Chapter 44

481 71 15
                                    

Areum mengerjap beberapa kali agar ia bisa melihat dengan jelas. Harapannya ia sedang berdelusi saat ini. Ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Lagi, entah di mana letak kesinambungan teorinya, ia merasakan sakit perut tiba-tiba. Melihat tamunya berdiri di depan dengan tak sabar sambil terus menekan bel, ia kebingungan.

Haruskah ia membukakan pintu? Atau ia biarkan saja tamunya di sana sampai orang itu lelah dan pergi? Terakhir kali ia lakukan pilihan kedua, karena keadaan juga suasana hati mereka berdua yang tidak stabil. Tetapi saat ini berbeda. Ia tidak tega membiarkan Mingyu dengan wajah secerah itu menunggu lebih lama. Tepat saat bel ditekan lagi, Areum akhirnya membukakan pintu.

"Areum! Kenapa lama sekali?"

Areum hanya mematung di depan pintu. Ia melihat Mingyu setelah sekian lama, pria itu tampak baik dan segar. Ia sepertinya sangat cerah, dari ekspresi sampai ke pakaiannya. Seikat bunga diarahkan ke hadapannya, ia terkejut.

"Nah, untukmu." ucap Mingyu kemudian. "Kau cantik seperti mereka."

Areum terlalu terkejut dengan situasi. Bukankah, mereka telah putus? Terakhir kali ia membiarkan pria itu menangisinya sendiri. Mengapa sekarang dia bertindak seakan-akan hubungan mereka baik-baik saja?

"Kau tidak mempersilahkanku masuk?"

Areum lambat sekali bereaksi, Mingyu melewati dirinya dan masuk tanpa halangan.

Seperti tidak pernah terjadi apapun, Mingyu dengan wajah polos melayang masuk ke dalam rumah. Terlalu terlambat bagi Areum untuk menghentikannya, gadis itu hanya bisa menutup pintu sambil menyesali dirinya yang lamban. Bunga yang berikan pria itu ia genggam pelan, sesekali ia menghirup aroma segarnya. Bunga itu masih segar dan baunya harum. Andai hubungan mereka baik-baik saja, Areum tidak akan menyia-nyiakan hadiahnya saat ini.

"Kau sendirian? Ah, menonton TV ya? Bagus juga." tanpa dipersilahkan Mingyu duduk di sofa dan mengambil alih remot. "Kau tidak pergi ke kampus?"

Areum menggeleng pelan. Entah siapa yang tamu di sini, Areum tak bisa duduk dengan leluasa. Namun dia mencoba sopan, setidaknya itu yang bisa ia lakukan, "Oppa, kau ingin minum apa?"

"Apapun boleh. Aku selalu suka apapun yang kau berikan."

Areum merasa tidak nyaman dengan jawaban dan ekspresi yang menyertai jawaban itu. Ia menyesali tindakan cerobohnya membukakan pintu secepat ini. Belum sampai lima menit, ia sudah merasa tidak tenang.

Membuatkan minum adalah cara melarikan diri Areum. Setidaknya ia bisa menjauh sementara waktu.

Mingyu, ada apa dengannya? Mungkinkah kepalanya terbentur? Mengapa dia bersikap seperti itu? Dia seharusnya tidak perlu datang kemari lagi. Mereka sudah putus dan... Areum merasa malam di mana ia tidak membukakan pintu itu adalah jawaban yang jelas dari hubungan mereka. Ia tidak ingin bersama pria itu lagi. Kehadirannya hanya akan mempersulit perasaan Areum.

Lamunan menenggelamkan kesadarannya, Areum terkejut sekali ketika tiba-tiba sepasang lengan melingkari tubuhnya. Ia mengerjap, menumpahkan sesendok gula yang baru saja ia ambil dari wadahnya.

"Ada apa? Hei, hati-hati. Kau melamun, ya?"

Tanpa suara Mingyu sudah berada di balik punggung Areum, tersenyum layaknya sosok yang selalu ia tunjukkan setiap saat. Dia sama dengan Mingyu kekasih kesayangan Areum dulu. Pria itu sama sekali tidak terlihat sedih. Entah dia benar-benar begitu, atau dia sedang bercanda karena nyatanya mereka tidak baik-baik saja.

Areum membersihkan kekacauan yang ia buat sebagai cara untuk menghindar dari Mingyu. Ia memperbesar jarak mereka, terlalu tidak stabil untuk mengerti keadaan.

[2] SISTER'S PROBLEMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang