XI

454 68 4
                                    


Setelah kembang api itu mekar ditengah langit yang gelap, sinarnya menyilaukan mataku bahkan sampai membuatku melupakan banyak hal. Malam itu, aku tidak mengingat dengan baik apa saja yang telah kulewatkan, hal yang terakhir kudengar hanya suara ledakan kembang api itu. Seperti ada yang mengambil sebagian besar dari ingatanku.

-

-

-

Aku mengerjapkan mataku beberapa kali. Menatap lurus pada langit-langit kamar berwarna putih. Terlihat asing, ini bukan kamar di champ, kamar di apartemen atau pun langit-langit kamar rumah sakit. Ini Dimana ?

Kududukan diriku dan kulihat kesekitar ruangan yang bernuasa kayu dengan beberapa pajangan khas pesisir. Jendelanya sudah terbuka lebar dan dari sini aku bisa melihat laut dangan ombak yang mencuat-cuat dari batu karang di bibir pantai. Aku terdiam masih dengan posisi yang sama, duduk diatas ranjang sambil mengingat-ingat kenapa aku bisa sampai disini. Tapi sekuat apapun aku menelusuri ingatanku semalam, aku hanya mendapat rasa sakit kepala yang luar biasa.

"Ara...., Tomioka-san, kau sudah bangun?"

Tubuhku mematung mendengar suara itu. Tak berapa lama pemilik suara itu muncul disampingku dengan senyuman biasa yang mengiasi wajahnya. Otaku terasa mati dalam beberapa detik atau mungkin menit. Aku kebingungan sendiri melihat situasi aneh yang sama sekali tidak kumengerti dari mana aku memulainya. Apa semalam aku minum alkohol ? lalu aku mabuk? Lalu-.Tidak, tidak itu mustali terjadi.

Ini pertama kalinya aku bangun dengan kepanikan dan kebingungan seperti ini. 25 tahun aku telah bermimpi aneh sampai menguncang perasaanku disetiap bangun dari tidur, namun baru kali ini aku bangun dengan rasa bingung yang luar biasa. Pikiranku sampai bercabang jauh entah kemana, sampai-sampai aku bisa terlitas dipikiranku hal-hal tabu yang mungkin saja kulakukan jika aku memang mabuk semalam.

Wanita ini duduk disamping ranjangku dan entah mengapa aku reflek bergeser sedikit menjaga jarak darinya. Diam-diam aku memperhatikan wajahnya, dan wanita ini masih sibuk mencari-cari sesuatu di laci nakas. Tidak ada sesuatu yang aneh, atau sesuatu yang menandakan aku menjadi seorang pria bejat dalam semalam.

"Jangan digigit" ujarnya yang tiba-tiba memasukan termometer kedalam mulutku secara paksa. "Tunggu sampai berbunyi baru lepaskan, aku ambil air dulu" lanjutnya dan pergi dengan membawa mangkuk besar yang berisi air dan haduk kecil

Aku masih tidak bisa memahami situasi ini. Kuperhatikan setiap sudut ruangan tempatku tidur semalam. Mungkin ini sejenis rumah singgah atau memamang rumah dokter itu melihat ada beberapa pajangan foto pribadi wanita itu di dinding dan buku-buku kesehatan yang tersusun rapi di rak.

Bip

Kuambil termometer itu dan kulihat angka yang muncul disana. 37.9 derajat? Aku demam ?

"Sudah?" tanyanya yang telah datang dengan segelas air yang kemudian ia letakan di nakas. Kuberikan termometer padanya, tak berapa lama wajahnya sedikit terlihat lega dan tiba-tiba telapak tangannya sudah menempel di keningku.

"Hmm.., masih sedikit demam. Mungkin harus minum obat" gumamnya dan berlalu.

"Maaf, ada apa denganku ?"

Kocho-sensei masih membongkar kotak P3K yang menempel di dinding dekat rak bukunya. "Kau demam semalam, tidak ingat ?" jawabnya masih dengan kaki yang sedikit berjinjit untuk meraih sesuatu di kotak itu.

Mendengar jawabnya seperti itu membuatku semakin penasaran apa saja yang terjadi tadi malam. Setalah kami naik ke anak tangga paling atas, setelah aku duduk disampingnya-

You are not my Destiny ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang