Hari sudah gelap, bulan telah menggantikan tugas matahari dan Chuuya yang lembur bekerja, telah kembali ke apartemennya dimana sang kekasih yang pasti sudah pulang.
Chuuya dengan pakaiannya yang sedikit berantakan, berjalan gontai menyusuri lorong apartemen lantai 13. Lelah dan sedih tercetak jelas di wajahnya. Matanya sedikit merah, entah karena baru saja selesai menangis atau menahan tangis. Yang jelas, saat ini Chuuya dalam keadaan kacau.
Chuuya's POV.
Dazai, maaf. Aku tak pernah menduga hal itu sebelumnya. Maaf. Maaf. Maaf. Aku benar-benar minta maaf, aku tak bisa mengatakannya padamu.
"Jika kau berani menceritakan hal ini pada siapapun. Jangan harap kau bisa bertemu atau mendengar suara Dazai lagi. Sedetikpun aku tak akan biarkan"
Aku takut Mori-san akan mencelakaimu jika aku menceritakannya. Aku takut. Aku takut jika aku harus kehilanganmu.
Chuuya's POV Off.
"Ah, rupanya aku sudah sampai ya", ucap Chuuya yang nyaris seperti bisikan.
Matanya yang memancarkan kesedihan, menatap sendu ke pintu kamar apartemennya. Dirinya masih terdiam, enggan mengetuk pintu. Kini, hati dan pikirannya sedang berperang.
Akhirnya, Chuuya mulai bergerak. Bukan untuk mengetuk pintu, melainkan kembali menjauh dari pintu kamar apartemennya. Tak bernyali menunjukkan pada Dazai tentang kekacauan yang terjadi pada dirinya. Segala yang ada pada dirinyapun tak akan pernah siap untuk kehilangan Dazai jika ia menceritakan yang sebenarnya.
Chuuya pergi, tanpa memberi tau Dazai ia akan kemana. Dirinya saat ini benar-benar tak bernyali untuk melihat atau berbicara dengan Dazai. Yang jelas, ia hanya ingin menenangkan diri sejenak, meskipun ia tau bahwa hanya Dazai yang bisa menenangkan dirinya. Tapi tidak untuk sementara waktu ini.
Mobilnya kembali ia kendarai menyusuri Yokohama. Mencari tempat untuk menenangkan diri. Di sepanjang perjalanan, pikiran dan hatinya terus berkelut. Bulir-bulir hangat sudah mulai berjatuhan membasahi pipi Chuuya.
Beberapa menit kemudian, mobilnya menepi di depan sebuah bar. Chuuya, memilih ke bar untuk menenangkan dirinya. Ia keluar dari mobil dengan mata sembab dan sedikit merah. Tapi ia tak lagi menangis, meskipun masih ada sedikit bekas air mata di sudut matanya.
Untungnya, saat ini bar sedang sepi. Hanya ada Chuuya dan seorang bartender saja.
"Wine satu", Chuuya memesan dan bartender segera menyiapkannya.
Tak butuh waktu lama, wine pesanannya datang. Ia belum meminumnya, tapi ia meraba saku jasnya. Mengambil kotak rokok dan sebuah korek gas. Sebatang rokok ia ambil, dan diselipkan di antara kedua bibirnya. Kemudian ia nyalakan korek untuk membakar rokoknya.
Merokok adalah kebiasaan Chuuya saat dirinya merasa stress atau sedang kacau. Ya, hanya dalam keadaan stress atau kacau Chuuya akan merokok.
•••
"Kau, memang benar-benar manis, Chuuya-kun"
Mori sibuk memperhatikan layar handphonenya, yang dengan jelas menampilkan foto Chuuya dengan pakaian yang berantakan. Tangan dan kakinya diikat. Mulut dan matanya ditutup. Juga, banyak tanda kemerahan di dadanya. Bukan ulah Mori, melainkan Dazai.
Tangan Mori sibuk menggeser layar handphone, yang bergantian menampilkan banyak foto Chuuya.
"Tunggu giliranmu, untuk mendapatkan hadiah dariku, Dazai-kun"
Tiba-tiba handphonennya berdering, dan menampilkan panggilan masuk. Dari Dazai. Mori menyeringai sebelum menerima panggilan tersebut.
•••
"Mori-san, apa Chuuya masih di kantor?", tanya Dazai to the point karena dirinya begitu mengkhawatirkan Chuuya.
Karena sudah berkali-kali Dazai menghubungi Chuuya, tapi tidak ada jawaban.
"Tidak, dia sudah pulang sejak 30 menit yang lalu"
DEG
Mata Dazai membulat. Sesegera mungkin ia menepis jauh-jauh pikiran negatif tentang Chuuya.
"Ah, begitu ya. Kalau begitu, terima kasih. Maaf mengganggu waktu istirahatmu, Mori-san"
"Tidak masalah, Dazai-kun"
Dazai benar-benar khawatir dengan Chuuya. Ia sudah menghubungi rekan-rekan kerjanya Chuuya, tapi tidak ada yang tau dimana Chuuya. Ia berusaha menenangkan pikirannya dan ia baru ingat. Tertinggal satu orang rekan kerja Chuuya yang belum ia hubungi, dan tangannya dengan cepat menelpon orang tersebut.
"Akutagawa-kun kau tau dimana Chuuya?", lagi-lagi Dazai to the point.
Ia benar-benar khawatir.
"Ah, Dazai-san. Tadi aku melihat mobil Chuuya-san terparkir di depan Gift Bar. Tapi aku tidak tau, itu benar-benar mobil milik Chuuya-san atau bukan", jelas Akutagawa.
"Arigatō, Akutagawa-kun"
Dazai langsung memutus panggilan dan segera keluar dari kamar apartemennya.
"Ku harap yang di Gift Bar itu benar-benar kau, Chuuya"
Saat sampai di lantai dasar apartemen, Dazai berlari keluar, mencari taxi untuk menuju tempat yang diduga Chuuya berada disana.
Dazai beruntung, karena beberapa detik kemudian setelah Dazai sampai di pinggir jalan, taxi datang. Dazai langsung memberhentikan taxi dan masuk."Gift bar", Dazai mengucapkan langsung tujuannya ke supir, dan sang supir mengangguk mengerti.
Selama perjalanan ke Gift Bar, Dazai terus berusaha menghubungi Chuuya yang lagi-lagi tidak ada jawaban.
•••
"Chuuya!"
Dazai telah sampai di Gift Bar, dan langsung menghampiri Chuuya yang tidak sadarkan diri. Kepalanya tergeletak di meja bar. Ada gelas yang masih tersisa sedikit wine, juga ada beberapa puntung rokok.
"Chuuya", Dazai menepuk-nepuk pipi Chuuya perlahan.
"Chibi, bangun. Bar bukan tempat untuk tidur"
Perlahan Chuuya membuka matanya.
"Ayo pulang, Chuuya", Dazai tersenyum hangat meskipun ia tau bahwa Chuuya belum sepenuhnya sadar.
Kemudian, Dazai mengirim pesan ke Akutagawa untuk segera ke Gift Bar tanpa membawa kendaraan pribadi. Karena nantinya Akutagawa akan mengendarai mobil Chuuya untuk mengantar Chuuya dan Dazai kembali ke apartemen. Bukan Dazai tak mau mengendarai sendiri mobil Chuuya, tapi ia sadar diri jika ia kacau dalam berkendara.
•••
Dazai dan Chuuya sudah sampai di kamar apartemen mereka. Akutagawa pamit dan Dazai tak lupa berterima kasih pada Akutagawa. Dazai juga memberi uang untuk Akutagawa naik taxi.
"Kau benar-benar membuatku khawatir, Chibi"
Diletakkannya tubuh Chuuya di sofa. Chuuya memang sudah sadar, tapi sedikit rasa pusing masih bersarang di kepalanya.
Cup
Sekilas, Dazai mengecup bibir Chuuya.
"Aku tau kau belum makan malam. Tunggu sebentar ya, Chuuya"
Dazai tersenyum, lalu pergi ke pantry. Membuatkan makan malam untuk Chuuya dan juga dirinya. Makanan apa yang ia siapkan? Tentu saja makanan instan.
Kemudian, setelah makan malam, Chuuya membersihkan diri, lalu tidur. Dazai tak bertanya pada Chuuya tentang apa yang membuatnya kacau, meskipun dirinya begitu khawatir. Dazai memilih untuk membiarkan Chuuya beristirahat.
"Oyasumi, Chibi"
Dikecupnya kening Chuuya beberapa saat oleh Dazai, kemudian Dazai menyusul Chuuya pergi ke alam mimpi.
•
•
•
•
•~To be Continued~
Thank u untuk yg uda vote
(◠‿・)-☆
See u in the next chapter ( ◜‿◝ )♡
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Loyalty
RomanceKesetiaan bukan tentang siapa yang paling lama bersama, tapi tentang diri yang mengerti hatinya milik siapa. Hal itu akan dibuktikan di hubungan Dazai dan Chuuya. ••• Bungō Stray Dogs © Kafka Asagiri Cover and story © Mozza666 ••• 🎖️ #1 double blac...