II

1.4K 130 6
                                    


Aku menatap keluar jendela yang menyuguhkan warna musim semi. Indah.., meski begitu aku masih tidak bisa melupakan kejadian pagi tadi. Terlalu mengejutkan sampai aku tidak bisa mengontrol emosiku. Dokter itu-

"To-mi-o-ka-san.."

"Ara.., kita satu misi lagi^^"

"Tomioka-san.."

"Tomioka-san.."

"Tomioka-san.."

"Giyuu.., jangan khawatir ^^"

Kepalaku sakit mendadak, dadaku terasa sesak dan aku sedikit sulit bernafas. Potongan klise itu muncul seperti mesin pemutar film lama, bergerak cepat sampai membuatku pusing. Suaranya yang terus memanggilku, entah mengapa membuatku ingin berteriak. Tapi untuk potongan ingatan yang terakhir, itu terasa sangat berbeda. Tidak ada gambaran apapun ketika suaranya memanggil dengan nama itu, hanya kegelapan dan aroma bunga wisteria yang kuat. Itu dimana?

"Konichiwa..." itu suara Sabito, akhirnya sampai juga dia

"Konichiwa senpai!!" ini salam heboh Inosuke, anak ini tumben sekali

"Inosuke, suaramu mengganggu kamar sebelah" Oh, ini Zenitsu

Mereka sekarang memandangku aneh, apa aku terlihat seaneh itu dengan baju pasien atau ada sesuatu yang memang salah denganku. Aku memang belum melihat cermin sejak aku siuman tapi-. "Senpai kau menangis?!" aku terkejut, begitupun dengan Sabito dan Zanitsu. Dengan reflek tangan kiriku menyentuh pipi dan memang benar ada air yang mengalir disana.

"Giyuu, kau baik-baik saja?, apa ada sesuatu yang sangat sakit?" Aku bisa melihat pemuda berambut cokelat muda itu khawatir dan bergegas menghampiriku. "Tidak.., aku baik-baik saja. Hanya teringat sesuatu" jawabku sambil membereskan sisa air mata dipipi. Aku menagis lagi, ini yang kedua kalinya untuk hari ini.

"Ya tuhan senpai,kenapa senpai pindah kamar?. Kami sampai seperti orang bodoh saat Inosuke berteriak di kamarmu yang sebelumnya" Keluh Zenitsu seraya meletakan keranjang buah di meja nakas.

Ah..iya, aku memang lupa memberitahu mereka kalau kamarku dipindahkan. Sebenarnya aku juga kebingungan saat aku bangun aku sudah ada ditempat berbeda. Perawat bilang, waliku yang meminta perpindahan kamar menjadi VIP.

Aku memperhatikan Zenitsu yang hati-hati mengupas apel dengan piasaunnya, sedangkan Sabito tampak masih sibuk dengan percakapan telphonennya dan Inosuke, dia sudah tertidur di sofa disudut ruangan. Yah wajar saja, pemuda itu memang baru pertama kali mendapat shift malam selama bekerja menjadi seorang pemadam kebakaran.

"Aku benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran senpai. Bisa-bisanya senpai melompat begitu saja. Jika aku ada di posisi Tanjiro mungkin aku akan berteriak histeris dan pingsan di tempat" ujar Zenitsu tiba-tiba namun matanya masih berfokus pada buah apel yang entah kenapa tidak kunjung selesai ia kupas.

"Tapi kita semua bersyukur karena saat itu Tanjiro yang ada disana, setidaknya anak kecil itu selamat" timpal Sabito, "Kau benar-benar membuat satu negeri heboh, Giyuu." Sebenarnya aku tidak mau mendengar sindiran Sabito, tapi mengingat berbagai artikel yang kubaca dari portal berita online di ponselku, aku jadi sangat yakin saat ini aku memang tengah ramai dibicarakan.

"Perbuatanmu itu benar-benar gila, ceroboh, tidak masuk akal dan sangat menantang maut. Aku sudah menduga ini akan terjadi cepat atau lambat, seharusnya aku tidak menyetujui perombakan tim bulan lalu. Coba lihat ini, belum ada sebulan dan kau sudah enaknya terjun dari lantai empat seperti orang bodoh. Tidak ,kau bahkan seperti orang tak berakal"

You are not my Destiny ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang