26. Ring

779 75 3
                                    

Saat ini, Chuuya ditemani oleh Dazai dan Kouyo. Chuuya yang sempat pingsan dalam perjalanan ke rumah sakit akhirnya sadar. Membuat rasa khawatir Dazai dan Kouyo sedikit berkurang.

"Dazai."

Begitu sadar, nama yang pertama disebut adalah Dazai. Chuuya menoleh ke kiri ranjangnya, ada Dazai yang duduk dengan kekhawatiran di wajahnya. Dazai mengangguk membalas panggilan Chuuya. 

Kemudian Chuuya menoleh ke kanan ranjangnya. Kouyo di sana, dengan ekspresi wajah yang sama seperti Dazai.

"Anee-san.", Kouyo menggangguk kemudian, "Kami di sini. Jika butuh sesuatu, katakan saja."

"Aku bermimpi..", merintih merasakan pusing yang sedikit masih terasa di kepalanya, Chuuya sekejap memejamkan matanya. Kedua alisnya menyatu, membuat kerutan di dahinya.

"Nanti saja ceritanya, tidurlah.", Kouyo mengusap dahi Chuuya.

Chuuya kembali menatap Dazai, tatapannya sendu dan pilu. Orang yang ditatap tidak tahu semua perasaan yang ada di balik tatapan itu. 

Setelah beberapa menit Chuuya memejamkan matanya kembali untuk tidur, Kouyo mengajak Dazai untuk duduk di sofa yang tak jauh dari ranjang Chuuya.

"Kouyo-san, silakan tidur saja lebih dulu jika sudah mengantuk. Biar aku yang berjaga.", Dazai menepuk-nepuk bahu Kouyo dan hanya dibalas dengan anggukan.

Kouyo bersiap tidur, Dazai kembali duduk di kursi yang ada di samping ranjang Chuuya. Menatap Chuuya yang terlelap.

Aku merasa seperti pernah merasakan keadaan ini, pikir Dazai yang masih menatap Chuuya.

Karena malam semakin larut, akhirnya Dazai memilih untuk tidur. Dengan posisi duduk di samping ranjang Chuuya.

Paginya Kouyo bangun lebih dulu. Kemudian disusul oleh Chuuya dan Dazai yang merasa ada gerakan di ranjang tempat ia merebahkan kepalanya, akhirnya ia ikut terbangun.

"Ohayou Chuuya, Kouyo-san.", sapa Dazai dengan mata yang masih mengerjap mencoba memperjelas penglihatannya.

"Ohayou.", dijawab oleh keduanya bersamaan.

Setelah merasa benar-benar sudah terbangun dari tidurnya, Dazai berpamitan untuk ke taman rumah sakit dengan niat menghirup udara segar dan sedikit berolah raga.

Merasa Dazai sudah cukup jauh dari kamar rawatnya, Chuuya meminta Kouyo untuk mendengarkannya baik-baik. "Anee-san, aku ingin bercerita tentang mimpiku. Aku hanya akan menceritakannya padamu untuk saat ini. Tolong simpan ceritaku ini untuk dirimu sendiri."

Kouyo tersenyum, kemudian mengangguk mengerti. Lalu Chuuya mulai menceritakan mulai dari dirinya yang sendirian di balkon dan kemudian Dazai menghampirinya, sampai dirinya terbangun karena mimpi buruknya.

Hati Kouyo terasa seperti diiris. Bukan karena mendengar cerita tentang mimpi buruknya Chuuya, melainkan karena bagaimana ekspresi wajah Chuuya saat menceritakan mimpi buruknya.

Terlihat begitu lelah, menyedihkan dan suram secara bersamaan.

"Mou ii yo.. itu hanya mimpi, jangan dianggap serius.", bermaksud menenangkan Chuuya, Kouyo mengusap bahu kanan Chuuya dengan senyuman hangat yang mengembang di wajah cantiknya.

Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, dan sudah waktunya para pasien rumah sakit untuk sarapan. Begitupun dengan Chuuya yang kemudian kedatangan perawat yang membawakan sarapan untuknya.

"Waktunya sarapan, Nakahara-san.", kata perawat dengan ramah yang sibuk menata sarapan di atas meja yang menyatu dengan ranjangnya.

Chuuya mengangguk, "Arigatou."

[✓] LoyaltyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang