Bibir tertarik mengukir senyum sarkistik. Kalson terkekeh sembari mengubah posisi duduk dengan menaikkan salah satu kaki ke kaki lain. Punggungnya yang tegap di senderkan ke dada kursi.
"Jadi maksudmu, Kaisar menolak permintaanku begitu?" tanya Kalson, memperjelas maksud dari perkataan pria yang berdiri di depannya.
Pria itu seketika menelan ludah kecut. Tatapan Kalson tidak terlihat tajam. Dia hanya berseringai dan menampilkan ekspresi terkejut bercampur kecewa tapi entah mengapa mampu membuat lawan bicara merasa tertekan.
Frans bisa merasakannya. Tuan Duke yang baru menginjak kepala tiga itu terlihat tak biasa. Dibanding meluapkan emosi tidak berguna dan mencoreng martabat, Kalson malah melakukan hal berbeda.
Bagaimana cara menjelaskannya. Rasanya seperti keluar aura hitam di punggung lelaki itu sampai bisa melahap apapun disekitarnya.
"Karna itu sebagai permintaan maaf," Kalson bergumam panjang membaca kembali isi surat yang tengah di pegang. "dia ingin menyatukan dua keluarga dengan menikahkan putranya pada putriku."
Bibir itu dengan cepat bergerak turun. Ekspresi Kalson berubah serius dalam sedetik dan sorot mata berubah tajam seolah akan keluar api dari sana.
Bahkan Frans yang tidak di tatap saja refleks menunduk saking takut dan merindingnya.
"Ini lucu. Aku baru tau jika orang kolot itu punya selera humor yang rendah!" Seberapa cepat ekspresi itu berubah, secepat itu juga raut Kalson kembali seperti semula.
Menghina pemimpin Negara adalah sebuah kejahatan dan merupakan tindakan tidak terpuji. Tapi bagaimanapun Kalson nampak tak peduli. Ia mencibir secara terang terangan meski tau bahwa orang yang ada di depannya seorang Perdana Menteri.
Orang yang berada dekat di sisi Kaisar itu sendiri.
"Saking lucunya sampai aku tidak mau tertawa dan merasa ingin muntah." Dalam satu detik, Kalson tertawa lalu berhenti untuk menaruh kertas ke meja dengan cara menggebraknya.
"Putriku baru kehilangan ibunya, sekarang dia ingin aku menikahkannya secara politik? Kaisar bangsat." Kesabaran Kalson mencapai batasnya. Dia tidak peduli lagi jika umpatannya akan diadukan atau tidak.
Emosinya meluap. Ingin sekali Kalson membakar tumpukan dokumen di depan yang barusaja di tanda tangan maupun menghancurkan beberapa barang disekitarnya. Tapi akal lebih dulu menyadarkannya.
Kalson kemudian menarik nafas panjang untuk menahan kembali amarahnya agar bisa dilampiaskan saat ada kesempatan.
Wajahnya yang tertekuk kembali melembut dan bibir terukir membentuk senyum.
"Tuan Frans, apa aku boleh minta pendapatmu?" Kalson bertanya sembari menangkup pipi dengan tangan kanan.
"Iya?" Meski sedikit kebingungan, Frans menjawab ragu.
"Menurutmu, aku harus terima atau tolak permintaan Kaisar ini?"
Tak ada seringai. Kini terganti dengan senyuman kapitalis yang tercampur bumbu ancaman.
Dengan susah payah Frans menelan ludah. Ia mengumpulkan tekad untuk menjawab tapi ketika bibirnya terbuka hendak bicara entah mengapa firasatnya mengatakan sesuatu yang buruk akan terjadi.
Seolah kepalanya akan terpisah dari tubuh jika berani menjawab pertanyaan Kalson.
***
"Pernikahan ya?" gumamku mengulang ucapan Raya sembari menatap kosong ke depan.
Pagi hari tadi aku melihat salah satu anggota rombongan Istana yang baru datang kemarin, pergi menuju ruang kerja Kalson. Charyn mengatakan sesuatu tak enak tentang itu membuatku melakukan pencegahan dengan mengirim Raya agar menguping apa yang terjadi disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Villain Also Has A Reason [END]
FantasyTepat setelah berkelahi cukup sengit dengan teman, aku jatuh ke sungai karena didorong olehnya dan mati tenggelam kehabisan nafas. Bagaikan sebuah keajaiban yang datang di waktu mendesak, cahaya terang kemudian datang begitu menyilaukan mata. Pand...