Adel menyeka keringatnya yang mengalir pada pelipisnya. Ia kembali menghitung jumlah kardus bekas yang harus ia pindahkan ke gudang. Setelah memastikan benar-benar lengkap, ia pun kembali ke meja kasir untuk membantu yang lain.
"Azhar?" laki-laki berbadan tinggi itupun menoleh ketika namanya disebut. Ia tersenyum manis lalu mengangkat tangannya guna menyapa.
"Hei? Jam kerja lo sore sampe malem?" tanya Azhar begitu menyadari tiap ia berjumpa dengan Adel, pasti pada waktu petang.
"Iya nih, kan paginya aku harus sekolah," jawab Adel.
"Sekalian pulsanya, Mas?" tanya Adel dengan sedikit menggoda Azhar. Azhar pun terkekeh pelan lalu mengajukan belanjaannya.
"Totalnya tiga puluh sembilan ribu lima ratus, hatinya mau didonasikan?" godanya lagi setelah menghitung jumlah harga seluruh belanjaan Azhar.
Laki-laki itu kembali terkekeh lalu meraih plastik belanjanya yang diberikan Adel. "Nanti saya nggak bisa mencintai kamu dong?"
"Haha udah ah sana minggir, gantian yang lain," titahnya pada Azhar walau perlu diketahui bahwa suasana Indomei saat ini tengah sepi.
Azhar sontak menoleh kebelakang untuk memastikan ada orang dibelakangnya. Namun nampaknya ia adalah orang yang terakhir membayar karena tidak ada seorangpun yang ada dibelakangnya.
"Ngusirnya bisa banget."
"Selamat datang di Indomei, selamat berbelan—ja." Ucapan Adel sempat terputus ketika melihat seseorang baru saja membuka pintu masuk. Mereka berdua pun tak sengaja melakukan kontak mata. Namun, dengan cepat Adel langsung menundukkan kepalanya. Sedangkan Laskar sedikit terkejut ketika melihat adik kelasnya itu tengah berkerja di minimarket yang ia datangi.
"Wohoo ... apa kabar, Las?" tanya Azhar begitu melihat Laskar baru saja masuk. Laskar pun dengan cepat mengalihkan pandangannya.
"Baik, lo?"
"Kayak yang lo liat. Btw, kalian saling kenal?" tanya Azhar pada kedua temannya.
"Kenal,"
"Hm," sahut mereka bersamaan.Karena merasa tidak ada yang perlu dibincangkan lagi, Laskar lebih memilih membeli barang yang ia inginkan sedari tadi. Ia berdiri dihadapan Adel.
"Rokok mild satu sama korek," pintanya pada Adel. Gadis itupun sedikit memundurkan tubuhnya tanpa minat untuk menuruti permintaan Laskar.
"Kakak ngerokok?" tanya Adel dengan raut wajah terkejut. Oh ia bahkan lupa bahwa Thalia dan Kirana pernah menceritakan tentang hal-hal apa saja yang membuat geng Laskar selalu dihukum.
"Hm," gumamnya.
"Laskar gue tunggu di depan yah, kita ngobrol bentar." Laskar pun hanya mengangguk pelan sebagai tanggapan dari ajakan teman lamanya itu. Azhar melambaikan tangan kananya pada Adel sebagai tanda berpamitan.
"Ih, nanti Kakak cepet mati!" ujar Adel sedikit meninggikan volume suaranya.
"Cepet!" titah Laskar datar. Ia enggan berdebat dengan gadis kecil dihadapannya itu. Ia ingin cepat-cepat keluar untuk menanyakan banyak hal pada Azhar.
"Cepet Adel!" titahnya lagi begitu melihat Adel hanya diam tanpa menanggapinya. Adel pun dengan terpaksa mengambil rokok pesanan Laskar dan juga korek lalu menghitungnya.
"Tiga puluh ribu tujuh ratus, uangnya lima puluh ribu, tiga ratusnya mau didonasikan?" tanya Adel dengan nada tidak ramah, tidak seperti yang biasa ia lakukan pada pelanggan lain.
"Hm."
Adel memberikan pesanan serta kembalian milik Laskar. Tanpa berbasa-basi lagi, Laskar langsung beranjak meninggalkan Adel dengan raut wajah suram.
KAMU SEDANG MEMBACA
LASKAR
Teen FictionSiapa sangka seorang berandalan sekolah seperti Laskar yang terkenal akan kenakalannya justru jatuh hati pada gadis yang alim? Adipati Laskar Bagaskara. Siswa yang selalu menjadi bulan-bulanan para guru dan pihak OSIS karena kerap sekali membuat...