Nineteen

1.1K 160 4
                                    

Budayakan Vote & Comment

Sorry for typo

©Park_213

[120221]

Present...
.
.
.
.
.

🐥🐰
.
.
.
.
.

Di pasar malam, Jungkook seolah-olah lupa kalau ia harus berdagang. Ia sering termenung seperti sedang memikirkan semua masalah yang terjadi, sampai-sampai pelanggan harus memanggilnya beberapa kali agar tersadar dari lamunannya.

Hoseok yang melihat gelagat sahabat baiknhya itu langsung menebak bahwa sahabatnya itu keracunan. Jungkook terkena racun cinta.

"Kau sedang memikirkan pria manis itu kan? Pria yang memakai sweater merah yang ada di lukisan dalam rumahmu itu?" Hoseok tertawa sambil menyenggol bahu kokoh sahabatnya, seolah mengatakan 'aku tahu, aku tahu, semua orang juga sudah tahu'.

Jungkook tidak membantah. Ia hanya memegang wajahnya yang memerah dengan polosnya membuat Hoseok berdecak kagum melihat kekuatan cinta itu.

Mendadak ponsel Jungkook bergetar. Jungkook segera mengangkatnya mengira yang menelfon adalah Jimin. Hoseok ikut-ikutan melihat, penasaran saja apa itu benar telfon dari pria manis idaman Jungkook. Mereka berdua berebut ingin melihat nama yang tertera di layar.

Keduanya sama-sama kecewa karena yang menelfon sang bibi perawat. Wanita itu mengatakan kalau ia harus lebih cepat pulang karena anaknya sakit. Ia berharap Jungkook bisa pulang lebih awal.

"Ah, baik......aku akan segera pulang"

Baru saja ingin meminta tolong Hoseok menjaga stan dagangannya mendadak terjadi keributan. Pedagang-pedagang berlari sibuk mencari tempat bersembunyi menghindari kejaran polisi. Kali ini Jungkook tidak bernasib baik. Pikirannya masih melayang ke sosok Jimin sampai-sampai ia tidak fokus melarikan diri. Akhirnya ia tertangkap dan digiring ke kantor polisi. Bingung, ia pun mengeluarkan ponsel untuk menghubungi Hoseok meminta tolong untuk menjaga ayahnya. Sayangnya baru saja ia memasukkan nomor telfong Hoseok, terdengar suara Hoseok tidak jauh darinya.

Kedua orang itu sama-sama ditangkap polisi. Jungkook pun makin pusing. Ia tidak bisa membiarkan ayahnya sendirian di rumah, takut terjadi kebakaran seperti sebelumnya. Jungkook berpikir dengan keras dan akhirnya ia terpaksa menghubungi orang itu.

"Aku ingin minta tolong sesuatu padamu" kata Jungkook pelan pada orang yang dihubunginya.

"Bagus ya. Setelah kita menjadi teman kau sudah mulai memerintahku!" terdengar jawaban dari Jimin yang bicara sambil berpura-pura tidak senang. Ia menjawab Jungkook dengan ketus.

"Bisakah kau pergi ke rumahku sekarang?"

Jungkook menjelaskan kondisinya pada Jimin baru akhirnya menutup panggilan telfon dengan tenang. Ia tak peduli dengan tawa Hoseok yang duduk di sampingnya. Telinganya hanya bisa mendengar suara tawa Jimin. Ini pertama kalinya ia digiring ke kantor polisi tapi malah tersenyum bahagia.

Melihat kondisi keduanya yang sangat miskin polisi pun hanya memberikan mereka beberapa arahan dan pesan kemudian membiarkan keduanya pulang. Jungkook ingin segera sampai di rumah. Tapi ia pun tak tahu apa itu karena ia mengkhawatirkan ayahnya atau karena Jimin saat ini sedang berada disana.

Jungkook berlari sekuat tenaga agar cepat sampai ke rumah. Ia berlari dan terus berlari. Di sepanjang jalan terlintas di mata Jungkook tentang pertemuan mereka, air mata Jimin, suara tawanya, gayanya yang angkuh tapi juga menggemaskan disaat bersamaan, wajahnya yang sangat cantik dan mempesona.....semua gambaran itu terus-menerus melintas di benak Jungkook.

Jungkook tak pernah percaya dengan takdir. Dulu saat ia mendengar Jimin berkata bahwa Taehyung adalah takdirnya yang telah diikat benang merah bersama-sama dengan Jimin, Jungkook merasa pemuda mungil itu sedang bermimpi di siang bolong. Jungkook terus berkeyakinan bahwa semua yang telah terjadi, takdir sejati, benang merah......semuanya tak ada kaitannya sama sekali dengannya.

Akan tetapi Jungkook malah bernafas dengan berat saat memasuki kompleks perumahannya. Semakin mendekati rumahnya ia merasa semakin gugup.

Akhirnya dengan susah payah Jungkook pun sampai di rumah. Kedua tangannya bergetar. Saat membuka pintu ia melihat ruang tamu gelap gulita. Mendadak ia merasa begitu kecewa.

Jungkook langsung berlari masuk ke kamar ayahnya. Melihat ayahnya tengah tidur dengan begitu pulas dan tenang di atas ranjang Jungkook pun menghela nafas, akhirnya ia merasa tenang. Tapi ia tak bisa menemukan Jimin dimanapun. Itu membuatnya sangat kecewa. Lalu terlintas di pikirannya untuk mencari Jimin di dalam kamarnya sendiri.

Ya. Jungkook yang sekarang ini begitu ingin memohon pada Tuhan, memohon pada Tuhan yang tidak pernah dipercayainya itu.....

Jungkook melihat Jimin tertidur layaknya seorang anak kecil di atas ranjangnya sambil memegang album fotonya sewaktu kecil. Terlihat senyum kecil menghiasi wajah Jimin.

Jungkook berharap Tuhan mau mengabulkan permohonannya untuk menjadikan Jimin sebagai takdirnya. Berharap Tuhan membuatnya terikat benang merah dengan Jimin. Ia dengan sangat hati-hati berjalan perlahan dan berjongkok di tepi ranjangnya. Tangan kanannya terangkat, dengan sangat lembut dan hati-hati ia mengelus pipi tembam Jimin, merasakan bagaimana lembutnya pipi putih bak bakpao cina itu di kulit tangan Jungkook. Jungkook bangkit, ia berdiri dan melangkah ke arah pojok kamar sembari memandangi Jimin, sama sekali tidak berani bernafas karena takut membangunkan pemuda manis itu serta merusak kebahagiaan kecilnya saat ini.



To Be Continue.....

Endless Love [KM] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang