingyu menjauhinya maka tak masalah. Resiko dari kalimat itu akan ditanggungnya sendiri nanti.

Mingyu sudah pasti syok dengan apa yang didengarnya barusan. Sebuah pengakuan itu begitu tiba-tiba. Ia kesal, bahkan lebih dari kesal. Ia sangat yakin bahwa Areum hanya mengada-ada. Tetapi kekesalannya yang tidak bisa ia redam adalah bukti bahwa ia percaya dengan yang Areum beberkan.

"Candaanmu sangat tidak lucu."

Seperti yang sudah Areum duga, meski diberitahu sesuatu yang mengejutkan pria itu tetap akan bersikukuh. Ia menolak pernyataan Areum dan menganggapnya bercanda, padahal konteks pembicaraan mereka sama sekali tidak ada unsur main-main.

Air mata pria itu menyakiti Areum lebih banyak. Dadanya sakit karena sulit bernapas. Airmatanya memang ia hapus selalu, tetapi hidungnya terlanjur tersumbat sehingga jalur pernapasannya tak bebas. Meski begitu ia tidak akan mundur. Ia ingin Mingyu membencinya. "Untuk apa aku bercanda? Aku benar-benar punya pria lain selain dirimu. Aku lelah dengan dirimu dan aku mencari pria lain." ucap Areum tegas. Kebohongannya berimbas positif--atau sebenarnya negatif--karena Mingyu jelas sekali semakin murka. "Aku memutuskanmu dan aku memilih dia. Apa itu sudah cukup untuk membuatmu mengerti?"

Mingyu mengacak rambutnya kasar, ia terlihat sekali tak puas dengan jawaban itu. Kendali dirinya mulai longgar lagi dan pria itu tidak bisa berpikir jernih. Dia berjalan mondar-mandir, seperti sedang berpikir namun sangat tergesa-gesa. Tanpa sadar ia menggigit jari sambil terus mencoba mengerti.

Areum menahan lebih banyak airmata untuk ia keluarkan. Ia tidak lagi ingin pria itu mencintai dirinya, orang yang salah. Meski dipenuhi kebohongan, ia ingin dibenci. Ia ingin pria itu menolaknya dan pergi menjauh.

"Sekarang kau sudah tau, kan? Kau sudah dapatkan jawaban yang kau inginkan, bukan?" Areum memancing lagi. "Aku tidak mencintaimu lagi. Aku tidak pantas untukmu."

Mingyu bertindak kasar lagi dengan menggenggam erat kedua bahunya. "Mustahil! Kau tidak mungkin begitu kepadaku. Jangankan selingkuh, kau bahkan tidak dekat dengan siapapun! Kau tidak mungkin berkhianat karena itu bukan dirimu." mata pria itu bergetar dan berbinar, air berlinangan tidak lagi ia pedulikan untuk dihapus. Genggamannya juga di luar kesadaran, ia bisa saja meremukkan tulang-tulang Areum jika terpancing lebih emosi lagi. "Kau... tidak mungkin serendah itu!"

Areum merasa miris. Betapa pria itu mengetahui dirinya dengan baik.

Pria itu masih saja keras kepala, Areum mulai tidak sabar. Ia juga sangat lemah dalam berbohong. Mengucapkan terlalu banyak kebohongan hanya akan membuatnya punya semakin banyak celah. "Aku tidak sepolos itu. Aku mempermainkanmu. Aku selingkuh di belakangmu. Aku punya laki-laki lain."

Meski begitu Mingyu juga tidak mudah menyerah. Wajahnya sudah sangat gelap oleh frustrasi. "Seberapa bagus dia sampai kau memilih dia daripada aku?"

Areum sadar semua ucapannya mulai tidak mempan, ia pun juga frustrasi. Jika bisa ia ingin menyeret pria itu keluar segera, namun ia tidak punya kekuatan. Kepalanya mulai pening, bahkan terlalu kuat hingga ia meringis. Urat-urat di kepalanya keluar, ia seperti mengalami serangan migrain hebat karena terlalu banyak berpikir. 

[2] SISTER'S PROBLEMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang