19. Suicide

934 91 18
                                    

Seorang diri duduk di kursi kerjanya yang ada di kamar. Sejak tadi, sebuah amplop yang di pegang Atsushi hanya di putar-putar saja. Tidak berani membuka dan membacanya meskipun rasa penasaran masih menetap dalam dirinya sejak Dazai menitipkan amplop itu padanya.

Amplop yang berisi surat rahasia dari Dazai untuk Chuuya.

"Hanya dibuka tapi tidak dibaca tidak apa-apa kan?", Atsushi bermonolog dengan jarinya yang bergerak membuka amplop tersebut.

Amplop terbuka, terlihat sedikit bagian atas dari selembar kertas putih. Atsushi menjauhkan wajahnya sedikit, memalingkan wajahnya dari amplop itu dengan mata terpejam sebelah dan melirik ke arah kertas yang ada di dalam amplop itu.

Ditariknya perlahan kertas itu keluar dari amplop. Mulai terlihat tulisan bertinta hitam, Atsushi sedikit menjauhkan wajahnya lagi. Menarik kertasnya lagi hingga keluar dari amplop.

Terlihat sekilas tulisan yang cukup banyak namun tak dibaca oleh Atsushi. "Ah, gomenne Dazai-san", kemudian Atsushi kembali memasukkan kertas itu ke dalam amplop dan menyimpannya di dalam lipatan baju lama yang tak lagi ia pakai.

Karena malam yang telah larut dan besok harus kembali bekerja, Atsushi memutuskan untuk segera tidur.

•••

Sarapan sudah terjajar rapi di atas meja makan. Tidak begitu banyak, namun cukup untuk tiga orang makan. Kōyō yang bangun lebih awal dari Dazai dan Chuuya telah menyiapkan itu semua.

Meskipun masih berstatus lajang, saat ini Kōyō sudah seperti single parent yang mengurus satu anak dan menantunya. Mengurus anak yang sakit, yang jika ingin melakukan sesuatu terkadang harus memerlukan bantuannya. Mengurus menantunya yang aneh dan bodoh dalam urusan pekerjaan rumah.

Jika dilihat dari sudut pandang orang lain, mungkin mereka akan bilang itu merepotkan. Tapi bagi Kōyō meskipun itu merepotkan, ia tulus melakukannya. Alasan paling utamanya adalah Chuuya. Lalu, alasan selanjutnya adalah karena statusnya yang masih lajang, dan ia yang bisa membagi waktu, jadi tidak menyulitkan urusan pribadinya.

Mereka bertigapun sarapan, dengan sedikit perbincangan ringan mengiringi. Setelah selesai sarapan, tiba-tiba Dazai bangun dari duduknya, membawa peralatan makan yang kotor ke pantry. Hanya diletakkan di sana, tidak dicuci. Karena sebelumnya Dazai pernah mencuci peralatan bekas makan tapi alhasil dua mangkuk dan satu piring pecah dan karena kejadian itu Chuuya melarang Dazai untuk melakukannya lagi.

Dari pantry, kembali lagi Dazai ke meja makan.

"Dazai, kau tidak mencucinya kan?", ditatapnya Dazai oleh Chuuya.

Yang ditanya hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban. Sementara, Kōyō yang duduk di samping Chuuya terkekeh, "Pasti kau takut ada yang pecah lagi kan, Chuuya? Eheheh, sudah nanti biar aku saja yang mencucinya".

"Anee-san, arigatō karena mau repot-repot mengurus kami", Chuuya berkata sopan.

Kōyō tersenyum, "Tidak masalah".

Kemudian Chuuya beralih lagi pada Dazai, "Kau memang benar-benar buruk dalam urusan mengurus rumah. Masak saja hanya bisa makanan instan, heh!".

Dazai tidak marah dibilang seperti itu oleh Chuuya, karena itu memang kenyataan dan ia mengakui itu. Tapi kemudian, "Aku akui itu, tapi jika urusan ranjang kau sudah tahu kan, Chibi?". Alis Dazai turun naik dengan senyuman menggoda di bibirnya.

Setelah mengucapkan kalimat memalukan itu tanpa sedikitpun rasa malu, tawa Dazai pecah.

Dengan cepat Chuuya mencabut bunga hiasan dari vas yang ada di meja, dan menyumpalnya ke mulut Dazai yang masih tertawa.

[✓] LoyaltyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang