Seseorang pernah berkata jika suka dan benci itu terpisah oleh satu benang tipis. Kebanyakan orang pasti akan terkecoh oleh perasaan mereka sendiri, mengira membenci seseorang tapi ternyata menyukainya.
Aku sangat menyukai dan menyayangi Kalson melebihi apapun dan siapapun. Mungkinkah sebenarnya kebalikannya?
"Ayah dengar kalau kamu sudah sembuh secara total." Kalson berkata sembari menuangkan Teh ke dalam cangkir begitu semangat.
"Ini memang tak seberapa dan terkesan mendadak, tapi ku harap kau suka." lanjutnya menyodorkan cangkir tersebut ke padaku.
Pagi tadi tepat setelah aku bangun tidur, Raya menjelaskan jadwal pagiku. Berkata bahwa Kalson ingin mengadakan pesta kecil merayakan kesembuhanku karna telah bisa jalan normal kembali.
Karna itu kami sekarang tengah ada di taman. Menikmati semilir angin sejuk dengan pemandangan taman indah berbeda jenis yang menjulang di depan.
Pesta Tehnya cukup sederhana. Hanya dihadiri olehku dan Kalson saja sehingga membuat firasatku mengatakan sesuatu yang tak baik akan terjadi. Dan benar saja, firasatku tak pernah salah dalam hal ini.
Dengan semangat Kalson menyiapkan semuanya tanpa bantuan pelayan sedikitpun. Termasuk menu makan minum hingga menghidangkannya pun ia lakukan sendiri untukku.
Masalahnya disini adalah dia menghidangkan Teh hitam yang begitu pahit dan biasa di minum para Bangsawan tinggi saat rapat membahas masalah berat.
Dia menyajikan itu kepada anak berumur 10 tahun? Kalson ingin membahas wilayah Duchy denganku atau bagaimana?
"Ayah, kau serius menghidangkan ini padaku?" Aku bertanya dengan maksud positif bahwa bisa saja Kalson tengah bercanda.
Tapi anehnya dia malah memasang wajah bingung dan polosnya.
"Kenapa? Apa kau tak suka? Padahal itu teh kesukaanku." ceplosnya tanpa rasa bersalah.
Masalahnya kan kau buat pesta untukku. Ya jelas harusnya menghidangkan makanan kesukaanku bukannya kamu.
Dia benar benar ayah kesayanganku yang pintar.
"Ah, begitu. Kau tak suka rupanya." Kalson bergumam, peka ketika melihat raut wajahku yang kusut.
Tak kunjung lama Kalson kemudian berbalik membelakangiku.
"Terus anak perempuan sukanya minum apa dong? Dasar para wanita pemilih." ia mendumel, tanpa tau ucapannya di dengar jelas olehku.
"Ayah .." aku mencoba memanggilnya, tapi Kalson langsung memotong.
"Oh iya! Charlina, kamu suka Pai kan? Ayah sudah berjuang keras membuat ini untukmu." sela-nya perhatian. Menekan penuh kata pie dan berjuang keras.
Ia berbalik kembali. Berjalan menuju troli berisi banyak makanan dan mengeluarkan Pai yang dimaksud dan menaruhnya di meja. Terlihat asap mengepul diatasnya tanda seperti baru selsai dibuat.
"Ayah sangat yakin kau suka. Terlebih ayah sudah memasukan banyak strawberry kedalamnya. Ini benar benar kesukaanmu!"
Kalson memotong Pai bulat itu menjadi beberapa bagian dan mengambil satu potongnya untuk di taruh ke piring lebih kecil.
"Ini, makan lah." ucapnya menyodorkan piring tersebut.
Kalson kemudian duduk di depanku. Memangku dagu dengan kedua tangan dan tersenyum lebar menunggu reaksiku ketika mengunyah Pai nya.
Tapi sayang itu tidak akan terjadi. Aku tidak bermaksud membuat Kalson sedih dan sakit hati karna usahanya tidak diapresiasi, tapi dengan alangkah bijaknya aku bertanya hati hati.
"Em, ayah. Apa aku boleh bertanya sesuatu?"
Meski sembari memasang wajah bertanya tanya, Kalson tetap mempersilahkan dengan senang hati tanpa berpikir panjang.
"Apa ayah tau apa saja makanan kesukaanku?"
Kalson berkedip cepat selama beberapa saat merasa bingung. Dalam sekejap ekspresinya berubah jadi riang dan penuh semangat.
"Apa maksudmu? Tentu saja ayah tau!" Ia kemudian berteriak. "Kau kan sangat suka Strawberry, kacang kacangan, dan makanan laut seperti udang."
"Kenapa sih? Ayah sakit hati karna kau berpikir ayah tak tau apapun tentangmu." Kalson menggerutu.
Tapi masalahnya benar begitu. Selain tidak tau, ucapanmu terbalik. Itu bukan makanan kesukaanku, melainkan makanan pembunuh yang membuatku alergi dan gatal gatal setengah mati.
Apa dia bermaksud untuk membunuh ku?
"Ayah ingat tidak saat berumur 7 tahun, aku pernah sakit keras?" Dengah penuh kehati hatian aku berusaha memberitahu Kalson.
"Huh? Kenapa? Tentu saja ingat, itukan ketika Alanis mencoba membuatkanmu Pai rasa ..." seakan baru saja teringat sesuatu, Kalson melotot terkejut. "... Strawberry."
Kalson sudah ingat sepenuhnya. Terlihat dari wajah terkejutnya sampai membuat ia bangkit dari kursi dan menutup mulut penuh ketidak percayaan. Aku tersenyum kecil tanpa mau berkomentar.
"Charlina, sebenarnya ... Ini semua dibuatkan salah satu pelayan." Kalson berkata jujur tiba tiba.
"Aku akan pergi memarahinya, kau tunggu disini sampai aku datang lagi dan membawakan makanan baru." lanjutnya kemudian berlalu pergi dari sini dengan cepat.
Tidak. Aku akan menghilang tepat sebelum kau kembali. Semua tidak pernah berakhir dengan baik setiap Kalson membuat rencana semacam pesta atau semacamnya.
Contohnya saja begini. Acara pesta teh ini dihancurkan olehnya meskipun secara tak sengaja. Aku tidak bisa membencinya. Kalson adalah ayah yang cukup baik, karna itu aku sangat menyayanginya.
Sangat, sangat menyayanginya.
***
Tapi tak peduli seberapa kali aku menghindar, takdir akan berkata bahwa kami tidak boleh dipisah. Jika aku pergi dan Kalson tak mengejar, maka takdir yang bertindak.
Contohnya saja pagi ini. Aku di kejutkan dengan Raya yang datang menggebrak pintu sembari berlari, panik setengah mati.
"Ini gawat nona! Dapur utama ... Dapur!" Raya terengah karna lelah berlari sampai menjeda ucapanya.
"Dapur utama mengalami kebakaran besar!!" Dengan penuh drama, seketika ia berteriak begitu histeris.
Aku yang masih setengah sadar hanya bisa diam menatapnya bingung. Tidak adakah ketenangan yang bisa terlihat sedikitpun di rumah ini?
"Ayo kita pergi melihat!" Raya berlari mendekat ketika melihat reaksiku yang biasa saja.
Ia bukan datang untuk membawakan air cuci muka apalagi sarapan pagi seperti halnya tugas pelayan pribadi, tapi menghampiri untuk dibawa paksa menuju tempat kecelakaan dimana itu jarang terjadi di kediaman ini.
Tempat kejadian kecelakaan itu di hindari untuk menimalisir korban, bukan di dekati karna penasaran.
Setelah menyeret, menggendongku paksa yang beneran baru bangun tidur, Raya baru berhenti berlari setelah melihat kerumunan para pelayan di depan.
"Nona bangun, nona. Lihat ini!" teriaknya menggoyangkan goyangkan bahuku kasar yang tengah mengumpulkan kesadaran.
"Rumahku ..! Kenapa .. kenapa ini semua terjadi huhu ..!"
Suara tangisan penuh penderitaan terdengar dari depan. Mataku yang semula tertutup langsung terbuka dengan lebar.
"Apa yang sedang terjadi ini?" Kesadaranku sudah terkumpul sepenuhnya.
Meski tanpa berteriak, para pelayan bisa mendengar jelas suaraku sampai menoleh bersamaan. Tanpa diberi intruksi apapun mereka dengan senang hati memberiku jalan menuju asal suara.
Aku melangkah masuk ke dapur di ikuti Raya dari belakang. Ketika kakiku sudah satu langkah masuk, siluet tinggi dari seseorang yang berdiri dari balik pintu terlihat.
Sekarang aku tau apa yang terjadi tanpa perlu dijelaskan apapun. Buah tidak pernah jatuh jauh dari pohonnya. Cedric si biang masalah yang suka mencari keributan, merupakan turunan dari kebiasaan Kalson si penghancur rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Villain Also Has A Reason [END]
FantasyTepat setelah berkelahi cukup sengit dengan teman, aku jatuh ke sungai karena didorong olehnya dan mati tenggelam kehabisan nafas. Bagaikan sebuah keajaiban yang datang di waktu mendesak, cahaya terang kemudian datang begitu menyilaukan mata. Pand...