Kocho Shinobu POV
Beritahu aku, apa yang lebih menyakitkan dari perpisahan tanpa kata "selamat tinggal" ?
Jantungku terasa berhenti berdetak setiap mengingat malam itu, dimana langit hitam yang dipenuhi gemerlap percikan kembang api berpadu harmoni dengan suara riuh langkah kaki dan teriak orang-orang di sepanjang koridor, sirine entah itu ambulan, polisi atau damkar bersahutan seakan menyerbu tempatku berdiri.
Hari itu, seharusnya dipenuhi dengan warna kembang api dan gelak tawa orang-orang disepanjang jalan setapak festival musim panas. Setidaknya itu yang kubayangkan
"tapi akhirnya itu hanya angan-angan belaka, bukan ?"
-
-
Flashback
06.15 pm
Aku bisa merasakan otot-otot dipipiku agak naik sejak pergantian shift dan tentunya aku menyadari setiap pasang mata yang memandangku aneh walau hanya sesaat. Mau bagaimana lagi aku sulit menyembunyikannya
"Cerahnya senyummu..., apa ada kencan dokter ?" aku tersentak mendengar pertanyaan yang baru saja lolos dari mulut dokter Tamayo. Dia tersenyum sambil menunggu jawabanku, haruskah ku jawab sementara mata wanita ini tampak sudah tahu jawabannya.
"Senyum dokter Kocho sama sekali tidak luntur sejak pagi. Aaa... malah makin bersinar sepertinya"
Aku membulatkan mata ketika salah seorang perawat menghampiri kami di meja absensi. Ah.., aku ingat dia perawat yang dipasangkan denganku dan tentu saja sepanjang hari dia menyadari senyuman gila yang sulit sekali disembunyikan ini.
"Apa aku sesering itu tersenyum hari ini ?" aku memastikan sedikit khawatir jika senyumku agak berlebihan sepanjang hari ini.
Tapi dokter Tamayo dan perawat tadi justru tertawa pelan, "bukan sering dokter Kocho, tapi anda selalu tersenyum hari ini"
aku bisa merasakan wajahku memanas mendengar pernyataan perawat itu. Ini sungguh memalukan untuk wanita dewasa sepertiku. Ayolah diriku, kamu sudah cukup dewasa untuk tersipu sepanjang hari hanya karena akan pergi kencan.
"tidak apa dokter.., kamu tampak cantik jika begitu"
"Dokter Tamayo...." kataku semakin tersipu dan kedua orang dihadapanku ini malah tertawa.
Mungkin itu menjadi rasa bahagia terakhir yang kurasakan. Sepanjang matahari bersinar dihari itu, semua tidak ada yang aneh, semua terasa damai dan tenang, semua berjalan lancar tanpa sedikit pun masalah. Sampai kupikir tuhan sedang berbaik hati untukku hari itu, tapi sepertinya tuhan hanya mengerjaiku..
"KODE ORANGE!.. KEPADA SELURUH DOKTER BEDAH DAN SELURUH TENAGA KESEHATAN YANG SENGGANG UNTUK MENUJU BANGSAL EMERGENCY!"
pengumuman itu diulang beberapa kali dengan sigap aku dan dokter Tamayo kembali ke loker kami. Mengambil jas dokter dan segala macam perlengkapan secepat mungkin. Tanganku sedikit gemetaran, memang bukan pertama kalinya kode orange diaktifkan sepanjang karirku sebagai dokter. Hanya saja ada sedikit trauma ketika melihat begitu banyak korban yang berjatuhan di bangsal emergency.
Aku, dokter Tamayo dan beberapa tenaga medis yang seharusnya sudah berganti shift kembali berlarian ketika menyadari riuhnya suara ambulan dihalaman rumah sakit. Tidak biasanya..
hari itu, untuk sejenak aku melupakan kencan kita, aku bahkan melupakanmu. Hari itu, aku sedikit menyesal tidak menghubungimu atau setidaknya mengirim pesan singkat
"DOKTER! TOLONG BANTU KAMI OPERASI DARURAT!"
"suster siapakan bangsal operasi! CEPAT!"
"ambil persediaan oksigen!"
KAMU SEDANG MEMBACA
You are not my Destiny ✔
FanficAku selalu terbangun dengan bekas air mata di pipiku, hatiku terasa sakit seperti ada sesuatu yang tertinggal. Mimpi itu berputar seperti film lama, namun seseorang berkata "mungkin itu ingatan yang tertinggal dari kehidupanmu sebelumnya". - - Jadi...