Mobil Pratama mengarah ke sebuah kompleks perumahan. Setelah dari coffee shop tadi mereka berdua beralih pergi menuju ke rumah Farel, teman Pratama. Dan sepanjang perjalanan tadi Kila sangat kepo tentang Farel, bertanya ini, bertanya itu sampai membuat Pratama jengkel sendiri. Merasa cemburu tentu saja, jika Pratama bertanya kenapa ingin tahu tentang Farel, Kila hanya menjawab agar dirinya tidak terlihat bego nanti didepan Pratama. Tambahlah kecemburuan Pratama.
Sampai saat ini, mobil Pratama sudah terparkir apik didepan rumah temannya, Farel, tapi Pratama masih saja cuek, wajahnya benar benar terlihat kalau dirinya sedang bad mood. Dan Kila tidak menyadari itu semua, Kila bertingkah biasa saja seakan akan tidak terjadi hal aneh pada Pratama. Benar benar tidak peka.
"Kakak ini rumahnya?"
"Ya."
"Wahh ayok masuk! Eh tadi siapa ya namanya?"
"Farel."
"Bukan bukan. Nama panjang maksudnya."
"Ck! Buat apa? Dari tadi Kila bertanya ini itu Kakak sudah menjawab bukan? Sekarang Kakak tidak ingin menjawab." Pratama mengalihkan pandangnya ke depan, tangan putih bergelang hitamnya masih setia bertengger di setir mobil, wajah Pratama sangat datar, siapapun yang melihat wajah Pratama saat ini pasti sudah bisa menebak bahwa dirinya sedang jengkel atau tidak mood etss tapi tidak untuk Kila. Pengecualian untuk Kila.
"Kenapa?" rengek Kila.
Oh shit! Pratama menggeram sendiri mendengar nada bicara Kila, bagaimana bisa selucu itu? Persis seperti anak kecil minta mainan, ah tidak tidak Pratama tidak boleh melihat wajah Kila atau jantungnya akan meloncat dari tempatnya.
"Kakak percaya ingatan Kila masih bagus. Jadi ingat sendiri."
"Tidak ingat... Karena.. Emm tadi Kila banyak bertanya jadi otak Kila menyimpan semua jawaban jawaban Kakak tadi. Mungkin sudah penuh jadi Kila tidak ingat nama panjang Kakak Farel."
Seseorang tolong bawa Pratama pergi sekarang! Rasanya Pratama ingin mencubit gemas pipi Kila, ah bagaimana Pratama bisa tahan didekat Kila terus jika setiap menit diserang oleh kelucuan Kila. Dalam hati Pratama sedang menahan dirinya untuk tidak menangkup pipi gembil Kila dan berkata lembut lagi. Tahan dan tahan.
"Makanya jangan kebanyakan bertanya."
"Kenapa? Kila kan hanya ingin tau Kakak Farel saja."
"Tidak boleh! Apa Kila pernah bertanya sebanyak tadi ke Kakak? Tidak kan? Tapi Farel?"
"Y ya memang tidak pernah."
"Lalu Farel? Kenapa antusias sekali tadi? Tanya ini itu, seperti ingin sekali mengenal lebih dekat. Kakak tidak suka itu!"
"Kakak marah?"
Raut muka Pratama yang datar dan kaku tiba tiba melembut mendengar suara Kila yang bergetar, tanda siap menangis. Pratama menatap Kila, dan benar saja mata gadis itu sudah merah dan berkaca kaca. Sekedip saja air mata pasti sudah ada yang turun.
"No! No! Ga boleh nangis." Pratama menangkup pipi gembil Kila, menahan air mata Kila dengan ibu jarinya, dia tak akan membiarkan pipi Kila dijatuhi air mata, apalagi air mata karena dirinya.
"Kakak marah?"
"Huh.... Sepertinya Kila harus belajar supaya lebih peka lagi. Kila tau? Pertanyaan Kila tadi itu membuat hati Kakak sedikit sakit. Kila tau cemburu?"
Kila mengangguk lucu ditengah tengah pipinya yang masih Pratama tangkup.
"Nah seperti itu. Kakak cemburu, Kila antusias sekali bertanya ini itu tentang Farel, tapi tentang Kakak? Tidak pernah kan? Yang sedang berjuang masuk ke hati Kila itu Kakak. Katanya Kila mengizinkan, jadi Kila harus bisa menjaga hati Kakak, dan membantu Kakak. Atau Kila mau membiarkan Kakak berjuang sendiri?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Kakak Captain!
Random"Mau nurut atau mau jadi pacar?" "Kakak pilot aneh." Bagaimana jika seorang pilot tampan berusia 25 tahun bertemu dengan gadis berusia 16 tahun yang cukup kekanak kanakan? Childish! Tapi cukup imut atau mungkin sangat imut dimata sang pilot, membua...