IV

876 97 2
                                    


Ini hari terakhirku di kamar rawat dan nanti sore aku sudah boleh dipulangkan namun tetap dilanjutkan dengan rawat jalan selama dua bulanan, intinya sampai tulang-tulang patahku membaik. Aku sedikit mendengus setelah membaca pesan kakek. Dia akan bertanggung jawab penuh atas proses rawat jalanku, itu berarti aku akan menetap sementara di rumah utama. Bukanya aku tidak senang memliki keluarga yang peduli, hanya saja kakekku itu orangnya lumayan keras kepala dan overprotektif. Aku masih ingat bagaimana stressnya dia mendengar dua cucu laki-lakinnya bergabung dengan pasukan pemadam kebakaran. Mungkin jika dua cucu laki-lakinya itu bergabung dengan militer, dia akan mati berdiri. Dan jangan lupakan hari ketika dia menjengukku, yah.. dia nyaris tidak bisa berdiri saat melihat cucunya yang babak belur.

Ah..iya, Tentang dokter itu. ini hari terakhirku dan sampai saat ini aku juga tidak pernah bertemu atau sekadar melihatnya. Meskipun aku sadar, aku selalu tertidur di jam-jam pemeriksaan dan melewatkan petemuan berarti itu, tetap saja sekeras apapun aku mencoba untuk tidak tidur aku selalu gagal dan berakhir dengan kekesalan.

Pagi ini pun aku kembali melewatkannya, aku terbangun tepat setelah pintu kamarku tertutup. Sungguh mengesalkan, rasanya aku ingin turun dari ranjang dan mengejarnya tapi tentunya tidak akan mungkin mengingat kakiku juga patah. Jangan tanya kenapa aku ingin bertemu dengannya, tentu saja aku ingin mendengar laporan kesehatanku terakhir ini. Bagaimana ya, aku ini pasien tapi aku tidak pernah diberitahu bagian mana saja dari tubuhku yang bermasalah, bahkan sampai hari terakhirku dirawat.

"Senpai kau baik-baik saja?"

Aku terkejut bukan main. Kulihat, ternyata Zenitsu dan Inosuke sudah berdiri disampingku entah sejak kapan. "Aku tidak apa-apa" jawabku singkat seraya menentralkan pikiranku yang berkecamuk. Aku melihat mereka dan mencari-cari keberadaan Sabito yang tak kunjung kutemukan. "Sabito senpai dapat panggilan dadak tadi, jadi hanya kami." Jawab Zenitsu seraya mendudukan dirinya dengan santai di sofa dan Inosuke tampak asik mengotak-atik ponselnya.

Hening. Tumben sekali duo pembuat onar ini tenang, biasanya mereka akan sangat berisik hanya karena masalah sepela. Aku melihat Inosuke yang tertidur dengan posisi duduk dan Zenitsu yang asik memainkan gim di ponselnya.

"Hey Zenitus, aku ingin menanyakan sesuatu" ujarku dan kulihat pemuda berambut pirang itu mulai berjalan kearahku dengan mata yang masih berfokus pada permainan di ponselnya. Sebenarnya aku tidak berniat menanyakan soal laporan kesehatanku padanya, karena menurutku Zenitsu itu lumayan pelupa. "Iya senpai, kenapa?" tanyanya tanpa mengalihkan pandang. Aku menghela nafas singkat dan sudah kuputuskan untuk kutanyakan.

"Saat kau melihat laporan kesehatanku waktu itu, apa yang tertulis disana ?" tanyaku yang tak kusangka membuat Zenitsu sedikit terkejut dan ia melihatku dengan tatapan yang tidak bisa kuartikan. Ia menyimpan ponselnya dengan sedikit gelisah sebelum mendudukan dirinya dikursi disampingku.

Sebenarnya sejak Nezuko mengatakan sedikit pembicaraan Tanjiro dengan dokter itu, aku jadi tidak bisa berhenti memikirkannya. Aku sangat ingin tahu apa yang mereka sembunyikan dariku. Alih-alih berprasangka baik namun setiap kali aku menanyakan laporan kesehatanku, hampir setiap orang selalu memperlihatkan ekspresi terkejut dan panik. Bahkan Inosuke yang bar-bar sekalipun

"Kenapa senpai tiba-tiba menanyakannya ?" tanyanya hati-hati.

"Tidak apa, aku hanya ingin tahu berapa lama aku akan istirahat".

Sudahku kuduga semua orang yang mengunjungiku tidak akan mengatakan apapun soal laporan kesehatan itu, termasuk kakekku. Ada apa?, apa aku punya cidera yang terlampau parah sampai mereka enggan memberitahuku atau mereka sedang menunggu waktu yang tepat untuk mengatakannya. Tapi jika mengingat apa yang Nezuko dengar waktu itu "Kondisinya buruk, dia selalu menangis", aku jadi semakin bingun dengan drama ini.

You are not my Destiny ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang