T r s i x

6.7K 776 38
                                    

Sudah sebulan Laskar memutuskan untuk fokus belajar untuk persiapan menjelang Ujian Nasional, dalam waktu sebulan juga Adel semakin rajin membantu Laskar dan teman-temannya belajar. Tak hanya Adel saja, bahkan Kirana dan Akila pun ikut mengajari. Berkat permintaan Indra tentunya.

"Perasaan ini udah diajarin Bu Anggun kemarin dah, tapi kok gua udah lupa lagi?" tanya Indra seraya mengangkat tinggi-tinggi buku matematika yang memperlihatkan nilai matematika Indra.

"Dapet nilai berapa lo?" tanya Rangga pada Indra.

"Enem puluh, kalo lo?"

"Delapan puluh lima," sahut Rangga dengan sedikit menyombongkan diri.

Indra lantas menatap jengkel ke arah Rangga. "Mentang-mentang doi lo pinter!"

"Makanya kalo guru nerangin tuh didengerin," ujar Rangga.

Laskar tersenyum puas ketika melihat buku matematikanya. Ia pun mengeluarkan ponselnya dari dalam saku untuk memberitahukan nilai bagusnya pada Adel.

WhatsApp

Anda
Mtk dpt 85
Bgs ga?

Adeline
Wah.
Bgs.
Tingkatkan lagi.

Anda
Bntr lg ujian
Jgn lupa jnji lo
/Emot ketawa

Adeline
ok.

Indra yang menyadari ekspresi wajah Laskar pun langsung menepuk kepala Laskar menggunakan buku matematikanya pelan.

"Ngapa lo senyum-senyum?" tanya Indra.

Laskar lebih memilih mengabaikan ucapan Indra.

"Ye, dikacangin. Ngumpetin cewe ya lo?" tuduhnya setelah diabaikan oleh Laskar.

"Widih, dapet delapan lima ni bocah," ujar Indra sembari melihat nilai matematika Laskar.

Laskar mengalihkan perhatiannya lalu tersenyum miring ke arah Indra. "Ternyata gue pinter juga," ujar Laskar.

"Sombong juga ni anak."

"Emang pinter. Emang lo dapet berapa si? Sini gue liat," ujar Laskar dengan nada meremehkan.

"Heleh belagu. Coba ni jawab pertanyaan gue, satu tambah satu kali nol, berapa?" tanya Indra.

Laskar tersenyum kecil. "Satu," sahut Laskar dengan sangat yakin.

"Salah! Jawabannya nol lah goblok!" ujar Indra dengan diakhiri tawanya yang menggelegar.

Rangga sontak langsung memukul kepala Indra hingga membuat tawa Indra terhenti.
"Lo yang salah lah geblek! Bener jawaban Laskar, satu!"

"Ya nol, lah! Kan satu tambah satu dikali nol, ya hasilnya nol dong?"

Laskar menepuk dahinya pelan. "Lo ngitungnya perkalian dulu atau penjumlahan dulu, si?" tanya Laskar.

Indra tersenyum miring sebelum menjawab. "Penjumlahan dulu, lah."

"PERKALIAN DULU TOLOL!" seru Rangga dan Laskar secara bersamaan.

Drrt drrt

Laskar mengalihkan pandangannya ketika merasakan getaran ponsel di tangannya. Tertera di sana nomor Nindi yang menelponnya. Ia pun menggeser tombol hijau untuk menghubungkan panggilan.

"Halo."

"Halo, Sayang. Bisa pulang cepet nggak? Mamah hari ini butuh kamu," ujar Nindi dari seberang telepon.

Laskar menatap jam dinding di sekolahnya.
"Ngapain?" tanya Laskar.

"Penting!" sahut Nindi.

"Hm."

Setelah berucap demikian, Laskar pun mengakhiri pembicaraan dengan mematikan ponselnya. Ia memasukkan ponsel dan bukunya ke dalam tasnya.

"Mau kemana lo?" tanya Cecep.

"Bilangin Pak Hari kalo gue ada acara keluarga," ujar Laskar seraya berlari keluar kelas.

"Ngapain ada acara keluarga? Kan bokap nyokapnya dah cerai," celetuk Indra.

"Indra congornya tolong dijaga, ya!" ujar Rangga dengan tegas.

***

Menyesal.

Itulah yang Laskar rasakan saat ini dan di sinilah Laskar berada. Dengan malas ia harus dipertemukan dengan Thalia. Gadis itu menatap Laskar dengan senyuman sinisnya. Jika bukan karena Nindi, mungkin Laskar tidak akan membolos sekolah hanya demi bertemu dengan wanita ular di hadapannya.

"Ini ada apa si, Mah?" tanya Laskar di tengah-tengah obrolan antara Nindi dan ibu Thalia.

"Jadi ... niat Mama bikin agenda buat pertemuan kalian itu buat ngomongin tentang masa pendekatan kalian berdua," sahut Nindi dengan diakhiri senyum yang merekah.

Laskar sontak berdiri dari posisi duduknya hendak membantah keputusan sepihak dari Nindi.

"Mah! Laskar nggak mau dipaksa! Kalian nggak tau seberapa busuknya si Thalia waktu nggak ada kalian!"

Plak!

Satu tamparan keras mendarat di pipi mulus Laskar. Dengan tatapan penuh emosi Nindi menampar wajah putranya.
"Kamu harusnya paham sama kondisi kesehatan Thalia sekarang ini!"

"Laskar!"

"Cukup, Mah! Setelah ini Laskar mikir kalo ngikut Papah lebih baik ketimbang ikut Mama!" ujar Laskar seraya pergi meninggalkan kediaman keluarga Thalia.

"Laskar! Jangan pergi dulu Laskar!" seru Nindi namun tidak diindahkan oleh Laskar.

Saat hendak membuka pintu, suara Nindi kembali menginterupsi dengan sebuah ancaman.
"Kalo kamu nggak mau jaga Thalia ... jangan harap buat bisa dekat sama si Adel-Adel itu!"

LASKARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang