Kinar terbangun mendengar suara siraman keras air dari kamar mandi di sebelah.
Walaupun sudah hampir 2 minggu dia tidur di atas tikar, punggungnya belum terbiasa dengan kerasnya lantai.
Setelah bangun, leher dan punggungnya masih terasa sakit saat dia coba gerakan. Handoko yang menuduhnya manusia pelit ternyata lebih pelit dari yang dia duga.
Dia enggan membelikannya kasur dan lebih memilih untuk menyuruhnya menghemat uang belanja. Kinar tidak bisa melakukan itu. Kinar harus memastikan Kinar kecil mendapat gizi yang baik. Selain itu Kinar sedang mempersiapkan sesuatu untuk Kinar kecil.
"Aduh ... aduh."
Kinar berjalan menuju kamar mandi seperti robot yang berkarat, dia lalu mengetok pintunya."Cepetan ya. Mau wudhu."
Tak lama kemudian Handoko membuka pintu kamar mandi sambil membawa plastik kresek berwarna hitam.Rambutnya basah. Ukuran handuk yang tidak terlalu besar, membuat benda itu hanya bisa melilit bagian bawah tubuhnya.
Kinar berusaha agar tidak melihat langsung ke arah tubuhnya.
"Tumben banyak pakai air," sindir Kinar yang langsung masuk ke kamar mandi.Handoko agak tersentak, melipir memberi jalan. "Hari ini mau ketemu orang penting," jawabnya.
"Oo ..." ucap Kinar membuka kran air yang berada tak jauh dari bak mandi.
"Kamu ..." Handoko merasa sungkan bertanya. Akan tetapi, ada hal yang membuatnya sangat penasaran.
"Kamu di tahun ini ibadah terus."Kinar menutup keran yang telah terbuka. Dia belum memulai wudhunya. "Aku ingin mendoakan ayah."
Handoko mengangguk, berbalik meninggalkan pintu kamar mandi.
"APA ITU!" tegur Kinar tiba-tiba. Matanya terbelalak menunjuk benda yang Handoko tenteng. "Jangan-jangan ..." Sekilas Kinar mencium bau
yang tidak enak."Oh ini pu ..." jawab Handoko santai.
"SINGKIRKAN ITU! YUCK IIIH!" Kinar memotong kalimat Handoko dengan histeris.
"Ini cuma pu ..."
"Itu sudah ada toilet jongkok. Kenapa kamu pup disitu Ya Tuhaaan!"
"Daripada aku harus membuang air untuk ini. Ini kan bisa disimpan untuk kompos. Atau hal ..."
"Kamu punya waktu untuk itu tidak?!" Kinar melotot gemas.
Mata Handoko mulai melirik ke atas. Kembali lagi dengan ekspresi bodohnya.
"Jangan buang itu di tempat sampah! Buang ke kebun atau kemana yang jauh!" Kinar menutup hidungnya, jijik.
"Masa aku harus keluar seperti ini?" Pinggul Handoko digoyang-goyangkan. Wajah Kinar langsung berpaling menghindar.
"Iiihh terserah kamu deh!" ujar Kinar sambil menutup pintu kamar mandi.
Ini kan badan bapaknya. Kenapa dia malu? Handoko lanjut menggoyang-goyangkan pinggulnya.
"DOKO!" Tiba-tiba Kinar membuka pintu kamar mandi lagi.
"Nanti jam 3 langsung pulang ya?"Handoko berbalik kaget. "Hah?! Mana bisa begitu?!"
"Kinar ulang tahun besok. Aku dah siapin sesuatu. Kamu bantu aku."
Mata Handoko masih melotot tak tahu harus berkata apa.
"Gak bisa begitu ...""Ini kan hari Minggu. Kamu juga harusnya gak ke kantor. Hari Minggu itu untuk keluarga. Pokoknya aku gak mau tahu. Kamu udah berkomitmen mengajakku kesini. Tepati!" Jari telunjuk Kinar menuding ke arahnya. Matanya melebar mengerikan. Kemudian dia masuk kembali ke kamar mandi dan menguncinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raising me
Ciencia FicciónKinar seorang teller berusia 30 tahun tiba-tiba didatangi sosok misterius yang mengajaknya mengurus seorang anak. Kinar yang merasa jauh dari kemapanan secara jelas menolak. Ia merasa tertarik saat sosok ini berjanji memberikan imbalan. Akan tetapi...