Mata Deidari terbuka perlahan. Mengerjap-ngerjap berusaha agar pupilnya beradaptasi dengan sinar LED putih yang masuk ke indera penglihatannya.
Hal yang pertama Deidari lihat adalah balok beton abu-abu dengan beberapa kotak LED tanpa kabel yang menempel. Tubuhnya tak bisa bergerak. Sesak. Rambutnya menggapai-gapai lemah.
Lewat indera perabanya dia merasa tidur di atas beton yang keras. Akan tetapi tubuhnya diselimuti kain yang panjangnya tak sampai menutupi ujung jemari kakinya.
Ujung jemari tangan kirinya tertempel sesuatu. Seperti penjepit yang bercahaya merah terang.
Deidari berusaha mengingat apa yang terjadi. Ah iya. Aku terhisap tornado raksasa di bunker milik Bon. Lalu dia merasa sangat pusing. Seperti dikocok kuat-kuat di dalam blender. Dan perutnya sekarang terasa lapar. Sangat lapar. Lidah di telapak tangannya mulai menjulur-julur, merasa kering.
Dari luar Deidari mendengar langkah kaki cepat. Orang berlari! Deidari mulai memejamkan mata. Pura-pura tertidur. Jantungnya berdegup cepat. Kondisi yang tidak menguntungkan karena dadanya terasa makin sesak.
Terdengar bunyi klik pintu yang dibuka. Thomas mematikan kenop otomatis dan memilih men-setting pintu secara manual. Kombinasi antara otomatis dan usia tua bukanlah hal yang bagus.
Thomas memandangi wanita raksasanya di atas panggung beton. Sensor di jemari yang menyala terang sudah merupakan instruksi yang jelas.
"Buka matamu. Aku sudah tahu kalau kamu sudah sadar," ucap Thomas.
Deidari mendengar pria asing berbicara bahasa yang tidak dia mengerti, tapi masih merasa akrab. Sepertinya itu adalah bahasa Inggris Bumi. Deidari berusaha mengingat-ingatnya kembali, saat belajar hukum kuno dan filsafat di Universitas.
"Kamu datang darimana? Mengapa aku tak dapat memasukkan jarum ke tanganmu. Kau sudah 2 d tidak makan dan minum dengan benar. Aku berusaha memasukkan air ke mulutmu tapi sulit sekali. Mohon maaf kalau terasa sakit. Aku memakai dongkrak. Aku sangat takut kau nanti tewas kehausan."
Thomas mendekati Deidari. Lalu duduk bersila di sampingnya. Tanpa rasa takut.
"Detak jantungmu melamban, tekanan darahmu sangat rendah. Tapi tetap saja." Thomas melihat lidah yang menjulur di telapak tangannya.
"Makhluk apa kau?"Deidari secara perlahan membuka mulutnya. Thomas beranjak, bersiap berdiri, kaget.
"Aku manusia." Lalu Deidari membuka matanya, iris matanya yang berwarna hijau kekuningan sangat indah. Membuat Thomas ternganga sejenak.
Rambut platinum Deidari mulai bergerak seperti puluhan ular, membuat Thomas sontak berdiri.
"Kamu takut?" Deidari melihat sosok pria di depannya. Rambut berwarna kecoklatan. Tubuhnya lebih kecil darinya. Seperti anak berusia 60-70 tahun. Berkulit lebih kemerahan dari kulitnya yang pucat. Bermata coklat terang. Tanpa semburat. Makhluk ini ... Deidari mulai mengira-ngira.
"Kamu makhluk bumi?"
Dahi Thomas berkerut lalu menggeleng. "Aku lahir di Mars. Ini District A. Apartemen New Orleans, Basement."
Wajah Deidari berubah. Matanya melebar. Terkejut. "Ahh.. Ya ampun bagaimana aku bisa berpindah dari District C?"
Ekspresi Thomas mulai ikut berubah. Sama terkejutnya. Dia berbicara bahasa asing tapi dia mendengar dengan jelas kata District C. "Kamu warga DISTRICT C?!"
***
"Kau sudah bertanya ke kawan-kawannya?" tanya BON.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raising me
Научная фантастикаKinar seorang teller berusia 30 tahun tiba-tiba didatangi sosok misterius yang mengajaknya mengurus seorang anak. Kinar yang merasa jauh dari kemapanan secara jelas menolak. Ia merasa tertarik saat sosok ini berjanji memberikan imbalan. Akan tetapi...