Bagian 19 : Ultah Kinar Part 1

94 7 0
                                    

"Sudah jam setengah tiga Pak Gunadi." Pak Menteri mengingatkan saat Handoko sedang menerangkan bagaimana kekuatan putaran dalam LHC bisa ditingkatkan, berapa booster dan diameter.

Pak Menteri ingin tahu lebih lanjut akan tetapi dia tidak ingin siapapun merasa bersalah siang ini.

"Ah iya Pak, benar." 'Gunadi' membalik pergelangan tangannya melihat jam tangan. "Oh ya ampun." Tiba-tiba dia mematung. "Aku belum menyiapkan sesuatu untuk Kinar."
Lalu 'Gunadi' mengangkat jari telunjuk, sepertinya sebuah ide muncul dibenaknya.

"Mbak Maya," panggil 'Gunadi' tiba-tiba.

Maya yang jantungnya sesaat berhenti,  langsung mendatangi Gunadi. "Iya pak."

"Ambil buku deksripsi LHC. Yang berwarna. Nanti aku ganti ongkos cetaknya. Kamu catat saja."

"Baik pak." Maya bergegas menuju koper coklat untuk mengambil buku itu.

"Pak Ken."

"Hmm." Pak Ken menoleh ke arah suara saat dia melihat-lihat miniature pesawat di lemari pajangan.

"Boleh aku minta majalah komputermu?" tanya 'Gunadi'.

"Gak hanya komputer yang dibahas disana pak. Tapi tak apa. Ambil saja," jawab Pak Ken santai sambil bergerak ke arah rak buku. Ada buku yang membuatnya tertarik.

"Terima kasih, Pak," ucap 'Gunadi'.

"Ya," jawabnya tanpa menoleh.

"Pak Awan."

"Ya." Dia agak tersentak mendengar panggilan 'Gunadi' saat mengobrol santai dengan ajudan Menteri. Ternyata mereka berasal dari kampung yang sama.

"Kau simpan majalah?" tanya 'Gunadi'.

"Ada pak. Tapi majalah Jayabaya."

"Majalah apa itu?"

"Majalah yang membahas budaya Jawa," jawab Pak Awan singkat.

"Boleh aku minta?"

"Oh. Tapi dah terbitan beberapa bulan lalu," aku pak Awan.

"Tidak apa-apa. Makasih Pak."

Pak Awan ingin memberitahukan sesuatu. Akan tetapi,  dia urungkan. Gunadi akan mengetahuinya sendiri saat majalahnya dibuka.

"Bu Fatma."

"Saya ada majalah Femina pak," jawab Bu Fatma tanpa ditanya. "Ada di laci paling bawah meja saya."

"Terima kasih, Bu."

Bu Fatma mengangguk sambil memasukkan potongan semangka ke dalam mulutnya.
"Ngomong-ngomong pak. Buat apa majalah itu."

"Aa ... Saya belum beli hadiah Bu." 'Gunadi' tersenyum kuda.

Bu Fatma mengurut dada. Tak berkomentar.

"Gak tanya saya Pak Gun?"

Menoleh ke arah Pak Ekos. Cengiran 'Gunadi' memudar.

"Saya ada walkman. Masih baru, gak pernah saya pakai. Kalo gak yakin, ganti aja busa speaker-nya. Ada dalam kantong plastik."

"Ok. Terima kasih pak," ucap 'Gunadi' se-casual mungkin. Masih ada sedikit kedongkolan di hatinya. "Mbak Maya." 'Gunadi' memanggil Maya kembali.

Maya menoleh ke arah 'Gunadi', agak membungkuk.

"Mbak Maya gak ada kegiatan setelah ini kan?"

Perasaan Maya tidak enak.

Raising meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang