17. Revealed

903 91 3
                                    

Mendengar Mori yang segera ingin tahu barang buktinya, Dazai akhirnya meraih saku celananya. Mengeluarkan barang bukti yang terbungkus rapi dengan plastik klip bening, dan diletakkan di atas meja agar semua bisa melihat dengan jelas.

Dazai menyeringai begitu melihat ekspresi mereka semua yang terkejut dengan jam tanganyang menjadi barang bukti. Terlebih melihat wajah pucat pemilik jam tangan tersebut yang kini ada di antara mereka, Dazai tertawa jahat.

"Aku tidak salah lihat kan?", Kōyō yang pertama berkomentar.

Semua mata tertuju pada Mori yang kebingungan dan pucat. Wajahnya tampak begitu panik dan bingung memikirkan kalimat yang akan ia keluarkan untuk menanggapi masalah yang sedang dihadapi. Bagaimana tidak? Jam tangan yang menjadi barang bukti itu adalah milik Mori.

"Mori-san kau tidak bisa lagi mengelak", tatapan Akutagawa memicing.

"Itu.. memang jam tanganku, dan memang beberapa hari lalu jam tanganku hilang lalu ku pikir aku hanya lupa meletakkannya di mana. Jadi, ku lupakan saja dan akan membelinya lagi jika aku ada waktu. Tapi soal Fyodor-kun yang menjadi korban pembunuhan, aku sama sekali tidak tahu", jelas Mori yang mengelus pergelangan tangan kirinya, tempat ia biasa memakai jam tangan.

"Mori-san, hanya penjahat yang terobsesi dengan ketenaran yang mengakui kejahatannya", Kōyō menatap tajam ke arah Mori.

Bukti sudah ada dan sudah diketahui pemilik dari barang bukti tersebut. Ingin mengelak seperti apa lagi Mori? 

Chuuya hanya diam, masih belum berkomentar lagi. Wajahnya menampakkan ekspresi yang sulit diartikan. Tapi matanya memperhatikan baik-baik orang yang ada bersamanya. Telinganya mendengarkan baik-baik apa yang mereka bicarakan. Pikirannya? entah apa yang sedang ia pikirkan saat ini, hanya dirinya yang tahu.

Dazai memainkan handphonenya, mengirimkan pesan pada seseorang.

"Mori-san, kau harus bertanggung jawab", ucap Dazai tenang dengan tatapan dingin yang jelas dapat Chuuya rasakan dan membuat Chuuya sedikit bergidik.

Tak lama kemudian, polisi sampai di apartemen Dazai dan Chuuya. Membawa Mori bersama mereka sebagai bentuk pertanggung jawaban Mori atas apa yang telah ia lakukan.

Setelah kepergian Mori yang dibawa oleh polisi, Akutagawa pamit pulang. Sedangkan Kōyō tetap tinggal, karena memang itu keputusannya yang untuk sementara waktu akan tinggal bersama dengan Dazai dan Chuuya.

•••

Selesai makan malam, Dazai, Chuuya dan juga Kōyō berkumpul di ruang tamu sambil berbincang ditemani dengan teh hangat yang dibuat oleh Kōyō. 

"Menurut kalian, apa motif Mori-san membunuh Fyodor?", setelah menyesap tehnya, Kōyō bertanya pada Dazai dan Chuuya.

"Heh.. Dendam pribadi sepertinya. Hanya itu yang aku pikirkan", meskipun terlihat acuh tak acuh, ada sedikit nada mengejek dari jawaban Chuuya.

Dazai menyandarkan punggungnya ke sofa, "Aku tak ingin memikirkannya. Lagi pula pihak kepolisian sudah mengurusnya".

"Ah ya, Kōyō-san anggap saja di sini seperti tempat tinggalmu sendiri. Terima kasih juga karena mau repot-repot untuk merawat Chuuya. Tapi..", Dazai menggantung ucapannya dengan wajah yang seolah-olah memikirkan sesuatu.

Sebuah senyuman jahil terukir di wajah Dazai, membuat Kōyō dan Chuuya menatapnya bingung sekaligus penasaran.

"Apa?", Chuuya menaikkan sebelah alisnya.

"Tapi aku harus bersabar untuk bisa bermain bersamamu, Chibi", Dazai menekankan kata 'bermain'.

Pipi Chuuya memerah. Geram dan menahan malu karena ucapan Dazai selalu saja sembarangan.

[✓] LoyaltyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang