25. Suicide (2)

771 76 13
                                    

Gak usah banyak basa-basi, langsung aja dah..

Happy reading✨

~~~

Hari ini Gin datang menjenguk kakaknya lagi. Dia bersiap kemudian setelah lima belas menit ia berangkat.

Sampai di sel tempat Akutagawa ditahan, Gin melihat kakanya itu yang berwajah dingin seperti tidak peduli pada apapun, seperti biasa.

"Bagaimana kabarmu?", kalimat pertama Gin pada Akutagawa sebagai sapaan.

Tanpa menatap lawan bicaranya, Akutagawa menjawab, "Baik."

Gin tersenyum tipis, "Sore wa yokatta ne.."

"Dazai-san.. bagaimana kabar dia?"

Masih sama, Akutagawa masih saja ingin tahu tentang Dazai. Gin menghembuskan napas berat sebelum menjawab, "Dia baik-baik saja, banyak orang menjaganya."

Dalam jawaban Gin, ada sedikit kebohongan di baliknya. Kebenarannya adalah Dazai memang baik-baik saja yang dalam artian bahwa Dazai telah sadar dari koma. Lalu kebohongannya adalah setelah bangun dari koma, Dazai menderita amnesia. Gin tidak ingin memberitahu Akutagawa, tidak ingin juga Akutagawa banyak bertanya. Gin hanya ingin Akutagawa sadar bahwa Dazai sudah ditakdirkan untuk Chuuya dan Akutagawa harus menerima itu.

"Kalau begitu, jika kau ke sini lagi lain hari, bawa Dazai-san bersamamu. Aku ingin bertemu dengannya.", pinta Akutagawa yang hanya dibalas anggukan oleh Gin.

Gin membalas dengan anggukan, lagi-lagi karena tidak ingin Akutagawa banyak bertanya.

"Kalau begitu, ini aku bawakan makanan untukmu. Aku akan pulang. Berkelakuan baiklah di sini."

Pulanglah Gin setelah memberi makanan pada Akutagawa.

•••

Langit sudah menampilkan warna jingganya, jalanan masih dipadati banyak orang dan kendaraan yang berlalu lalang. Sambil menikmati hal itu, Chuuya yang sudah sejak tadi pulang bekerja, memilih duduk di balkon seorang diri.

Di apartemennya saat ini hanya ada dirinya dan Dazai. Kouyo masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan dan kemungkinan akan melewatkan makan malam bersama. Karena hal itu, Chuuya akan menyiapkan makan malamnya bersama Dazai seorang diri.

Terdengar langkah kaki mendekat ke arahnya dari belakang, Chuuya menoleh dan matanya menangkap Dazai yang sedang tersenyum padanya. Kemudian Dazai duduk di samping Chuuya, ikut menikmati senja. Angin terus berhembus menerpa kulit mereka berdua.

Mata mereka berdua tertuju pada suatu yang membuatnya menarik. Chuuya menatap hamparan jingga yang luas, sedangkan Dazai menatap ke arah Chuuya. Yang di tatap tidak menyadari hal itu, sepertinya sedang sibuk menikmati keindahan atau sedang menyelami pikirannya.

"Kirei.", suara rendah dan dalam terdengar di telinga Chuuya.

Masih menatap langit, Chuuya terkekeh lalu membalas suara dari orang di sebelahnya, "Kau benar. Langit senja memang indah. Aku suka senja, tapi di sisi lain aku juga benci senja. Yang aku benci adalah karena ketika dia memberikan keindahan yang membuat sebagian orang jatuh cinta padanya, dia akan pergi begitu saja kemudiannya. Tapi yang aku suka adalah karena senja selalu berjanji, berjanji untuk kembali."

Untuk beberapa detik, tidak ada lagi suara dari keduanya. Masih sibuk dengan masing-masing objek yang dipandangnya. Hingga kemudian bibir Dazai melengkung membentuk senyuman lalu kembali bersuara.

[✓] LoyaltyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang