01

12K 1K 16
                                    

Pasar yang tadinya damai dan lumayan sepi mendadak ricuh. Semua orang mulai berlarian menuju kumpulan orang yang tengah berkerumun di tepi jalan.

Aku penasaran dan refleks menarik baju orang disebelahku yang tengah sibuk membayar sate tusuk. "Kak, mereka sedang apa?"

Cedric menoleh cepat dan mengikuti kemana arah pandangku tertuju. Awalnya ia diam menyipitkan mata dan mencoba menebak sebelum bergumam panjang. "Kayaknya ada copet."

Aku menoleh pada Cedric. "Kok bisa ada di sini?"

"Yah namanya juga gendalangan, ayo pergi. Seleraku jadi hilang gara gara liat mereka tau," keluhnya menggenggam tanganku dan menyeret agar pergi dari tempat sana.

Namaku Charlina Mattias. Putri bangsawan kelas tinggi yang berumur sepuluh tahun. Lelaki di depan ini kakak tiriku. Kami beda tiga tahun dan bulan depan ulang tahun ke tiga belasnya.

Di umur ke delapan tahun aku pernah jatuh dari tangga karna tak sengaja di dorong Cedric sampai hampir mati. Untungnya selamat. Dan ajaibnya aku mendapat kembali ingatan di kehidupan sebelumnya secara utuh.

Bonusnya Cedric jadi dekat denganku. Lebih tepatnya sih overprotektif.

"Itu bukanya gelandangan, ya?" tanyaku mengoreksi berjalan di sebelahnya.

"Iya, serahmu deh bawel." Cedric menjawab ketus tanpa menoleh, malas meladeni padahal tengah menahan malu karna salah.

Kakakku ini orang yang cukup manis asal kau tau saja.

Beberapa bulan setelah mendapat ingatan kehidupan dulu, aku baru menyadari tentang dunia familier yang tengah ku tinggali. Ini adalah dunia dari novel yang dibuat iseng olehku dan temanku.

Di kehidupan dulu aku mati karna bertengkar akan plot akhir ceritanya dan berakhir terjatuh ke sungai. Untungnya sebelum terjun aku sempat menarik lengan temanku itu sehingga membuat kami jatuh bersama.

Dan sekarang aku hidup kembali sebagai salah satu karakter figuran. Antagonis yang muncul sedikit dan mati tak lama kemudian di tangan tokoh utama perempuan.

[Brugh.]

Dari arah depan seseorang menabrak tubuhku keras hingga genggaman tangan Cedric terlepas.

Sebelum jatuh, Cedric sudah berbalik cepat dan menangkup kepalaku agar tidak berbenturan dengan tanah. Ia menegakkan kakinya membuat orang yang menubrukku tadi langsung terjatuh.

Setelah membuatku duduk di tanah dengan hati-hati, Cedric berlari menahan pencuri itu dan menjatuhkannya dalam sekejap dengan lihai. Seketika kami menjadi tontonan semua orang.

"Kembalikan makanan adikku ga, brengsek?" Cedric memaki, mencengkram kuat leher si pencuri sampai terbatuk.

"I-ini hanya makanan. Bangsawan sepertimu kenapa perhitungan sih! Ka-kau saja bahkan bisa membeli tokonya!!" Protes pencuri itu tak terima.

Cedric yang emosi semakin mencengkram kuat leher anak itu dan mengeluarkan pisau kecil dari jubahnya lalu menahan tepat di atas bola mata kanan si pencuri. "Kau juga sudah menabraknya. Bosan hidup hah?!"

Pencuri cilik itu meronta ketakutan. "Akk!! Iya, iya ampun! Maafkan aku, maaf, maaf maaf!!"

Cedric menekan pisaunya semakin ke bawah membuat si pencuri menjerit histeris. "Mamaa!!!"

Aku berjalan mendekat dan menarik bahu Cedric untuk meminta berhenti. "Hentikan kakak, jangan berlebihan. Semua orang sedang melihat."

Cedric menoleh. "Dia menyentuh tubuhmu, tidak bisa di maafkan."

Mungkin bagi sebagian orang itu terdengar manis. Tapi aku yang merasakan merasa terbebani dan tertekan. Kalau kayak gini terus nanti aku kasihan sama suamiku dimasa depan.

"Jangan kakak. Kasihan dia, masih muda. Hidupnya masih panjang." tuturku masih sabar.

"Dia menyentuh tubuhmu, berarti bosan hidup." Kukuh Cedric keras kepala.

"Mamaa!!" Pencuri itu mulai menangis.

Aku menghela nafas kesal dan menarik baju Cedric agar menyingkir dari sana. "Kakak sudah, kita bisa beli satenya lagi lain kali. Ayo pulang saja, nanti dicariin ayah!"

Walau sembari memasang wajah masam dan berdecak kesal, Cedric akhirnya menurut.

Anak itu bangkit dan menepuk bajunya yang kotor. Si pencuri menatap sinis kearahku dan Cedric bergantian. Berusaha mengingat wajah kami sembari menyimpan rasa dendam terkesumat.

Namun Cedric yang sudah punya mimik wajah seram dari lahir balas melotot. Ia memamerkan pisaunya lagi mengancam membuat si pencuri langsung lari ketakutan.

***

Alasan utama kenapa hari ini aku meminta pulang lebih awal adalah karna prolognya akan segera di mulai.

Setelah kepala penjaga membuka kan gerbang untuk kami masuk, tak lama kemudian suara telapak kaki kuda membawa kereta terdengar mendekat.

Cedric menoleh bingung. Padahal biasanya jika ada yang datang kerumah kapanpun itu selalu dirinya yang paling pertama tau. Tapi tidak dengan kali ini sehingga membuatnya terasa mengganjal.

"Anak anak, kalian sudah datang?"

Segera Cedric menoleh dan tersenyum senang melihat Kalson sudah menunggu kedatangan kami di depan pintu rumah. Lelaki tua itu sedikit berlari saking semangatnya untuk menemui kami.

"Aku sempat hawatir terjadi sesuatu karna kalian terlambat. Jadi syukurlah kalian datang selamat!" Jelas Kalson mengungkapkan kekhawatirannya sembari tersenyum lebar.

Cedric memasang wajah cemberut. "Ayah tau tidak? Tadi di pasar, ada yang menab-"

Belum sempat Cedric menyelsaikan perkataanya, Kalson yang sudah merentangkan tangan bersiap memeluk malah semakin berlari melewati kami berdua.

Cedric mengerutkan kening kesal. Ia menoleh kebelakang dan terdiam mematung mendapati ayahnya yang menggendong anak perempuan lain di belakang sana.

Tak lama kemudian seorang anak laki laki yang sekira seumuran denganku menyusul keluar dari dalam kereta dan ikut menghampiri Kalson.

Api cemburu langsung menguasai tubuh Cedric. Genggamannya seketika mengeras membuatku mengaduh kesakitan. Cedric menghiraukan hal itu. Interaksi yang terjadi di depan matanya jauh lebih menyakitkan.

Ini adalah awal mula dari novel [Love Is War.] Tentang kedatangan anak kembar tak di inginkan ke dalam keluarga bangsawan tinggi dan menjadi Ratu di masa depan.

Ah, aku jadi sedikit takut melihat wajah Cedric yang semakin menggelap. Aku bisa tidak ya melewati bagian ini dengan lancar seperti di novelnya?

Villain Also Has A Reason [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang