Dua orang tua menyebalkan itu benar benar menghiraukan keberadaan kami bertiga sepenuhnya. Kemarin tepat setelah berciuman, mereka bangkit dari kursi dan pergi menuju kamar entah ingin melakukan apa.
Benar benar tidak mencerminkan potret seorang bangsawan kelas atas.
Aku bahkan harus berpikir keras untuk mencari alasan setelah selsai makan siang waktu itu agar bisa pergi dan tidak berurusan lebih dari itu dengan si kembar.
Terutama setelah kejadian aneh saat tangan Elina dan aku bersentuhan. Semacam terdapat sengatan yang mengalir samar masuk kedalam tanganku.
"Lagi mikirin apa?"
Secara mengejutkan, Cedric tetiba muncul dan berdiri di depanku. Wajahnya begitu dekat bahkan membuatku sampai bisa mendengar suara nafasnya yang memburu seperti habis berlari.
Buku tebal yang tengah ku pegang seketika terlepas dan jatuh dengan sisi ujungnya tepat menghantam jari kaki kiri Cedric.
Anak lelaki periang itu berteriak kesakitan. Ia meringis, meloncat loncat menggunakan satu kaki dengan kaki lainnya ia pegang karna sakit.
"Maaf." gumamku santai, meraih kembali buku di lantai.
"Argh!!"
Cedric berteriak lebih kencang dan menjatuhkan diri ke lantai dengan sengaja lalu memeluk kaki kirinya yang tadi terkena ujung buku milikku.
Aku yang kaget karna teriakannya kembali menjatuhkan buku.
Apa memang sesakit itu?
Karna sedikit penasaran saat itu juga aku melangkah mendekati Cedric.
"Beneran sakit?" tanyaku berjongkok di depannya.
Cedric mulai diam, berhenti merengek meski tetap memegangi kakinya sembari memasang wajah menahan tangis.
Merasa sedikit bersalah, aku membantu melepas sepatu Cedric untuk memeriksa keadaan kakinya. Anak itu bahkan sampai berteriak heboh ketika tanganku menyentuh telapak kakinya langsung.
Sepatu itu sepenuhnya dilepas. Jenjang kaki yang putih nan mulus terlihat. Di jari kaki bagian kelingking Cedric terlihat sedikit goresan yang teramat kecil.
Melihat hal itu aku langsung menatap sinis Cedric dan menyibir tak terima karna di kerjai. "Kakak bercanda?"
Cedric terkekeh tanpa dosa. "Habis kau serius sekali daritadi. Mikirin apa, sih?"
Tanpa menjawab pertanyaan Cedric lebih dulu, aku mendengus sebal dan bangkit. Mengambil buku yang tergeletak disebelah kakinya dan berlalu pergi.
Cedric yang melihat hal itu langsung buru buru memasang sepatunya lagi dan berdiri. Ia berlari mengejar dan menyeimbangi langkahku yang sudah berjalan berdampingan dengannya.
"Pasti hadiah untukku, kan?" Ujarnya tiba-tiba.
Seketika langkahku terhenti. Aku menoleh dan menatap Cedric dengan tampang penuh kebingungan.
Hadiah?
"Hehe. Kenapa kau bingung begitu? Aku ga masalah kok mau diberi hadiah apapun asal darimu." tuturnya mengelus puncuk kepalaku.
Cedric bicara apasih dari tadi? Aku sungguhan ga ngerti.
"Oh, akhir akhir ini aku juga berlatih memasak daging loh, Calin!" Cedric berseru. "Aku percaya diri dengan rasanya dan tak sabar untuk dicicipi olehmu di hari ulang tahunku besok."
Bagai di sambar petir di siang bolong, jantungku berhenti berdetak saat mendengar itu. Sekali lagi, buku yang ku genggam terlepas dan jatuh ke bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Villain Also Has A Reason [END]
FantasyTepat setelah berkelahi cukup sengit dengan teman, aku jatuh ke sungai karena didorong olehnya dan mati tenggelam kehabisan nafas. Bagaikan sebuah keajaiban yang datang di waktu mendesak, cahaya terang kemudian datang begitu menyilaukan mata. Pand...