Bon mencium bau menyengat. Lebih lembut dari kotoran raptor, lebih kuat dari pupuk ladang gandumnya.
Tubuhnya terasa sangat berat dan pegal. Dia ingin sekali tetap memejamkan mata dan istirahat. Tetapi dia merasa tidak nyaman sekali sekarang.
Wajahnya berada di atas permukaan yang kasar. Seperti kerikil kecil yang dirapatkan. Akan tetapi sebagian tubuhnya merasa berada di atas permukaan yang agak lebih lunak.
Tangannya meraba-raba ke atas. Terasa hangat. Ini seperti rambut pendek kasar, dagu. Lembut sekali dan kenyal. Bibir kah? Sembari mencubit-cubit benda itu.
Lalu benda keras, tipis dan basah, gigi ... benda lunak dan basah, lidah ... "AAAAH!!!" Bon tiba-tiba merasakan sakit di jemarinya. Sontak dia mengangkat tangan dan bergeser menjauh.
Di hadapannya terdapat sosok kawannya, Dakjal dengan sudut bibir terangkat.
"SAKIT BEGO!" teriak Bon mengibas-ngibaskan jemarinya yang digigit.
"Lagian ngapain lo grepe-grepe gue hah?! " keluh Dakjal jijik. Matanya mendelik.
"Gue gak sadar, Iblis," ucap Bon beralasan lalu tiba-tiba tertegun, mencoba duduk, memandang sekitar, menengadah ke atas.
Dua bayangan hitam gedung tinggi yang hanya menyisakan segaris cahaya langit. Bon menolehkan kepalanya dan melihat riuh berkabut manusia di ujung lorong.
"Top," panggil Bon kepada Dakjal dengan nama aslinya. Suatu hal yang sangat jarang Bon lakukan.
Dakjal menyadari sesuatu yang gawat terjadi.
"Kita telah sampai." Bon berusaha berdiri. Walaupun badannya terasa remuk dan lelah seakan menaiki gunung Olympus di District C.
"Kita berada di Distict A."***
"Selamat Ulang Tahun! Selamat Ulang Tahun. Selamat Ulang Tahun Kinaaarr! Selamat Ulang Tahun!"
'Gunadi', 'Titik' dan Dian muncul membawa sponge cake yang dilapisi whipped cream putih, diberi mainan bola plastik di tengah dan diapit dua lilin kecil yang menyala.
"Yang keberapa?" bisik 'Gunadi'.
"Tiga belas," balas 'Titik' dengan nada jengah.
Mulut Kinar terbuka lebar begitu juga matanya. Dia menoleh ke belakang melihat Galih yang juga tersenyum lebar di ambang pintu. Berdiri dengan satu kaki mencoba melepaskan sepatu bolanya.
Saat Kinar menoleh, 'ayah ibunya' bertepuk tangan keras sambil berteriak "Tiup, tiup." Dian membawa kue tersebut kehadapan Kinar.
Lalu Handoko melihat keanehan.
"Kau lihat tidak? Ada blip di lilin." bisik Handoko.
"Apa itu blip?" tanya 'Titik' dengan wajah heran.
"Ada distorsi di api lilin." Wajah 'Gunadi' memperlihatkan kecemasan.
'Titik' berpikir sebentar. "Ah lilin memang begitu. Itu karena api ketemu lilin cair di ujung sumbu jadi 'tes' gitu," jawab 'Titik' santai kemudian terburu-buru memberikan pisau kecil ke Kinar.
Handoko memiringkan kepalanya berpikir.
Setelah Kinar memotong kuenya, Kinar berbalik melihat Galih. Apakah potongan kue pertama itu akan kuserahkan ke Galih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Raising me
Ciencia FicciónKinar seorang teller berusia 30 tahun tiba-tiba didatangi sosok misterius yang mengajaknya mengurus seorang anak. Kinar yang merasa jauh dari kemapanan secara jelas menolak. Ia merasa tertarik saat sosok ini berjanji memberikan imbalan. Akan tetapi...