XIV

384 56 7
                                    


Kepalaku sedikit berdenyut sejak pagi tadi. Selain kurang tidur, aku juga diserang begitu banyak masalah sejak pagi buta. Bahkan aku sampai hampir melupakan agenda rapat tahunan Ketua tim jika Sabito tidak menelfonku.

"Ya tuhan....." keluhku sambil memijat pelan pelipis pelipisku berharap sakit kepala ini tidak menjadi parah.

Pernyataan yang Kocho ucapkan pagi tadi itu benar-benar nyaris menyita seluruh kesadaran otakku untuk melakukan hal-hal yang seharusnya kulakukan. Ya, setelah mendengar bahwa pria yang kutinju semalam itu tunangannya, tentu saja aku segera meminta maaf. Meskipun dia bilang tidak masalah, tapi itu sangat masalah bagi diriku yang ikut campur urusan orang lain. Bodohnya diriku..

"Makan ini" tiba-tiba Sabito menyodorkan sebungkus roti melon dan secangkir kopi panas. Dia sudah tampak rapih dan segar bugar meskipun ia semalaman bekerja karena jatah shift-nya

"Kau terlihat seperti anak kulihanan yang baru selesai UAS. Kau baik-baik saja ?" tanyanya ikut duduk disamping setelah meletakan cangkir kopinya di meja. Aku hanya menghela napas ringan, rasanya malas sekali membahas segelintir masalah pagi ini. Aku telah memikirkannya berulang kali sejak Kocho mengatakannya dan sampai saat ini pun aku tidak tahu harus melakukan apa, ditambah tunangannya itu memiliki aura keberadaan yang tidak asing untukku.

"Oiiii, jangan melamun dan cepat makan sebentar lagi rapatnya dimulai" seru Sabito sambil menguncang bahuku.

Aku hanya mengangguk dan membuka bungkusan roti melon pemberiaannya, kalau diingat-ingat aku memang tidak sempat sarapan pagi tadi, jangankan sarapan sekadar minum air pun tidak. Setelah Kocho mengatakan soal pria itu, dia kembali beristirahat dan setelah itu aku berniat membuat sarapan untuknya tapi karena ucapannya itu terus-terusan menggema dikepalaku, pada akhirnya aku hanya melamun dan ....ketiduran (?), Entahlah aku lupa, pada intinya aku terbangun karena Sabito menelfonku 30 menit sebelum rapat dimulai.

Tentu saja aku terburu-buru, sambil mengganti pakaian aku menghubungi Tanjiro memintanya mengirimkan bubur nasi ke apartemen pagi ini. Perlu kuberi tahu bahwa keluarga Kamado itu punya usaha catering besar yang sudah perperan penting dalam kelangsungan hidupku setiap harinya. Sekarang aku baru kepikiran, bagaimana jika yang mengantar buburnya Tanjiro dan yang menerimanya Kocho, atau ketika Tanjiro masuk ke apartemen dia bertemu Kocho,mengingat anak itu sudah hafal sekali pin pintu apartemenku. Ya tuhan...

"Giyuu!, kau kenapa ? sedang banyak pikiran ?"

Iya.., aku sedang banyak pikiran Sabit, bahkan sangking banyaknya aku bisa tenggelam karenanya.

Ingin sekali aku menjawab begitu hanya saja orang ini pasti akan menjadi lebih panik melebihi aku yang memiliki masalah. "Hanya kurang tidur" jawabku bohong kemudian menyeruput kopi hitam yang tadi dia buat.

-

-

-

Rapat ditanggal merah ini hanya diperuntukan untuk para ketua tim dan staf administrasi, kalau ditotal yang mengisi ruang rapat hanya sekitar 6 orang sudah termasuk Rengoku sebagai Ketua intinya.

Aku memandang kosong laporan-laporan yang ditampilkan dilayar proyektor dengan staf administrasi yang sedang menjelaskannya. Ini hanya akan membahas kasus-kasus sepanjang tahun ini, evaluasi kinerja setiap tim, evaluasi strategi dan semacamnya. Sebenarnya ini penting dan perlu diperhatikan, tapi pikiranku masih saja memikirkan berbagai masalah pagi ini sehingga aku hanya mampu menerima sekitar 40% materi rapatnya.

Drrttt Drrttt

Aku sedikit tersentak medapatkan getaran disaku celana. Mungkin hanya pesan dari kurir catering yang sudah mengantarkan pesananku. Baiklah, aku berusaha meyakinkan diri kalau itu memang pesan dari kurir, benar-benar kurir yang bekerja untuk ibunya Tanjiro bukan Tanjironya. Tapi sungguh aku masih sedikit khawatir jika pemuda beranting itu yang mengantrakannya.

You are not my Destiny ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang