Bagian 25 : Persiapan 'Titik'

35 4 1
                                    

Beberapa hari ini, Kinar dewasa berhasil membujuk Handoko untuk mengantar Kinar kecil ke sekolah. Tak lupa dia memberikan uang saku atas saran Handoko agar Kinar kecil lebih bergaul. Kinar dewasa setuju dengan hal itu. Kinar mengakui tidak mendapat banyak memori dalam bergaul.

Setelah semuanya melambaikan tangan kepadanya, rumah menjadi sepi. Kinar berbalik dan memandang seisi rumah. Betapa menakjubkan bahwa dia bisa kembali.
Rumahnya yang dulu. Bukan rumah yang ditempati suami dan anak-anak baru dari sang ibu.

Kinar mendekati TV tabung besar 20 inch di atas meja credenza jati. Di atasnya di permukaan dinding terdapat lukisan kruistik raksasa. Kruistik, seni sulaman yang memakai jahitan berbentuk 'x'. Terdiri dari berbagai warna dan membentuk pola lukisan sebuah pemandangan di era Victorian dimana sebuah kereta kuda hitam melintasi jalanan London. Kusirnya terlihat keren dengan memakai blazer, topi bundar dan pecut di tangannya. Dua wanita yang berjalan di tepi jalan, memakai pakaian dengan rok mengembang berwarna hitam dan gadis di sebelahnya memakai gaun pink. Keduanya menoleh, sekelebat melihat penumpang dari kereta, yang kemungkinan adalah orang penting.

Kalimat terakhir mungkin hanyalah analogi Kinar saja. Kinar mengkhayalkan jalan cerita setiap memandang lukisan tersebut.

Piring keramik porselen putih dengan gambar bunga biru milik bunda berjejer di kiri kanan TV tabung. Guci dan patung kecil aneka ukuran berdiri di depan, belakang dan sela-sela piring-piring tersebut.

Kinar ingat ibunya mengamuk saat salah satunya pecah. Padahal itu dikarenakan penahan piring ternyata dari plastik yang terlalu kecil dan rapuh. Usia, panas dan lembab membuatnya keropos. Ibunya tak percaya saat Kinar bilang piring itu jatuh sendiri. Paha dan tangannya berakhir disabet sapu lidi.

Di pojok credenza terdapat meja marmer kecil dengan kaki besi yang dicat warna emas. Di atasnya terdapat telepon rumah berwarna putih gading.

Kinar menyentuhnya. Sudah berapa tahun dia tidak pernah melihat benda itu lagi. Kinar merenung. Sudah berapa tahun aku meninggalkan rumah.

Tiba-tiba benda itu berbunyi. Tubuh Kinar sedikit melonjak karena kaget. Dengan hati berdebar Kinar dewasa mengangkat telepon.
"Halo?"

"Halo Ibu Titik?"

"Dengan siapa saya bicara?"

"Astaghfirullahaladzim, ini ibu RT masa ibu tidak kenal suara saya?" Nada suaranya terdengar naik dari ujung telfon.

Ada dasarnya suara manusia di masa itu juga kurang jelas bila didengar dari telepon rumah. Namun Kinar kemudian berusaha menggali memori sang ibu. "Ah iya ibu Asa. Ada apa Bu?" Kinar berusaha bersikap sopan.

Posisi RT dan RW pada masa sebelum reformasi itu tidak tergantikan.
Belum ada sistem pemilihan langsung seperti saat Kinar dewasa.
Selama bertahun-tahun jabatan RT dan RW diemban orang yang sama. Kalaupun diturunkan mungkin ke saudara atau anak atau kesepakatan dari kalangan pengurus RT / RW itu sendiri.

Sebenarnya tidak ada benefit apapun dalam pengurusan RT. Tapi ibu Asa alias ibu RT mampu memanfaatkan peluang ini dengan baik. Ibu Asa yang merupakan pemilik katering, mengajukan pengurusan konsumsi kegiatan apapun yang terjadi dalam lingkungan itu. Baik hari kemerdekaan, Ultah partai kuning, sampai Arisan RT. Penghuni sekitar setuju saja dengan perhitungan iuran untuk konsumsi. Yang mengetahui detail adalah ibu Asa sendiri.

Ibu RT ternyata menelpon untuk menagih uang arisan. Mengingat uang yang dia pakai untuk meningkatkan gizi dari versi kecil dirinya, timbul rasa penyesalan. Mengapa dia tidak membawa uang pemberian Handoko dari masanya? Rekeningnya bertambah berkali-lipat saat di 'Sarang Kecoa.'

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 24, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Raising meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang