XXVI

349 46 7
                                    


Selembut cahaya musim semi yang jatuh diantara bunga-bunga yang mekar, perasaan itu menghangat dengan sendirinya. Ketenangan dan kedamaian itu datang dengan sendirinya seperti terbawa angin yang entah darimana.

Mataku mengerjap beberapa kali, memandang buram pada bunga-bunga berkelopak merah muda itu. Sesekali kali dapat kurasakan angin membelai rambutku dan membawa beberapa kelopak untuk jatuh diwajahku.

Ah..., sudah lama sekali aku tidak tidur senyeyak ini dan yah... sudah sangat lama sejak terakhir kali aku berbaring dibawah pohon sakura yang bermekaran seperti ini.

Apakah sudah hilang sepenuhnya ? apakah tidak akan datang lagi ?

Aku sempat memikirkannya beberapa menit setelah kesadaranku terkumpul. Tapi aku tidak ingin mendapat jawabanya, aku ingin mendapat kedamaian seperti ini setiap harinya, tidak-tidak aku ingin setiap saat damai seperti ini.

"Tomioka-san ?" suara itu terdengar dengan lembutnya.

Ketika aku duduk, baru kusadari seorang wanita muda tengah memandangku dengan iris keungunagnya yang tampak berkilau terkena cahaya mentari yang lembut. Kedua tanganya memegang sebuah buku yang sepertinya sebuah novel.

"Apa aku ketiduran ?"

"Ara.., bukan ketiduran lagi, kau bahkan sedikit mendengkur sangking nyenyaknya"

Aku hanya mengerlingkan mata, mencoba menghindar tatapan Kocho yang tampaknya sedang bersiap mencari kata-kata menohoknya. Atau mungkin aku juga malu..

Dia tertawa rendah seraya menutup bukunya dan meletakan sembarangan diantara rerumputan yang hampir dipenuhi kelopak bunga sakura.

"Maaf aku mengajakmu pergi disaat kau dapat shift malam" katanya seraya tersenyum

"Jangan berkata begitu, kau juga berada di Shift malam, iya kan ?" dia kembali tertawa rendah dan mengangguk sedikit sebagai bentuk kebenaran.

"Kalau begitu ayo kita nikmati weekend sepuasnya!!. Aku bawa banyak makanan!!"

Soraknya sambil memamerkan tas pikniknya yang entah sejak kapan ada disini. Aku hanya diam sambil memperhatikanya menyusun beberapa kotak bekal dengan berbagai lauk pauk lengkap dengan nasi, sayur dan buah.

Tiba-tiba aku berpikir bagaimana dia bisa membuat bekal sebanyak ini sementara dia ada di shift malam. Oh!, dia seorang wanita muda dari keluarga dokter yang kaya raya, pasti mereka memiliki banyak pelayan bukan (?)

"Kau yang membuatnya ?" dehemku memastikan. Dia menghentikan aktivitas menyusun kotak bekalnya dan menatapku dengan tatap sedikit sinis, "Haaahhh.., apa kau pikir aku menyuruh pelayan yang membuatnya ?"

Well..,aku memang memikirkan tapi aku tidak ingin mengakuinya. Entahlah, aku berfirasat buruk jika aku mengakui tebakanya itu.

Dia tersenyum dan kembali pada aktivitasnya, "Tentu saja aku yang membuatnya, aku tidak tinggal dengan pelayan semacam itu di apartemen"

Aku hanya terdiam sambil menerima sekotak nasi dan sumpit, "Aku tidak mengerti" kataku yang disahut dengan helaan nafas dan senyuman aneh miliknya

"Para pria tidak akan mengerti, kalau seorang wanita lebih kuat berjuta-juta kali dari mereka"

Sungguh aku tidak mengerti kenapa dia bicara begitu sambil menunjuk-nunjuk diriku dengan sumpitnya.

"Pekerjaanku selesai lebih cepat dari pergantian shift jadi aku bisa pulang lebih dulu lalu menyiapkan semua ini. Dan paginya aku kembali ke rumah sakit untuk jadwal temuku dengan seorang pasien dan kemudian kau menjemputku, jadilah kita disini" dia berkata panjang lebar dan diakhiri dengan melahap sepotong tamagoyakinya.

You are not my Destiny ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang