Mereka berdua disana. Di dunia baru dan tubuh baru di dunia lama. Handoko alias Gunadi, ayah dari Kinar bersandar di pintu yang telah dikunci. Padahal di rumah itu hanya mereka berdua. Kinar kecil masih di sekolah saat ini.
Sedangkan Kinar Prameswari alias Titik Sundari duduk di kursi rias. Lemas.
"Aku tahu kau kaget atau dalam proses membiasakan diri atau mencerna. Tapi aku cuma mau beritahu kalau anakmu alias kamu akan datang sekitar 2 jam lagi. Jadi tanyakanlah apa yang kau ingin tanyakan," kata Handoko dengan wajah tanpa beban.
Kinar melihat sang ayah yang dia mimpikan ada dan nyata. Fisiknya,suaranya. Akan tetapi di raut wajah dan gaya tubuhnya itu ada kesombongan yang menunjukkan bahwa dia adalah Handoko.
Memandang 'Gunadi' cukup lama membuat Kinar mengajukan pertanyaan, "Aa ... Tanggal berapakah ini?"
"8 Januari 1997." Melihat mata Kinar Handoko dapat menyimpulkan.
"Aah ... Ya aku mengerti maksudmu.
Tangannya dilipat di dada.
"Jawabannya tidak.""Maksudmu?"
"Tidak aku tidak dapat mencegah kematian ayahmu."
"Kau bilang aku dapat merubah masa lalu." Nada suara Kinar diturunkan satu oktaf. Pertanda badai akan segera datang.
"Ada 2 kemungkinan sebenarnya. Dua teori. Ayahmu mengetahui ini." Handoko mencoba mencegah badai datang.
"Ayah tau kita akan datang?" Raut wajah Kinar berubah cerah.
"Aa ... Maksudku begini kujelaskan teori dulu." Handoko mendekat ke Kinar.
"Semesta itu saling berhubungan. Teori satu ya. Seperti air. Kalau ada penambahan satu kerikil maka dia akan menimbulkan riak. Antar dimensi akan merubah posisinya sampai menjadi stabil. Begitu pula apabila diambil satu kerikil, maka akan terjadi penyesuaian, gap akan terisi. Mengerti?"
Kinar menggeleng.
"Begini. Kalau ayahmu tetap hidup. Maka akan timbul riak antar dimensi. Semua dimensi akan terkena. Termasuk waktu dimana kita berada."
"Memang apa buruknya itu?"
"Ada kemungkinan kita menjadi tidak ada. Entah tidak ada disini atau kita tidak bertemu atau entahlah. Pokoknya ayahmu tidak mau hal itu terjadi."
Wajah Kinar menunjukkan dia tidak menyukai jawaban itu.
Handoko memutar bola matanya dan menggeleng. "Haahh.. Inilah yang aku takutkan. Aku memberimu kesempatan kesini lalu kau berpikir hal lainnya yang beresiko. Aku sungguh.. sungguh tidak menyukai makhluk zamanmu. Manusia tidak tau diuntung! "
"Bisakah kau berhenti mengatakan seperti itu?" Kinar menatap sengit.
"Kau mau aku terus kan? Waktu berjalan." Handoko menunjuk jam dinding.
Menghebuskan nafas panjang, ekspresi Kinar menjadi tenang. "Baiklah. Teori ke 2. Itu tidak bisa karena tidak bisa. Ayahmu meninggal dan akan tetap meninggal. Istilah di zamanmu Ahh ... Surat ... Suatu surat ... Suratan ... Takdir."
Kinar memandang ke arah lantai. Raut wajahnya berubah mendung.
"Tapi hei. Setidaknya kau disini. Kau bisa membuat memori yang lebih indah untuk Kinar kecil. Aku tak bisa jamin mengenai merubah takdirmu menjadi kaya atau menikah lebih cepat."
Kinar memutar matanya.
"Tapi ... " Telunjuk Handoko terangkat.
"Mungkin 50% kemungkinan. Tunggu..." Handoko menjeda kalimatnya.
"Oh ya aku lupa beritahu kau ... Jangka waktu kita disini.. ""Ah iya berapa lama kita akan disini? "
"Mungkin Oktober 1999 tak lama setelah ayahmu meninggal"
"Hanya 2 tahun? Kau bilang aku akan membesarkan aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Raising me
Fiksi IlmiahKinar seorang teller berusia 30 tahun tiba-tiba didatangi sosok misterius yang mengajaknya mengurus seorang anak. Kinar yang merasa jauh dari kemapanan secara jelas menolak. Ia merasa tertarik saat sosok ini berjanji memberikan imbalan. Akan tetapi...