21

1.6K 266 1
                                    

Hari itu langit nampak begitu gelap berbeda dari biasanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari itu langit nampak begitu gelap berbeda dari biasanya. Awan berwarna hitam bergerak lebih cepat, berkumpul di satu titik seolah bersiap menguyur tanah dengan air.

Hasil dari datangnya badai angin tadi adalah kekacauan di taman utama yang berada di depan Kastil. Begitu penuh oleh dedaunan dan bunga yang patah dari tangkainya.

Pandangan Charlina bergerak melirik kesekitar. Bingung melihat begitu ramai para Kesatria dan pelayan berlarian mempersiapkan sesuatu.

Itu membuat keningnya spontan mengkerut. Tak enak hati melihat wajah mereka semua yang memasang ekspresi khawatir, takut, dan sedih yang bercampur.

Perasaan sesak dan mencekik leher menyelimuti tubuhnya seketika. Dejà vu menyakitkan membuat pikiran Charlina kalut.

Namun Charlina berusaha tak peduli. Dari sekian banyaknya pemandangan aneh, ada satu hal yang lebih menarik perhatiannya.

Gadis itu melangkah mendekati punggung seseorang yang dirinya kenal baik. Memakai jubah besar dan berseragam besi. Sang pemimpin pasukan keluarga Mattias.

Jendral Frech.

"Paman, apa terjadi sesuatu?" Tanya Charlina setelah berdiri tepat dihadapan Frech.

Lelaki tua berbadan tegap dan berwajah seram itu berhenti bicara dengan orang di depannya dan menoleh. Terkejut mendapati Charlina yang entah sejak kapan sudah ada di sana.

"Iya, nona." Jawab Frech jujur.

"Apa anda Nona Charlina?" Pria bertubuh besar yang berdiri disamping Frech angkat suara.

Charlina menoleh dan mengangguk kecil sebagai respon. Ia balik bertanya, menanyakan identitas dari lawan bicaranya.

Melangkah semakin mendekat, lelaki itu tersenyum lebar lalu berjongkok agar bisa berbicara nyaman dengan Charlina. Bibirnya terbuka hendak bicara namun tak jadi ketika Frech menarik punggungnya kebelakang.

"Tidak boleh." Cegah Frech berbisik.

"Tapi dia harus tahu! Kapan lagi jika bukan sekarang?" Pria itu membalas.

"Tapi nona sedang ulang tahun, kau tahu? Bagaimana perasaanmu jika diberitahu seperti itu dihari istimewamu?" Frech yang geram mengerutkan kening emosi.

Lelaki itu lantas terdiam. Menoleh kearah Charlina yang mulai ketakutan melihat pertengkaran orang dewasa di depannya.

Dia berdecih kemudian menggerutu. "Kalau begitu kau yang kasih tau!"

Dengan perasaan kesal lelaki itu berlalu pergi dari sana. Meninggalkan Frech, Charlina dan kepala pelayan dalam suasana canggung. Bahkan meski waktu telah berlalu cukup lama Frech masih tetap bungkam. Enggan untuk menjelaskan.

Komandan pasukan yang selalu terlihat tegas dan galak itu untuk pertama kalinya menunduk dihadapan anak kecil. Begitu takut meski hanya melihat lawan bicara. Tak tau membutuhkan waktu berapa lama untuk mengumpulkan keberanian.

"Semua baik baik saja paman?" Charlina kembali bertanya.

Frech semakin menunduk dan mengepalkan kedua tangan. "Tidak."

Percakapan yang sungguh singkat. Keheningan mulai terjadi. Bibir Charlina terbuka ingin bertanya lagi namun menarik kembali keputusannya melihat dua orang lelaki berlari terburu buru kearahnya.

Lari mereka cukup cepat hampir seperti angin dengan ekspresi wajah penuh kepanikan. Tepat sebelum para kesatria itu berlalu melewatinya, Charlina menoleh sekilas dan langsung membeku di tempat.

Tanpa sengaja ekor matanya menangkap hal tak terbayang yang begitu menakutkan. Dua kesatria itu berlari membawa tandu yang dibuat asal dengan seorang anak lelaki tak sadarkan diri di atasnya.

Tanpa bertanya pun Charlina tau jelas siapa itu. Entah habis pergi dari mana, Charlina terkejut bukan main sampai tak bisa mengeluarkan kata kata melihat Elias yang pulang dengan digotong kesatria.

Seluruh tubuhnya begitu kotor. Penuh akan darah yang kental sampai menutupi seluruh wajahnya. Jantung Charlina serasa berhenti. Gadis itu seketika ambruk ke tanah, namun kepala pelayan yang dibelakangnya langsung menangkap dengan sigap.

Nafas Charlina mulai tidak teratur. Padahal belum lama waktu berlalu sejak Elias bicara dan memohon padanya agar menerima Kukis buatan Elina dan kini dia melihat kembali lelaki itu dalam keadaan tak wajar.

Rasanya sesak. Itu mengingatkan kembali Charlina pada memori dimana ia melihat jasad Alanis. Tangan Charlina terulur mencoba meraih Kepala pelayan.

"Kak Caester mana? Tolong panggil dia, bawa dia kemari!" Charlina memekik spontan.

Ia tak mau lagi berada di sana dalam waktu cukup lama. Charlina mau kembali masuk ke dalam. Siapa saja tolong bawa dirinya masuk.

Kepala pelayan tanpa sadar ikut panik. "Apa nona belum tahu? Tuan muda sudah lama pergi untuk menempuh pendidikan."

Charlina kemudian terdiam. Pantas saja selama ini ia tak lagi melihat Caester yang bagai iblis selalu datang kepadanya tanpa di undang dan muncul di tempat tak terduga. Ternyata anak itu pergi.

Tapi, menempuh pendidikan? Jelas Charlina tidak bisa percaya itu.

Caester adalah anak haram yang sampai akhir hayat Kalson pun tidak pernah diakui olehnya mengapa tiba tiba dikirim untuk menempuh pendidikan? Cedric yang setahun lebih tua darinya saja belum mulai pergi.

"Lalu dimana ayah sekarang? Apa dia sudah pergi? Aku mau bicara dengannya!"

Tak cukup puas diri untuk menyerah, Charlina kembali berteriak. Seluruh tubuhnya bergetar. Gadis itu ketakutan sampai kedua matanya berkaca kaca berusaha menahan air mata yang sebentar lagi akan tumpah.

Kerutan dikening Kepala pelayan bertambah. Ia hanya akan semakin merasa bersalah jika menjawab pertanyaan Charlina tapi juga tak punya alasan untuk berbohong.

"Tuan Duke sudah pergi sebelum matahari terbit tadi pagi, Nona." Jawab Kepala pelayan yang refleks menutup mata enggan untuk melihat ekspresi Charlina selanjutnya.

Charlina terdiam untuk kesekian kalinya. Kepalanya perlahan tertunduk, menatap sendu kedua tangannya yang bergetar hebat. Pertahanannya telah runtuh saat itu juga. Setetes air mata berhasil lolos membasahi pipinya.

Keramaian. Taman yang luas, ekspresi sedih semua orang serta hujan gerimis. Entah sejak kapan itu menjadi ketakutan terdalam Charlina. Dia mengalami trauma dimana tempat dan suasana seperti itu membuatnya merasa sesak.

"Kabar duka!!"

Tak berapa lama terdengar suara teriakan seseorang di gerbang Kastil. Terlihat pria tua berpakaian putih dengan lambang Kekaisaran berdiri. Ia menyingkir kesamping beserta beberapa kesatria lainnya lalu membungkuk hormat.

Sebuah kereta datang. Dua kesatria turun dari sana membawa tandu dan melangkah masuk ke taman. Tandu itu kemudian diletakan tepat di atas tanah dihadapan Charlina dengan kain putih besar menutupi tubuh seseorang.

Villain Also Has A Reason [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang