Jantungku tetiba saja berdebar begitu kencang secara tak normal selama beberapa saat. Nafas memburu terbakar emosi terpendam yang entah muncul dari mana.
Elias diam membisu dihadapan. Ketika bibirnya bergerak hendak mengatakan sesuatu, disaat itu pula jantungku membuncah. Serasa ingin menghancurkan apapun yang ada di depan mata.
Mereka adalah saudara kembar. Itu adalah sesuatu yang jelas dan sudah pasti. Aku belum memaafkan atau bahkan berdamai dengan Elina atas kematian Alanis. Hanya sedikit menghindar untuk beberapa saat memikirkan cara balas dendam yang cerdik.
Dan untuk sekarang, mengingat nama gadis itu saja sudah cukup membuat darah naik. Lalu kini saudara gadis itu dengan berani memanggil dan menghentikan langkahku. Antara tak tau malu dan tidak tau diri, Elias jelas lebih condong ke bodoh.
"Ada yang mau kubicarakan. Kau sibuk sekarang?" Elias bertanya, tepat pada tujuan ia menghampiri.
Anak ini telah berubah dan sedikit jauh lebih dewasa dari ketika terakhir kali kami berdua. Dia yang biasa berteriak dan sarkas padaku kini jauh lebih tenang. Dan tentunya sopan.
"Wah, halo!" belum sempat bibirku terbuka untuk menjawab, seseorang yang sempat terlupakan disamping tetiba menyapa.
Filberth tersenyum penuh antusias seperti anak kecil yang diperkenalkan pada teman lama ibunya. "Kamu pasti Elias dari Itsran itu kan?"
Elias menoleh selama beberapa saat. Ia menatap sinis, menilik penampilan Filberth dari bawah ke atas sebelum menaruh kembali atensinya secara keseluruhan padaku.
Elias melangkah satu kali, menghapus jarak agar lebih kecil denganku tapi Filberth dengan sigap bergerak maju mendorongku ke belakangnya hingga membuat dua lelaki itu saling berhadapan.
"Ku pikir kau orang hebat sampai dirumorkan anak kesayangan Kaisar yang agung itu. Tapi setelah dilihat, ternyata masih lebih tampan aku."
Seolah baru saja diberi garam di atas luka, wajah Elias langsung menekuk dalam satu detik. Keningnya berkerut dengan kedua mata menyipit dan menatap nyalang pada Filberth.
"Awas. Kau mengganggu-"
"Pertama!" Elias tidak bisa menyelesaikan perkataan ketika Filberth memotong dengan berteriak dan menaruh telapak tangan di depan wajah Elias.
"Kau mengabaikanku yang menyapamu duluan, putra dari pemilik tanah yang kau tinggali. Kedua, siapa yang mengganggu siapa," Filberth menggantungkan perkataan dengan menekan dada Elias menggunakan telunjuknya. "Adalah kamu."
"Aku tidak peduli. Urus urusanmu sendiri." merasa tersinggung, wajah Elias semakin mengkerut dengan intonasi merendah tanda berusaha menahan amarah.
"Kamu mengganggu kencan ku dengan calon istriku, jelas urusanku!" Filberth menjawab santai. Ia menarik ke atas tangan kirinya yang baru sadar masih ku genggam erat.
Aku refleks melotot terkejut. "Kapan itu terjadi?!"
Ketika aku berteriak. Keduanya menoleh bersamaan membuatku langsung menepis kasar tangan Filberth lalu berbalik hendak pergi.
Berdiam diri lebih lama bersama mereka berdua hanya akan memberikan efek buruk pada mentalku.
"Tunggu. Hei, jangan pergi! Ada yang mau kubicarakan denganmu berdua!"
Elias berteriak keras ketika melihatku berlalu. Dia tanpa sadar berlari dan menarik tangan kiriku kebelakang sampai hampir terjengkang.
"Dengarkan sebentar saja, kumohon!" pintanya heboh.
Elias yang ceplas ceplos sudah tak ada. Elias yang suka berteriak dan berkata sarkas kini menghilang bagai orang yang tak pernah ada. Terganti pria lemah menyiratkan penuh kesedihan dalam tatapan sendunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Villain Also Has A Reason [END]
FantasyTepat setelah berkelahi cukup sengit dengan teman, aku jatuh ke sungai karena didorong olehnya dan mati tenggelam kehabisan nafas. Bagaikan sebuah keajaiban yang datang di waktu mendesak, cahaya terang kemudian datang begitu menyilaukan mata. Pand...