22

111 15 15
                                    

Cie 1k, hehee

.

.

.

.

Uri Soulmate
Chapter 22

Happy Reading!!!

---o0o---

Hari berlalu dengan cepat. Iya kan?

Kalian merasakannya, begitu juga Jinyoung. Ia merasa kegiatannya tak ada yang berubah. Bangun, masak sarapan untuk dirinya, berangkat sekolah, bekerja, jika sempat ia akan pulang ke apartemennya ia akan mengerjakan tugas sekolahnya.

Karena ia lebih sering menginap di tempat kerja terakhirnya, toserba.

Dan ia juga merasa belakangan ini kebiasaannya berubah. Saat membuka matanya ia langsung melihat bantalnya dimana rambutnya sedikit demi sedikit rontok hingga tak jarang ia menemukan rambutnya menggumpal.

Ia tersenyum perih. Ia mengelus kepalanya sendiri. Sekali lagi ia tersenyum. Ayolah ini tanggal 17, hari spesial baginya. Ah, dengan Jaebum juga.

Tangannya tergerak untuk membenarkan kerah seragamnya. Menyemprotkan sedikit parfum di seragam dan almamater nya.

"Semangat! Kau bisa Jinyoung! Kau bisa lawan dia!"

Hanya kata kata itu yang selalu mengawali harinya. Meskipun ia tahu penyakitnya tak dapat di sembuhkan, setidaknya ia sudah berusaha kan?

"Kalau aku hamil, janinku kuberikan pada kau ya?"

"Tidak! Aku menolak hyung! Kalau kau hamil itu anakmu! Lagipula resiko perpindahan janin itu bahaya. Itu sama saja membunuh anakmu"

Tangisan Youngjae yang tadinya mereda kembali pecah. Air matanya tak menuruti dirinya untuk berhenti. Seolah olah seperti bendungan pecah. Tak bisa dikendalikan.

Youngjae menatap mata Jinyoung. Mata itu terlihat lelah. Tangannya tergerak untuk menyentuh wajah tirus Jinyoung. Youngjae meringis. Air matanya kembali turun.

"Tidak boleh. Kita baru bertemu 3 bulan. Kau harus lawan itu hyung. Setelah sembuh Jackson hyung akan mengajak kita tinggal bertujuh"

Jinyoung tersenyum. Ia ingat percakapan itu. Di grup line nya. Entah Jackson yang terlalu kaya atau mereka yang dusun saat Jackson memberi tahu dirinya sedang membuat rumah di kawasan elit untuk mereka bertujuh.

Saat itu dirinya belum menyadari bahwa ada sesuatu yang akan merebut masa depannya.

Penyakitnya.

"Maaf, tapi aku sudah menyerah. Aku hanya akan mengikuti dosis obat yang diberikan dokter"

"Aku menyerah. Maaf"

Surat rumah sakit yang ia pajang di samping cerminnya, ia robek. Menangis kencang. Seragam sekaligus almamaternya yang sudah rapi kembali berantakan. Rasa bersalah menggerogoti hatinya.

Uri Soulmate - JJP [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang