Rambut seputih salju dan sehalus bulu miliknya nampak bersinar di terangi cahaya matahari yang turun menembus lebatnya dedaunan pohon.
Meski menelusuri hutan yang jalannya sedikit hancur selepas hujan di malam hari, itu tidak menghilangkan aura penuh kewibawaan Kalson. Ia berjalan di ikuti dua kesatria dibelakangnya dengan masing masing membawa pedang di pinggang.
Teriakan keras yang menggema, penuh akan rasa sakit dan penderitaan begitu jelas terdengar memekakkan telinga. Semakin jauh Kalson berjalan, makin kencang pula suara yang ia dengar.
Setelah melewati jalan setapak yang curam dan di kelilingi pepohonan lebat, Kalson sampai di lapangan yang luas dan terdapat rerumputan segar menyelimuti tanah.
Kalson melipat kedua tangan di dada dan tersenyum penuh rasa bangga menatap pemandangan indah yang menyilaukan mata jauh 10 meter di depan.
Di sana terlihat anak kecil dengan surai gelap duduk di atas sebuah tubuh yang terbujur kaku. Penampilannya begitu berantakan dan kotor, tercampur oleh tanah basah serta darah.
Entah itu yang keluar dari tubuhnya maupun berasal dari orang yang sudah tergeletak tak bernyawa di sekitarnya dengan gelimang darah membanjiri seluruh tubuh.
Seluruh giginya sudah tak terlihat, atau terlepas semua. Rahang yang patah dan wajah membengkak sampai tak terlihat jelas bentuknya. Caester baru berhenti memukul ketika lawan yang terlentang dibawahnya sudah tak melawan lagi.
"Kau brutal sekali ya, seperti Cedric. Kalian memang benar kakak dan adik," Kalson berkomentar setelah berjongkok disebelah Caester dan memandangi mayat seorang wanita di bawah anak lelaki itu.
Terbiasa jarang membuka mulut, kepalan tangan Caester dengan cepat berbicara. Atau lebih tepatnya melayang dan hendak menyerang lelaki di sampingnya.
Namun Kalson dengan gesit menghindar. Jantungnya berdetak cepat karna terkejut. Dalam hitungan sekian detik, darah menetes keluar dari pipinya yang sudah tergores panjang.
Kalson baru menyadari di dalam kepalan tangan Caester terdapat pisau kecil yang cukup tajam. Mungkin itu sebabnya mengapa lawan Caester sampai bisa berdarah hanya karna mendapat satu pukulan telak dari anak itu.
"Melihat kau masih lancar bicara omong kosong begitu, ternyata pukulanku kemarin kurang keras ya." Caester membalas.
Diantara wajahnya yang kotor penuh bercak darah dan mata sayu dengan kelopak mata hitam besar tanda tidak tidur selama beberapa hari, ujung bibir Caester tertarik membentuk seringai kecil.
Kalson tersenyum dan menggertakkan gigi disaat bersamaan. Dia ada di dalam perasaan antara kesal melihat sikap angkuh putranya sekaligus bangga usahanya beberapa hari ini melatih Caester telah menunjukkan hasil yang cukup bagus.
"Dasar anak congkak, kau hanya anak ingusan yang baru saja membangkitkan kekuatan. Kenapa besar kepala sekali?" Kalson mencibir.
Tangan kirinya terkepal kuat sampai keluar api kecil lalu diarahkan tepat pada pipi membuat luka gores itu perlahan menghilangkan dan sembuh tanpa bekas.
Senyum Caester melebar. Ia merasa kembali tertantang setelah sekian lama bosan menghadapi orang payah.
"Kalau begitu apa kau mau lihat kemampuan anak ingusan ini? Mau bertarung?!" Caester bangkit dari duduk dan berjalan mendekati Kalson.
Ia melayangkan tinju namun Kalson bisa menghindar dengan mudah. Dan ketika Caester menyerang lagi menggunakan tangan kiri, bersamaan itu juga ia menendang tulang kering Kalson membuat pria tua itu jatuh tersungkur ke tanah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Villain Also Has A Reason [END]
FantasyTepat setelah berkelahi cukup sengit dengan teman, aku jatuh ke sungai karena didorong olehnya dan mati tenggelam kehabisan nafas. Bagaikan sebuah keajaiban yang datang di waktu mendesak, cahaya terang kemudian datang begitu menyilaukan mata. Pand...