Aku tidak ingin tahu, aku sedang ingin sembunyi dari dunia yang kejam. melupakan soal waktu, melupakan soal keluarga, melupakan soal teman, melupakan soal pekerjaan, melupakan soal masa lalu. Sekarang aku ingin fokus pada diriku, pada pikiranku dan pada jiwaku.
Sinar matahari sudah kembali masuk dari jendela yang sedikit terbuka, angin pun terkadang mengelinap membawa beberapa daun kering. Aku megintip sedikit lewat punggung tanganku, ini sudah sore dan aku tidak ingat ini sore yang keberapa. Terdengar Tv yang masih menyala dan suara kipas angin dipojok ruangan, aku juga lupa sejak kapan aku tertidur hari ini.
Masih ada banyak waktu sampai jam makan malam, aku membuka lebar pintu geser diruang tengah, membiarkan lebih banyak angin dan sinar masuk. Ada pemandangan hijau khas pegunungan disini, udara yang bersih setiap saat dan juga keheningan yang menenangkan. Aku tidak begitu ingat ini hari keberapa aku mengasingkan diri kerumah singgah ini, mungkin sudah berhari-hari atau berminggu-minggu. Mungkin orang rumah dan rekan-rekan kerjaku sudah panik mencariku, tapi aku tidak peduli, bahkan aku pergi tanpa memberitahu siapapun dan meninggalkan ponselku diapartemen.
Ketenangan, aku sedang berusaha mencari itu. Sejak Yushiro menjelaskan dugaanya atas kondisi kejiwaanku, jujur saja aku merasa jatuh dalam lubang tak berujung, ditambah soal lukisan wanita itu. Aku benar-benar dibuat bingung dan tertekan karena keduanya. Jadi kupikir ini tempat yang tepat untuk memikirkan dan merenungkannya, sejujurnya aku juga berharap mendapat potongan ingatan yang bisa memberi sedikit titik terang, tapi aku tidak mendapatkannya.
Aku duduk diberanda belakang sambil menyender pintu kayu yang baru kubuka, aroma pegunugan sesekali tercium memberi kedamaian dan sedikit aroma nostalgia. Kupejamkan mataku menikmati semilir angin yang berhembus pelan, aku ingin berada disini saja.
"Ketemu!"
Aku tersentak kaget dengan mata membulat dan tubuh menegang. Pukulan pelan dibahuku nyaris membuatku terkena serangan jantung. Kulihat kebelakang dan kudapati senyum lebar Sabito.
"Disini kau rupanya, ternyata benar dugaan Tanjiro." Dia tampak santai meletakan barang-barang bawaanya yang kuduga bento. Aku hanya menghela nafas sambil mengira-ngira bagaimana Sabito tahu tempat ini dan bagaimana Tanjiro bisa mengira aku akan kesini.
"Aku mebawa makan malam dari Ibunya Tanjiro, dia benar-benar khawatir denganmu sampai membawa makanan sebanyak ini" ucapnya lagi dan mengmabil tempat duduk disampingku. "Kau sudah terlalu lama mengasihkan diri sampai melewati jadwal pemeriksaanmu dan kau juga meninggalkan ponselmu. Kami pikir waktumu mengasingkan diri sudah cukup dan aku datang untuk menjemputmu" celotehnya mengeluarkan ponselku dari saku celanannya. Baiklah, sekarang aku yakin keluargaku sudah tahu bahwa aku disini dan sengaja membiarkannya.
"kau juga sudah membuat kehebohan untuk kedua kalinya dalam setengah tahun, untung saja Tanjiro bisa mencegah kakek melaporkan kehilanganmu. Kalau tidak mungkin kau akan terkenal lagi di Jepang" Sabito terdengar menghela nafas panjang seraya merileksan posisi duduknya. Tadi dia bilang datang kesini untuk menjemputku, jadi apa aku harus ikut pulang.
"Hey..., bicaralah satu atau dua kata" gerutunya dengan sengaja menyikut lenganku. "Aku tidak mau pulang, mungkin aku akan disini seumur hidupku" ujarku yang membuatnya terlihat terkejut. Aku juga tidak tahu kenapa aku bisa memutuskan hal itu secepat ini. "Ternyata memang benar cidera kepalamu belum sembuh." gumam Sabito terdengar acuh dengan nada bicara yang sulit kuartikan.
"Jika itu karena lenganmu, kami benar-benar menyayangkannya. Kaicho benar-benar sudah berharapa padamu, setidaknya untuk sementara sampai lenganmu benar-benar sembuh kau bisa bergabung di bagian informan"
Aku bisa mendengar bagaimana meningginya suara Sabito dari kalimat ke kalimat, mungkin dia kesal dan kecewa. Tapi aku ingin disini bukan karena menyerah kepada cidera lenganku, aku hanya sudah muak untuk terus-terusan bertemu dengan renkarnasi dari orang-orang yang kulihat dalam ingatan dan mimpiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
You are not my Destiny ✔
FanfictionAku selalu terbangun dengan bekas air mata di pipiku, hatiku terasa sakit seperti ada sesuatu yang tertinggal. Mimpi itu berputar seperti film lama, namun seseorang berkata "mungkin itu ingatan yang tertinggal dari kehidupanmu sebelumnya". - - Jadi...